BAB VIII - 2

"Otniel, kita dapat barangnya!!!" teriak Komang saat menerobos pintu Wisma Macan III bersama Raihan. Di kepalan tangannya, dia menggenggam dasi abu-abu kotor penuh corak karat.

Namun, aku tidak sempat membalas, karena Gaharu berhasil mengayunkan pukulan kedua kepada bahuku.

Aku pun tidak kuat lagi untuk menanggung pukulan selanjutnya. Dengan itu, aku bergegas untuk menendang Gaharu pada perutnya.

Dia terbungkuk dan aku bergegas mengangkat dia di atas bahuku.

"KALIAN SUDAH DAPAT GARAMNYA!" sahutku sambil menahan Gaharu yang meronta di atas pundakku.

Wajah Komang seketika menjadi pucat kembali. "Kami lupa!"

Tiba-tiba di belakang Komang, seorang guru memasuki koridor wisma kami. "Nak, aku sudah cukup bersabar dengan tingkah kalian. Sekarang hentikan ini semua dan kembalikan barang yang TELAH KALIAN AMBIL!!!"

Ditengah semua kekacauan ini, Gaharu yang meronta di pundakku, Komang dan Raihan yang menghadapi sang guru dan kroni kedua Gaharu di koridor, insiden baru terjadi. Lampu-lampu wisma kami berkedip terang secara tiba-tiba, saling bergilir bagaikan gerbong kereta yang mengelilingi ruangan.

Kami tidak melihat adanya angin kencang yang berhembus di luar wisma, tetapi kami merasakan adanya tiupan keras yang mengelilingi wisma kami, dari kamar, ke kamar, dan ke kamar. Jendela-jendela bertepuk keras. Dan, warga wismaku ketakutan.

Aku pun merasakan rasa takut merangkak dari kakiku hingga ke tulang punggung. Tetapi, rasa amarahku tidak membiarkan rasa takut itu menggoyahkan genggamanku terhadap Gaharu.

Aku pun bisa merasakan Gaharu merasa takut dari rontaannya yang mulai melengah.

Seketika...

Drap!! Drapp!!! Drapp!!!

Semua pintu dan jendela tertutup rapat.

Aku bisa mendengar warga wismaku mencoba membuka jendela mereka masing-masing. Terdengar di udara seruan mereka mempertanyakan dengan penuh ketakutan, "Jendelanya kenapa ini woi!! Kenapa kaga bisa dibuka?!!! Kamar lu bisa kaga?!! KAGA JUGA!"

Namun, kejadian aneh ini belum usai. Telinga kami perlahan mendengar dengungan yang perlahan mengiris telinga kami.

Aku tidak tahan lagi akan suara itu, dengan segera aku menghempaskan Gaharu hingga menghantam atap Wisma Macan III. Lalu, aku menutup telingaku.

Dengungan itu begitu menyakitkan hingga kami semua terlutut.

Lalu –

DUARRRRR!!!!

Wisma kami kembali diterangi oleh lampu neon putih redup. Namun, penerangan ini lebih redup dari biasanya, seakan wisma ini benar-benar dicahayai oleh rembulan.

Dari tempat aku berlutut, aku melihat Komang berdiri menunduk menghadap lantai. Di bawah kakinya, sebuah jejak karbon hitam terbentuk.

Aku mengangkat kaki, mengambil langkah. "Komang?"

"Maaf Otniel. Aku tak pinjam tubuh teman kon dulu," ucap mulut Komang. Tetapi..., itu bukan Komang.

Matanya menyala neon biru. Pergerakannya kaku.

"Sekarang," ucapnya menghadap kepada Pak Jupri yang berdiri di belakangnya. "Aku ndak mau bapak menghalang-halangi saya. Mohon tunggu di sana."

Seketika..., entitas di dalam Komang mengangkat lengannya. Sebuah tenaga terpancar dari lengan itu dan menghempaskan Pak Jupri dan menempelkannya pada dinding.

Kemudian, ia menghadapku. "Aku berterima kasih atas upaya kon nyarikan keadilan bagiku. Tetapi, kenapa kon menghianatiku dengan menyusun rencana ini. Rencana untuk memutuskan hubunganku dengan dunia?"

"Kau salah kawan," balasku. "Aku tidak melakukannya untuk mencari keadilan untuk kau.

"Aku melakukannya agar kau tidak menguras kesehatan kawanku."

Tiba-tiba wajahnya berubah. Wajah yang penuh terima kasih dan penasaran, berubah menjadi wajah yang sedih penuh kekecewaan.

"Baiklah...," balas dia. "Jika begitu, aku akan mulai dengan membalaskan semua rasa sakit yang telah aku alami kepada orang bajingan yang terbaring di hadapanmu.

"Dan jika kon menghalangiku, aku akan melawan kon juga."

Aku mengambil langkah. Tetapi sebelum aku bisa menghadangnya, dia melesat hingga berada di hadapan Gaharu. Dia terlihat seperti teleportasi dari tempat ia berdiri hingga ke hadapanku.

Dalam hitungan detik ia menendang Gaharu menggunakan kaki Komang. Aku pun menjadi bantalan bagi Gaharu saat menghantam pintu wisma kami.

Dari tempat aku terhempas, aku memandang Raihan bergegas untuk mengambil dasi yang masih di genggam Komang.

"Kon tidak akan mengambil ini!" tegur entitas di dalam Komang seiring dia mengangkat tangan.

"Dia akan mengambilnya bos!!!" teriakku seiring aku bergegas ke tempat Komang berdiri. Tangan dia dialihkan kepadaku agar aku terhempas. Raihan pun berhasil mengambil dasi itu.

"Kembali!" teriaknya.

"BACOT!" potong Gaharu. "Mengapa semua ga ada di dalam kendali gua!!!??? Mengapa LO berani kembali ke sini HAHH!!

"LO MATI TU SALAH LO!!!! BUKAN SALAH GUA!!!

"KALO LO GA MAU BALIK KE DALAM TANAH, GUA YANG BAKAL BALIKIN LO BARENG SAMA KRONI CURUT PARIT ITU!!!

"PAULIANTO!!!!" bentak Gaharu bergegas untuk melontarkan hantaman kepada entitas di dalam Komang.

Paulianto.

Namun, aku tidak akan membiarkan tubuh kawan baruku terluka. Dari belakang aku melontarkan badanku kepada Gaharu, menghentikan tubuhnya dengan menghantam keramik lantai.

Dia pun menyikutku lepas. Kemudian, dia melanjutkan langkahnya untuk menghantam Paulianto.

Tetapi, Paulianto menghentikan Gaharu denan kuasanya, menghempaskan Gaharu kepada lemari pakaian salah satu warga wismaku.

Dan sebelum Gaharu bisa menyentuh lantai, dia kembali bergerak gesit ke tempat Gaharu melayang. Dia melepaskan satu uppercut kepada rusuk Gaharu, menerbangkan dia kepada langit-langit wisma.

Saat Gaharu kembali turun, sebuah pukulan lurus dilontarkan kepada ulu hati Gaharu. Darah mulai mengalir dari celah-celah giginya.

Aku yang melihat ini menyadari, Paulianto sekarang fokus membalaskan rasa sakitnya kepada Gaharu.

Aku pun bergegas melalui dia, ke arah Raihan yang sedang merogoh-rogoh kolong kasur setiap warga wisma.

"Kau menemukan garamnya kah?" bisikku halus. "Aku tidak tahu berapa lama pudding-Paulianto di dalam Komang akan fokus dengan Gaharu, tapi aku yakin tidak lama."

"Masih nyari," balasnya sedikit panik.

Ini pertama kalinya aku melihat Raihan menunjukkan wajah kesal dan takut. Sepertinya insiden ini jauh di luar perhitungan dia, sehingga dia terpaksa untuk menyesuaikan.

Seperti aku juga.

Aku membantu Raihan untuk memindai kamar yang kami tempati.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top