Bab 24

Sepasang mata itu terlihat kuyu. Kantung matanya tercipta jelas. Dia berdiri di pintu yang sudah di buka dengan segenap kepasrahannya. Dia seperti seorang narapidana yang baru saja kabur dan saat ini menyerahkan diri.

Dia menatap setiap pasang mata lalu depan, seakan siap kalau dunianya akan berakhir sebentar lagi. Tapi dia tidak memperhatikan tatapan kagum dari setiap pasang mata. Matanya lalu berhenti saat mendapati Levine juga menatap dirinya, duduk di barisan paling depan bersama seorang wanita yang dia takuti keberadaannya. Bukan wanita itu membencinya. Tapi dia dan rasa bersalah terhadap wanita itu, ratu dari keluarga Russel, yang membuat ketakutannya membelenggu hingga kini. Sekalipun pria itu sudah meyakinkannya.

Levine berinisiatif untuk berdiri. Tapi dilihatnya gadis itu menarik napasnya dalam-dalam di antara matanya yang tertutup rapat sebelum akhirnya melangkah maju. Dia melihat ada gemetar yang berusaha gadis itu sembunyikan.

"Kau akan melihat bagaimana aku akan tamat," desis Flavie begitu lewat di hadapannya.

"Aku masih di sini. Dan kuharap kau bisa kembali," balas Levine berbisik tajam di antara gemuruh di dadanya. Gadisnya yang keras kepala, tidak akan pernah berubah. Dia juga tidak melewatkan bagaimana sepasang mata biru itu begitu sembab.

Dia melihat Flavie tersenyum kecut. Kemudian menghampiri Sheva yang tadi mewakilinya juga beberapa orang dari penerbit itu yang menyelenggarakan acara ini. Tangannya terlihat gemetar saat menerima mic untuk sekedar berbicara atas novelnya.

Levine masih terus menatap gadis itu. Beberapa kali tatapan itu bertemu dan reaksi gadis itu selalu sama, langsung membuang muka. Suaranya terdengar bergetar. Dia benar-benar terlihat frustrasi. Kali ini Levine sangat ingin menghampiri gadis itu, memeluknya erat. Sedingin apapun dia terhadap gadisnya, sekaku apapun dia, nyatanya rindu itu selalu ada. Apalagi di saat-saat sulit seperti ini.

"Jadi cerita ini diambil bukan dari kisah nyata sepenuhnya. Hanya mengambil karakter dari seseorang. Dia bagian dari seseorang yang kukenal. Seperti yang dia inginkan. Aku sangat berharap tulisan ini bisa membuka mata pembaca mengenai orang depresi. Kurasa ini sudah disampaikan tadi.

Dan... Dan mungkin, ini adalah sebuah kesalahanku. Bukan hal mudah untuk berkata maaf. Tapi, aku meminta maaf untuk pihak-pihak yang mungkin sedikit keberatan. Saat aku mengangkat karakter ini. Ini membuatku kagum tapi juga aku tahu ini salah. Itu saja. Aku tidak bisa bicara banyak. Hanya ini."

Tangan mungil itu mengusap kasar wajahnya. Dia mengakhiri ucapannya lalu bergegas ingin meninggalkan acaranya tanpa menunggu respon dari para penggemarnya. Dia terlihat jauh berbeda. Semuanya karena bayang-bayang rasa bersalahnya.

***

"Jadi kau yang menulis novel itu? Kau yang dikenalkan kepadaku sebagai kekasih dari putraku?!"

Suara itu menggelegar di segenap penjuru gedung. Membuat semuanya terkejut. Terutama Flavie sendiri. Di dalam hatinya dia merintih apakah hidupnya akan tamat secepat ini?

Levine sendiri menegang dalam diam. Dia tidak pernah menduga ibunya akan mengambil tindakan seperti ini. Dia seperti tidak mengenal ibunya yang seperti ini. Ibunya berdiri dari duduknya dan berseru membuat Flavie yang hampir mencapai pintu, berhenti seketika.

"Kalian dengarkan. Aku adalah ibu dari orang yang gadis itu ambil karakternya untuk novelnya. Dia mengenal seseorang yang memberinya ide untuk novelnya. Itu puteraku, kekasihnya."

Semuanya bergumam seperti tidak menyangka.

"Mom!" desis Levine waspada.

Levine tidak ingin Flavie semakin berlari meninggalkannya. Dia berpikir kali ini benar, ibunya tidak menyukai gadis itu. Terlebih tidak rela anak pertamanya menjadi konsumsi publik. Levine tidak pernah menyangka jika hal tersebut akan menjadi serumit ini.

"Tapi dia meninggalkan puteraku untuk alasan yang hanya menjadi ketakutannya."

"Mom, please. Vine tidak apa-apa jika memang Mom tidak menyukainya. Vine bisa biarkan dia pergi. Tapi jangan permalukan dia di tempat umum seperti ini, tolong."

Levine terbungkam saat ibunya memberinya tatapan memperingatkan. Ibunya kini berjalan mendekati gadis itu. Terlihat pias seperti akan lenyap sebentar lagi. Sesuatu hal yang menyakitkan melihat gadis yang dia cintai berada di situasi sulit ini.

"Kau diam di tempat, Levine. Biar kuberitahu padanya tentang hal kecil!" perintah ibunya tegas saat melihat Levine ingin mencegah ibunya.

Ibunya terus melangkah hingga berada di hadapan gadis itu. Dilihatnya Flavie sama sekali tidak mampu menatap seorang Anna Russel yang kini berubah menjadi sosok yang mengintimidasi siapapun.

"Aku tahu apa yang kau lakukan untuk novel ini. Aku sebagai ibunya dari seorang anak lelaki yang depresi juga dari seorang lelaki yang pernah menjadi kekasihmu meskipun itu cukup singkat, cukup tahu jika kau adalah penulis cerdas dan berbakat.

Tapi yang sangat disayangkan adalah apa yang sudah kau lakukan?"

"Aku meminta maaf. Aku tahu ini kesalahan fatal yang pernah kuperbuat. Aku mencoba untuk menggagalkan penerbitan ini. Tapi maaf, aku tidak mampu. Aku bersedia untuk dituntut."

"Ya! Tentu saja aku akan menuntutmu. Tidak semudah itu kau bisa lolos ketika kau sudah menyentuh kehidupan kami."

"Aku mengerti."

"Itu bagus kalau kau mengerti. Aku akan menuntut pertanggungjawaban darimu. Kau, Nona Flavie, tidak banyak yang akan kutuntut darimu. Di hadapan semuanya, aku, Farzana Russel ingin menuntut gadis ini atas nama Levine Russel...,"

Suasana mendadak hening. Sedang di belakang sana Levine berdiri dengan gelisah. Apa yang akan ibunya tuntut dari seorang gadis yang sedang merintih ketakutan menghadapi masalah yang begitu berat?

"Will you marry my son?"

"Apa?" desis Flavie begitu terkejut.

"Apa kalimatku kurang jelas? Apa kau mau menikah dengan puteraku yang kedua, Levine Russel. Menjadi bagian dari keluarga Russel? Mengenal bagian luar biasa dari kami, seorang pria dengan segenap depresinya, Keynan Jason, seorang kakak dari Levine Russel?"

"Ini?"

"Aku hanya meminta itu. Tidak banyak. Jadi?"

"Apa aku bisa mempercayai ini, Mrs Jason?"

"Call me Mom."

Levine terperangah dalam diamnya. Apa yang ibunya katakan baru saja sama sekali di luar dugaannya. Dia bergegas menghampiri ibunya. Dia melihat gadis itu ingin menangis.

"Mom?"

"Ya. Kau tidak perlu takut. Untuk hal yang tujuannya semulia ini, kenapa aku harus marah? Aku justru bangga, anakku memiliki kekasih yang luar biasa cerdas dan kritis sepertimu. Jangan takut untuk tetap berkarya. Itu bagus. Aku bahkan akan mendukungmu. Jadi hilangkan ketakutan itu. Anakku merindukanmu. Kau harus paham itu."

Seketika tangis gadis itu pecah. Bersamaan dengan kelegaan yang menghampiri. Apalagi saat dia menyadari dia berada di pelukan wanita yang di hadapannya itu.

"Kau tidak membenciku, mom?"

"Tidak. Aku merestuimu untuk bersama Levine. Kau bersedia tetap bersamanya?"

Tidak ada jawaban dari gadis itu. Hanya anggukan kepala di dalam dekapan wanita itu.

"Kau bisa bicara dengannya. Aku akan pulang. Dan mengabarkan pada ayahnya jika Levine memiliki calon istri secantik dirimu. Malam ini kau harus datang. Akan kukenalkan pada anggota keluarga kami."

"Mom? Ini?" tanya Levine sedikit bingung.

Ibunya melepaskan pelukannya pada Flavie lalu menatap Levine dengan tawa kecilnya.

"Sudah kukatakan, kau hanya perlu melihat. Apapun akan Mom lakukan untukmu. Saat ini, bicaralah pada gadismu ini. Kau merindukannya kan?"

"Sangat!" desis Levine.

"Dia milikmu. Kau hanya perlu menjaganya. "

Kalimat itu membuat Levine berdesir. Dia menatap gadis itu.

"Kau milikku," gumam Levine tanpa melepaskan tatapannya. Sedang Flavie tidak bisa menyahutinya selain membiarkan Levine menarik dirinya dalam dekapan eratnya. Bahasa tubuhnya menjawab segalanya ketika pada akhirnya Flavie menyurukkan kepalanya di dada Levine.

"Kalau bukan karena novelmu ini, mungkin aku tidak akan pernah mengenalmu. Mungkin aku masih sendiri. Dan mungkin bebanku masih membelengguku. Terimakasih, Nona Flavie," gumam Levine di puncak kepala gadis itu.

***

End

14 juni 2017
S Andi

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: #chicklit