9. Domino
Note :
Hallo gaes, gak terasa udah part 9. Oh iya terima kasih sudah mengikuti cerita ini. Bagi yang memberi vote kudoakan seboga lancar rezeki. Oh iya, bahasa jawanya kuterjemahkan seadanya langsung ya. Bukan lewat catatan kaki. Soalnya aq males scrol-scrol ke bawah wkwkwkw. Terima kasih.
Sam mengambil rokok murah dari bungkusnya dan menyalakan api dengan pemantik harga seribu. Belum seharusnya merokok, Sam justru sudah merokok sejak SMP. Kali ini dia berdecis karena rokok murahnya rasanya tidak enak.
"Ini rokok apa cuma daun kering aja yang dibakar?" ucapnya seraya memandangi rokok yang dia selipkan antara jari tengah dan telunjuknya. Karena harga rokok yang melambung tinggi, Sam bukannya berhenti. Dia justru mengakalinya dengan membeli rokok murah. Dari pada tidak merokok pikirnya.
Setelah mengumpati rokok tidak enaknya, kini mata Sam tertuju pada batu domino yang disusun lawan bermainnya. Selain dirinya, ada tiga orang pria berusia dua puluhan yang kini berkonsentrasi memilih menyusun titik angka batu domino.
Klotak .... Klotak.
Bunyi batu domino mendominasi suasana warung yang terbuat dari papan tersebut. Empat orang termasuk Sam memikirkan sambungan titik domino berdasarkan angka. Sam memilih batu domino titik enam dan enam. Dia meletakkan di titik domino yang berangka sama. Lalu habis, batu domino miliknya habis. Sam mengembuskan asap rokok mematikan rokoknya di asbak yang ada di sebelah kirinya.
"Kowe nggak belajar, Sam?" tanya salah satu pemain domino yang bernama Wahyu.
(Kamu nggak belajar, Sam)
"Anak sekarang jam segini bukannya belajar malah main domino," celetuk pria lainnya dengan wajah konsentrasi pada batu domino yang tersisa
"Lha iki kan belajar, belajar matematik iki loh. Menghitung angka domino, judule," jawab Sam asal.
(Ini kan belajar, belajar matematik ini loh. Menghitung angka domino judulnya)
"Ngitunng ngono kok dibiliang belajar, toh Sam. Lha anak TK ya bisa toh ngitung titik-titik domino," sambung Wahyu.
(Menghitung seperti itu kok dibilang belajar, sih Sam. Anak TK bisa kok menghitung titik-titik domino)
"Ha ha ha ha." semua pemain domino tertawa setelah mendengar ucapan Wahyu.
"Lha bukti ne, dari tadi sampeyan kalah terus, berarti matematika ne sampeyan seng gagal," celetuk Sam setelah dia mengembuskan asap rokok baru dari mulutnya.
(Lha buktinya anda kalah terus. Berarti matematika anda yang gagal)
Derai tawa mereka terdengar kembali. Para pemain domino itu tertawa setelah mendengar candaan rekan-rekannya. Mereka menyudutkan Sam yang terlihat lebih sering bermain daripada belajar.
Setelah saling ejek, terdengar suara pengacakan batu domino pertanda permainan dilanjutkan. Namun, Sam memilih menonton saja, sebab dia sudah dua kali menang domino dan ditraktir minuman dingin oleh pemain yang kalah.
"Aku nggak main, Mas. Aku bosen, lanjut ae," tukasnya sebelum menyalakan rokok kedua yang dijepit oleh bibirnya.
Sam menggeser tubuhnya ke kiri dari duduk di atas bangku panjang. Pemain baru yang akan menggantikan dirinya bermain domino sudah datang. Sam hanya tersenyum ramah setelah pemain itu menyapanya.
Beberapa menit kemudian, angin semilir mendadak datang menggoyangkan ranting-ranting pohon. Suasana mendadak sejuk dan segalanya menjadi tenang dan menyisakan suara langkah kaki seseorang yang beralaskan sendal kulit.
Seperti sudah terbiasa jika pria itu berjalan di sekitarnya akan berembus angin sepoi-sepoi. Sementara bunyi daun-daun yg ditiup angin seolah memberikan sebuah sambutan pada pria itu. Pria yang misterius dan dekat dengan hal-hal supranatural. Namanya Ari Rahmat Sukoco.
Sam menoleh dan melempar senyum pada pria yang mendatanginya di penjara dan memberikan nasehat padanya. Sam dan warga sudah terbiasa dengan kedatangan Ari yang selalu membuat bulu kuduk merinding. Meski Ari dikenal pria yang lemah lembut, berwajah teduh dan ramah. Namun tetap saja semua warga langsung paham dengan aura supranaturalnya.
Rambutnya gondrong hampir menyentuh bahu. Meski usianya akhir dua puluhan, rambut ari terlihat sudah penuh uban. Wajah muda dan belum tampak tua ditambah dengan uban yang penuh justru makin menambah aura supranatural dan mistiknya.
Rambut beruban Ari memunculkan anggapan bahwa Ari adalah titisan Mbah Jiwo. Dukun kampung yang disegani karena telah melawan kompeni dengan tenungnya. Namun, Sam, tetap beranggapan kalau uban itu adalah faktor genetik bawaan. Sam menganggap seperti itu setelah belajar IPA di SMP.
Sam menggeser tubunnya untuk memberi spasi untuk Ari duduk di sebelahnya. Jika semua orang takut melihat Ari, tetapi Sam tidak. Sebab kabar yang Sam dengar, Ari kecil memang menanti kelahiran Sam yang dia sebut sebagai Gandrung.
Dulu saat kelahiran Sam, Ari dianggap mengada-ngada. Sekampung juga tak paham ucapan Ari. Ada yang biasa saja, ada yang menanggapi serius, bahkan ada yang menganggap Ari yg saat itu masih SMP sebagai bocah stres karena menyebut Sam sebagai Gandrung, entah apa maksud Gandrung karena nama itu terdengar aneh.
"Mas Ari."
"Mas."
"Mas."
Semua pemain domino tampak hormat, lebih tepatnya takut saat Ari duduk di sebelah remaja yang sering dia sebut sebagai Gandrung. Remaja yang kadang-kadang dia panggil Gandrung itu merasa kalau Ari menatapnya heran karena dirinya justru bermain domino daripada harus belajar.
"Kowe nggak belajar?" tanya Ari serius. Meski Ari dianggap lelaki supranatural, tetapi tetap saja pertanyaan untuk seorang siswa adalah mengapa tidak belajar?
"Sampun, Mas. Aku belajar domino," jawab Sam asal dan menggaruk belakang kepalanya.
"Kowe jangan begitu Sam. Masa depanmu penting daripada sekedar duduk buang waktu di sini," protesnya.
"Pelajaran enggak ada yang masuk sedikitpun di kepalaku, Mas," lanjut Sam.
"Setidaknya kamu harus membaca atau mengerjakan PR," nasehatnya.
Sam menaikkan alisnya ke atas hingga matanya terlihat membesar. "Nggak ada PR, Mas," jawabnya singkat.
"Sekolah kok enggak ada PR. Zamanku dulu setiap hari ada PR. Jadi, jarang yang namanya anak sekolah di warung main domino," semprotnya.
Pemain domino menoleh dan menatap Ari. Orang yang berpenampilan seperti dukun itu ucapannya benar. Sebab, dua dari empat pemain domino adalah pengangguran yang ketika sekolah sering malas-malasan.
Tak lama, setelah obrolan basa-basi pemain domino melanjutkan permainannya. Sementara Sam melanjutkan obrolannya dengan Ari. Sam sedikit-sedikit menggaruk kepalanya setiap Ari bertanya soal sekolah, sebab Ari tak ingin Sam berhenti sekolah seperti beberapa pemuda di kampungnya. Tiap nasehat Ari soal sekolah selalu dibalas Sam senyum cengengegsan dan menggaruk-garuk kepala.
Obrolan sekolah itu tak lama berpindah menjadi obrolan seorang wanita yang mengantar Sam keluar dari penjara. Wanita yang mengantar Sam saat itu memang cantik. Hidungnya mancung, rambutnya panjang lurus. Beberapa pemuda menanyakan siapa wanita itu? Namun Sam dengan sombong hanya mengatakan, "ada deh."
"Sopo wong wedok wingi?" tanya Ari penasaran.
(Siapa wanita kemarin)
Pertanyaan Ari membuat para pemain domino menjeda permainannya. Mendadak hening tak terdengar suara batu domino menghentak-hentak meja kayu. Bersama-sama mereka menyimak obrolan antara Ari dan Sam. Hanya memenuhi rasa penasaran mereka terhadap wanita berseragam pemda yang mengantar Sam pulang setelah dikurung dua hari dalam penjara.
"Aku nggak tau namanya, aku manggilnya Tante," ucap sam polos seraya memutar-mutar rokoknya.
"Cangkemmu, Sam Sam. Ayu ngono kok diceluk Tante." ucap salah satu pemain domino.
(Mulutmu, Sam. Cantik begitu kok dipanggil Tante)
Sam tak menaggapi, remaja itu menaikkan alisnya sambil memajukan bibirnya dan mengangkat bahunya. "Cewek berumur iku, Mas. Saru kalau tak panggil Mbak."
"Gendaan anyar mu, tah," celetuk pemain lainnya.
(Selingkuhan barumu?)
"Sengaja nyari cem-ceman cewek berumur biar aman rokoknya," sela lainnya sebelum mereka tertawa bersama.
Sam menggaruk rambutnya dia tersenyum. "Aman opone, Mas. Iki daun kering sing tak hisap," candanya sambil menunjukkan rokok murahnya.
Mereka tertawa bersama kecuali Ari yang hanya menaggapi dengan senyuman tipis. Lalu pria itu menepuk pelan bahu Sam. "Seng tenan, ta? Moso kowe nggak ero jenenge?" selidik Ari.
(Yang benar saja? Masa kamu enggak tau namanya?)
"Sumpah, Mas. Kemarin kutanyai namanya pas ngantar ke mobilnya. Eh, dia malah cemberut dan ngegas mobilnya," cerita Sam. "Pas nyampe rumah, lali aku mau nanya lagi."
"Sampai nama nggak tau, berarti kamu nggak perhatian tho, Sam. Yo wes, kenalin kene ke bang Wahyu. Aku janji setia," timpal Wahyu sebelum meletakkan batu domino.
"Ogah, Mas," timpal Sam cemberut.
Ari menepuk pelan pundak Sam dan mengangguk. "Kalau kamu enggak mau, aku siap nampung. Meski kamu manggilnya Tante, biarkan aku manggil Dinda," papar Ari.
Sam menoleh dan melotot. "Ya jangan, toh. Kan aku yang kenal duluan," protes Sam.
Ari Rahmat Sukoco
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top