8. Berbeda Orang
Suasana romantis terbangun syahdu di Aura Cafe. Aura Kafe adalah salah satu kafe mewah di kabupaten Dharmawangsa. Kafe dibangun dengan gaya vintage dengan unsur modern yang memuat warna-warna hangat. Warna hangat ini sengaja dipilih pemiliknya untuk membangun suasana hangat pengunjung. Sebab, pengunjung kafe ini bukan hanya orang-orang yang berkencan saja, tetapi pengunjung yang membawa keluarga juga akan ikut terbawa suasana hangat kafe ini.
Sambil menghibur dirinya karena mendapati kenyataan Sam adalah remaja di bawah umur, Nic menerima ajakan makan malam Arga. Wanita normal jika diajak Arga kencan pasti tidak akan menolak. Namun, Nic sebenarnya sudah dua kali menolak ajakan Arga. Dia cukup lama menyendiri dan tidak memikirkan pria, tetapi Sam justru datang dengan kenyataan yang menyakitkan. Kenyataan yang cukup menohok dirinya hingga Arga yang berada di depannya hampi-hampir tidak dia pedulikan.
Sejak menjemput Nic di kediamannya, Arga tak henti-hentinya mencuri-curi pandang menikmati kecantikan wajah Nic. Hal ini sama seperti yang Nic lakukan pada Sam. Saat bertemu Sam beberapa hari yang lalu, Nic memang tak henti-hentinya menikmati setiap inci wajah tampan Sam. Nic tak bisa melakukah hal seperti itu pada Arga, karena wanita itu belum memiliki rasa spesial seperti yang dia rasakan pada Sam meski baru sekali bertemu.
"Nic ...," sapa Arga lembut.
Nic tak menyahut panggilan Arga, Wanita itu masih tertunduk dengan meremas-remas tangannya. Tatapan matanya kosong, dan tentu saja pikirannya masih pada remaja tampan yang berusia belia itu.
"Nic," pangil Arga sekali lagi dengan tanpa menyerah.
"Eh, iya maaf. Gimana?" tanya Nic mencoba konsentrasi.
Sebenarnya, Arga adalah pria dewasa yang tak kalah tampan dibanding Sam. Berbeda dengan dengan Sam yang usianya masih belia, Arga berusia tiga puluh dua tahun dengan pangkat golongan yang sudah tinggi di instansi.
Arga adalah teman sekantor Nic. Nic sebagai kurator dan kepala bagian pemeliharaan aset kuno yang dilindungi pemerintah. Sementara Arga, dia adalah kepala staf tata usaha di balai konservasi cagar budaya itu. Meski Arga adalah seorang pegawai negeri, tetapi keluarga Arga adalah salah satu dari orang-orang berpengaruh di kabupaten ini. Dari berita yang beredar, keluarga Arga memiliki tanah yang membentang luas ditanami sawit dan karet.
Dari segi usia, tentu saja Arga lebih cocok dengannya dibanding Sam yang masih ingusan dan bau kencur. Arga tentu sudah matang dan siap membina rumah tangga. Hanya saja, Nic merasa belum yakin dengan teman yang sudah lama dia kenalnya ini.
Nic sudah lama merasa jika Arga menyimpan rasa padanya. Sepertinya, yang sering meletakkan bunga mawar di meja wanita itu adalah Arga. Arga sering datang dan membantu pekerjaan Nic, padahal pekerjaan Arga di tata usaha tentu saja banyak. Menjrut gosip yang beredar, Arga juga sering curhat dengan bapak-bapak di kantor. Ada beberapa bapak-bapak yang keceplosan dan menyampaikan dalam gurauan kalau Arga menyukai Nic. Nic hanya membalasnya dengan tersenyum dan mengucapkan terima kasih.
Saat itu, Nic bukan bermaksud untuk memilih-milik pria, tetapi wanita itu merasa belum ingin menjalin hubungan setelah hubungannya dengan anggota DPRD Kabupaten kandas karena alasan sibuk. Alasan yang sangat tidak masuk akal, mengingat sekarang pria itu sudah menikah dengan wanita pilihan orang tuanya.
"Bersulang," ucap Arga sambil mengangkat gelas coctail yang berisi softdrink.
Nic mengangkat gelasnya dan menabrakkan pelan ke gelas Arga.
"Kamu cantik, kalau kulihat kamu selalu cantik tidak pernah kurang," puji Arga dengan mata yang tak ingin lepas dari wajah Nic.
Tampaknya Arga terpesona dengan penampilan wanita yang disukainya itu. Nic mengenakan dress formal berlengan panjang berwarna merah. Lipstik berwarna merah turut membuatnya terlihat makin menyala. Terlihat dari mata Arga yang memang telah mabuk karena penampilan Nic.
"Kayaknya kamu orangnya tertutup, ya? Selama kita berteman aku enggak banyak tahu tentang kamu. Kamu juga terlihat enggak banyak teman," papar Arga.
Nic mengangguk dan tersenyum lembut. Wanita muda itu menyeruput minumannya. "Aku sering enggak nyambung kalau ngobrol sama orang. Jadi aku mutusin untuk jadi pendengar aja."
"Waw, kalau memang begitu berarti pertemuan kita kali ini rasanya seperti hal yang keren. Makasih, ya," timpal Arga.
"Sama-sama," jawab Nic ramah.
Arga tersenyum menanggapi ucapan Nic. Dari kacamata wabita lain tentu saja Arga adalah pria yang tampan dan mapan. Ditambah dengan postur tubuh yang tinggi, kulit yang putih rambuh hitam lurus. Namun tetap saja selama beberapa bulan berteman baik, getaran dalam dada tidak sekeras getaran saat bersama remaja enam belas tahun yang bernama Sam.
Sudah mencoba menikmati makan malam dengan pria lain yang mapan. Entah mengapa pikiran Nic kembali kepada Sam. Sejak pertemuan di kantor polisi itu, Sam seolah menguasai pikiran dan perasaan Nic. Makin berusaha melupakan Sam, Nic justru teringat wajah tampan Sam. Kulit eksotisnya justru membuat imannya tidak kuat.
Sedang apa dia?
Sampai sekarang aku bahkan belum pernah bertemu Sam. Hanya bertemu saat mimpi di bathtub kemarin.
"Nic?" panggil Arga lembut.
"Eh, iya? Maaf?"
"Aduh, kamu ngelamun? Apa ngantuk?" tanya Arga.
"Oh, enggak apa-apa. Jadi gimana? Aku memang udah ada rencana untuk penelitian lanjutan. Kebetulan kemarin aku udah baca laporan dan temuan profesor Purwacaraka. Sepertinya, kerajaan yang akan kuteliti ini ada kaitannya dengan Hastinapura," cerita Nic.
Arga terbelalak senang. Matanya berbinar. "Waw, benar-benar sebuah temuan baru. Benar, kan?"
"Hem, tampaknya memang nusantara dahulunya bersatu. Pancapura sepertinya berhubungan baik dengan Hastinapura," cerita Nic.
Arga mengangguk. Wajahnya terlihat sedikit bosan. Jelas saja, pria itu adalah sarjana ekonomi yang mungkin akan bosan jika diajak ngobrol tentang benda-benda kuno peninggalan pancapura. Tampaknya demi wanita yang dia taksir dia berusaha menikmati cerita Nic. Dalam artian, Arga berusaha mendukung semua yang dilakukan Nic.
"Jadi kapan eskavasinya dimulai?" tanya Arga mengalihkan pembicaraan.
"Mungkin satu atau dua minggu lagi setelah laporan temuan dan laporan benda-benda kuno terselesaikan olehku," jawab Nic setelah menyeruput minuman.
"Kudengar kamu mau eskavasi di titik tertentu di bantaran sungai?"
"Iya, mungkin kumulai di sekitar jembatan. Anggapanku kalau sungai adalah pusat masyarat beraktivitas. Sungai juga sumber air," tukas Nic bersemangat.
Arga tersenyum simpul. Pria itu mengeluarkan ponselnya dan membuka galeri sebelum akhirnya dia perlihatkan pada Nic foto sebuah dokumen.
"Apa ini?" tanya Nic.
"Lihat aja. Kurasa dokumen ini berguna buat kamu," jawab Arga.
Nic mencoba melihat foto itu di ponsel milik Arga. Dia merasa ini sebuah kejutan, Arga sengaja membeli tanah untuk proses eskavasi dan observasi situs yang diduga kerajaan Pancapura. Benar-benar suatu kehormatan jika tanah itu milik Arga. Nic tidak perlu bersusah payah untuk membuat surat izin eskavasi. Sementara untuk menggali tanah dengan kedalaman yang cukup jauh, tentu Arga tidak keberatan.
"Gimana bisa gini, Ga?" Nic tersenyum. "By the way makasih, ya."
"Hem, beberapa hari yang lalu waktu aku ngurus perizinan. Ternyata, pemilik tanah di bantaran sungai itu tidak mengizinkan karena katanya mau ditanami sayur. Ya sudah, aku nego saja. Ternyata mereka mau. Kamu bisa pakai sampai eskavasi selesai," cerita Arga.
"Oh, baik lah. Jadi aku sama tim langsung aja ke sana?" tanya Nic dengan wajah berseri.
"Boleh, em ..., sesekali aku juga ingin ke sana. Sekedar ngelihat gimana arkeolog Nicole bekerja," jawab Arga tersipu.
"Tentu saja boleh. Nanti bakalan kamu juga yang ngetik perizinan dan peralatan yang dibutuhkan."
"Siap, pasti Bu Arkeolog," sambungnya dengan wajah senang.
Arga Prawira
Nicole saat ngobrol dengan Arga
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top