BAB VIII - 1
"Gimana? Udah dapat lo barang-barangnya dari Si Kadal?" sahut Gaharu kepada salah satu kroninya.
Dia mengangkat dua slop rokok tanpa mengeluarkan sepatah kata.
"Bagus. Lo memang temen yang kaga pernah mengecewakan," balas Gaharu seiring dia melompat dari atas kasurnya.
Dia hanya tersenyum semu.
"Jadi, gimana sekarang?" tanya kroni pertama Gaharu yang menyandarkan diri di meja belajar.
"Sekarang gua perlu lo sembunyikan ni barang di tempat yang aman, tapi deket ama wisma tu curut parit.
"Kita bakal lanjut kegiatan seperti biasa. Lu ama si pendiam ini belajar malam. Gua lanjut menjadi panitia.
"Paham?"
"Paham."
Gaharu pun melanjutkan mempersiapkan perlengkapan belajar yang ia perlukan. "Hari ini jadi malam terakhir lu anjing!" gumamnya.
***
Komang dan Raihan berlari di bawah rembulan tengah malam.
Derapan kaki mereka terdengar basah saat menapak.
"Kita harus bergegegas!" sahut Komang.
"Dan, sepertinya kita mendapatkan pengekor Raihan!" lanjutnya saat menyadari Bapak Jupri ikut berlari mengejar mereka berdua.
***
Aku berupaya keras untuk menutup mata. Namun, rasa perih dari memar-memar pada tubuhku menjagaku terbangun.
Saat aku menghadap satu sisi, rasa perih dari hidungku memaksaku untuk mencari posisi lain.
Saat aku terlentang menghadap langit-langit, memar pada pipi kiriku menekan tengkorakku. Membangunkan aku dengan rasa yang tidak nyaman.
"Aku ingin tidur."
Tetapi, aku tidak bisa. Karena selain rasa sakit, ada rasa lain yang menghantui benakku. Aku tidak bisa tenang karena membayangkan apa yang sedang dilakukan oleh Komang dan Raihan.
"Aku harus yakin pada mereka. Sekarang mending aku tidur."
Kraaa...,kk.
"Apa itu?"
"Sshhh..., lu jangan berisik ah!" tegur seseorang dengan berbisik dari kejauhan.
Aku menutup mata, berusaha mengkonsentrasikan telingaku untuk mendengarkan siapa yang baru saja memasuki wismaku.
"Elo yakin ini aman Har?" ucap salah seorang dengan ragu. "Gimana kalo gua kena. Elo bakal bantu kan?"
"Lu ya! Lu kaga percaya ama gua? Ama kebijakan gua?"
"Sori Har. Maaf gue udah meragukan elo."
"Udah. Mending lu cari dah kamar Si Curut Parit itu dan selipin ini."
Dari kasurku sudah terdengar jelas, "Gaharu."
Aku berbaring menghadap kepada kedua meja belajar di kamarku. Perlengkapanku terbaring lengkap di atas meja. Tas tergantung pada sandaran kursi. Jaket terbaring lemas di atas meja belajar.
Kemudian...
Dua orang masuk ke dalam kamarku.
Jelas Gaharu memilih untuk mengawasi dari luar. Dia menyuruh salah satu kroninya untuk memasukkan dua kotak besar berisikan rokok merah putih ke dalam tasku.
Namun, kroni dia kebingungan mencari yang manakah tasku. Dia menghadap kepada Gaharu memohon untuk memberikan sebuah petunjuk.
Gaharu pun kesal dan memasuki kamarku.
Dengan kasar dia menunjuk kepada tasku yang tergantung lemah pada sandaran kursi belajar.
"Lu kok goblok sih!" tegurnya sambil menghantam kroninya.
Aku perlahan mengambil posisi di belakang mereka. Kakiku terkokang dengan badan tegap. Aku menghembuskan nafas sepelan mungkin untuk mempersiapkan diri.
Saat aku siap..., "Pastikan tasku tertutup rapih ya bang."
Mereka menghadapku.
Whhooossshh... BRAK!!!
BUGH!
Aku menghempaskan tubuhku dengan kedua lengan terbuka, merangkul kepala mereka berdua kepada permukaan meja belajar.
Namun, seiring aku bergerak ke dalam, Gaharu mendapat kesempatan untuk menghantamku di rusuk. Trayektoriku terganggu dan aku menghantam kursi belajar yang dekat dengan jendela kamarku.
Suara interaksi kami begitu keras hingga rekan-rekan wismaku terbangun. Walau aku menutup mata menelan rasa sakit, telingaku dapat mendengar sungut-sungut mereka, "Apa yang terjadi woi!? Suara apa tuh!?"
"Anjing lu ya CURUT PARIT! Kenapa lu kaga pasrah aja sih anjing!"
Aku hanya diam menghadapnya dengan tegas. Aku tidak akan patah semangat hanya karena gertakan belaka.
"Lu! Hantam dia!" perintah Gaharu kepada kroninya yang masih berupaya payah untuk mengangkat badannya berdiri.
Aku tidak membuang-buang waktu. Aku menendang lengan dia yang lengah.
Kemudian, aku bergegas untuk menjepit badannya menggunakan kursi belajar rekan kamarku, mengunci dia di bawah meja belajar.
Aku bergegas berdiri dan menghadap Gaharu untuk mendesak dia. "Jadi, apakah abang akan mengambil barang-barang ini?"
"Apa maksud lu? HAH! LU NUDUH GUA NANAM BARANG DI TAS LU!!!" balasnya menyangkal apa yang baru saja aku saksikan.
"KAMI SEDANG MELAKUKAN INSPEKSI DI SINI! DAN LU KETAHUAN NYELUNDUPIN DUA SELOP ROKOK DI TASMU!!" bentak dia kepada seluruh ruangan Wisma Macan III, memastikan rekan-rekan wismaku mendengar.
Aku hanya bisa menatap kesal dan berpikir, "Sumpah, kecil sekali abang satu ini."
Dia pun bergegas untuk mengambil dua selop dari dalam tasku. Kemudian, dia mengangkatnya tinggi di udara agar seluruh wisma melihatnya.
"Lihat ini!" teriak dia kepada seluruh warga Wisma Macan III yang mengintip dari celah-celah kamar mereka. "Ada anggota angkatan kalian yang senekat ini. Kalian belum selesai orientasi loh. Tetapi, kawan kalian sudah melanggar. Inikah jati diri kalian?! CUMA MENGGUNAKAN NAMA SMA ABDI NEGERI DAN MENCAMPAKAN NILAI-NILAI YANG KAMI SEBAGAI PANITIA AJARKAN?!!"
Aku hanya bisa tertawa geli, namun amarahku masih memancar dari wajah. "Ini pertama kali aku melihat orang sekecil abang, hehehahaaha!!! Sumpah lucu kali!
"Kau marah karena merasa digurui, takut salah, dan akhirnya marah. Sampai kau pun harus mendatangi orang itu.
"Kau takut rahasiamu terbongkar, maka kau memilih untuk menggunakan kekerasan untuk membungkam orang.
"Kau merasa terhina ketika 'kebijakan' kau dilangkahi, padahal kau pun tidak bijak dari awal –"
"BACOT! NI TAKTIK LU BUAT NGALIHKAN PERHATIAN DOANG!"
"Oke..., adakah bukti kalau aku yang punya barang itu?"
"Kan ini dalam tas lu!"
"Adakah jejak jariku di situ?"
"JANGAN SOTOY LU ANJING!!"
"Kenapa? Ga berani untuk kita bawa tes sidik jari? Kalaupun aku dikeluarkan, aku tidak kehilangan apapun bang?" ejekku untuk memanaskan dia.
"BUKANNYA LU UDAH DIARAHIN AMA DUA TUA BUSUK ITU YA?"
"Ya, 'Kalau aku meneruskan investigasi', bukan 'Kalau aku melawan kau' ba –!"
BBUUGGH!!!
Kalimatku terpotong oleh pukulan Gaharu kepada tulang pipiku. Darah yang mengepul dibalik kulitku yang memar, kembali bocor ke luar.
Aku hanya menatap dengan senyuman berhias darah pada gigi.
Gaharu melihatnya sebagai sebuah hinaan dan mengokang lengannya yang menggenggam sua selop rokok tersebut. Dia mengayunkannya kepada wajahku. Namun –
Braakk!!!
Vote, Komen, & Share. Thanks!!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top