24. Pulang



Hai Gaes....
Mohon maaf part ini agak panjang dari biasanya. Terima kasih udah ngikutin. Makasih bintang-bintangnya.... Jangan lupa kritik saran dan ide buat lanjutin cerita.

Amel masih mengikuti remaja yang berusia enam belas tahun itu. Hingga sampai di tenda, wanita muda itu penasaran dengan ucapan Sam yang mengatakan Arga seolah naksir Nicole. Pada kenyataan yang dia dengar di warung kelapa muda setidaknya mengarah pada kenyataan itu.

Hampir sampai di tenda, suara Amel menghentikan langkahnya. "Dek Sam!"

Sam menaikkan dagunya senjenak sebagai jawaban panggilan dari Amel.

"Di kedai kelapa muda tadi Arga bilang gitu, ya?" tanya Amel penasaran.

"Bilang apa, Tante?" tanya Sam pura-pura tidak tahu.

"Bilang kalau dia suka sama Nicole, iya?"

"Enggak, Om itu gak bilang apa-apa," tukasnya.

"Dia pasti cerita sama kamu, kan? Kalian tadi duduk cukup lama di situ," desak Amel.

"Enggak kok, mana mungkin Om itu cerita, kami juga baru kenal,"jawab Sam celingukan mencari Ari. "Acaranya udah selesai kayaknya, Tante. Saya mau pulang dulu."

"Dek Sam!" panggil Amel. Dia tak dihiraukan Sam yang berlari ke arah tamu undangan yang tersisa.

Beberapa jam kemudian, acara telah selesai dan panitia bersiap untuk berkemas-kemas. Panitia acara dibantu oleh petugas kebersihan dan karyawan pemasang tenda yang akan menurunkan tenda.

Sam mendatangi Ari yang mulai berkemas-kemas. Remaja itu merasa bosan dan lelah seharian berada di tempat ini.

"Mas, muleh yuk!" ajak Sam.
(Mas, pulang yuk!")

"Sek, aku berkemas-kemas dulu," ucap Ari sambil mengemasi botol minumnya dan beberapa sisa kertas yang dia pakai untuk menulis.

"Sam," Nicole datang menemui Sam.

"Tante, udah selesai kerjanya?"

Nicole mengangguk dan tersenyum. Wajah Nicole selalu tampak berseri-seri jika Sam perhatikan. Kadang dia berpikir kalau Nicole memang menyukainya. Bukankah jika seorang perempuan selalu tampak bahagia jika berhadapan dengan pria yang disukainya.

Sam membalas senyuman Nicole dan kembali berpikir jika tidak mungkin Nicole jatuh cinta padanya. Dirinya hanya bocah ingusan yang malas belajar, bahkan Nic tahu kalau dia berkelahi dengan temannya. Sangat jauh jika dibandingkan dengan Om Arga yang tampan dan kaya raya.

"Kapan-kapan kita ketemu lagi, ya Sam," ucap Nic.

"Iya, Tante. Tante kan tahu rumah Sam kapan-kapan kalau enggak sibuk ke rumah Sam, ya. Rumah Sam terbuka lebar buat Tante," ucapnya semeringah.

"Boleh, kamu juga boleh ke rumah Saya," ucap Nic.

"Hah, boleh? Wah kapan-kapan Sam mau main, deh. Jangan lupa Share Location, ya," ucap Sam bersemangat.

Nic tersenyum dan mengguki Sam.

"Kalau nginep boleh, nggak?" canda Sam.

Ari yang selesai berkemas langsung menoyor kepala Sam. "Pancene utekmu ngeres Sam," rutuk Ari.
(Dasar otakmu ngeres, Sam.")

"Ih, opo sih Mas ini. Nginep kan belom tentu ngapa-ngapain," kilah Sam.

"Nginap-nginep, kowe kira aku nggak bisa baca isi kepalamu, Sam," sambung Ari dengan wajah sebal. Seketika Ari menatap Nic yang masih tersenyum karen lucu. "Maafin tetangga saya, Mbak. Dia kalau bercanda suka kelewatan."

"He he he, enggak apa-apa, Mas," papar Nic.

Arga datang dengan Amel yang mengekori Arga di belakang. Wajah Arga sedikit berbeda. Keningnya berkerut, bibirnya mengerucut, matanya menyipit. Dia seperti risih dengan Amel.

"Nic, kamu nanti pulang bareng siapa?" tanya Arga dengan suara pelan.

"Kalau aku sih gampang, Ga. Emangnya kenapa?" tanya Nic kembali.

Arga mengembuskan napas. Sementara amel di belakangnya seperti mengalami sakit perut. Wanita itu memegangi perutnya. Sam menatap Amel dan Arga, remaja itu mengerutkan kening heran karena tadi sepertinya Amel baik-baik saja. Bahkan Amel mendesak dirinya karena keceplosan mengatakan Arga menyukai Nic.

Sam memandangi Amel yang merintih seperti pura-pura sakit. Baru menatap sebentar, Amel justru memelototi Sam. Sam menahan tawa dengan senyum kecut dan menggeleng pelan. Lalu remaja itu kembali menyimak dialog Nic dan Arga.

"Aku bawa motor, tadinya mau pulang barengan kamu. Tapi Amel kayaknya sakit perut," tukas Arga.

"Ya udah, kamu anterin aja Amel," lanjut Nic.

"Tapi aku udah niatan awal pulang bareng kamu. Aku juga pake motor jadi aku enggak bisa nganterin Amel," jawab Arga pelan.

Setelahnya, Arga menatap Amel yang sangat berharap bergoncengan dengan Arga. Dari gelagat Arga, Sam berpikir jika Arga sengaja membawa motor supaya bisa bergoncengan dengan Nic. Sam mengerucutkan bibirnya, masih menebak kalau Arga diam-diam menyukai Nic.

"Kamu pulang sama Aditya, ya. Tadi dia udah kupesan. Dia mau, kok," ucap Arga memberikan opsi pada Amel.

Amel menggeleng. "Enggak mau, pokoknya aku maunya sama Mas Arga. "

Dih, Tante Cerewet. Ambil kesempatan pulang bareng putra mahkota.

"Aku udah rencana mau pulang bareng Nic," tegas Arga dengan sopan.

Amel menggeleng, wajahnya cemberut. Perlahan bulir air matanya menetes. Wanita itu menyeka dengan punggung tangannya.

Dih, ya Ampun! Air mata buaya. Tadi dia enggak kenapa-kenapa, kok. Malah memberondongi aku dengan pertanyaan keponya. Lha sekarang malah sakit perut segala. Emang banyak gaya tante-tante satu ini.

"Ga, kamu pulang sama Amel aja deh. Aku khawatir dia malah kenapa-kenapa," ucap Nic diplomatis.

"Tapi, Nic. Kamu nanti gimana?" tanya Arga kembali.

"Kamu enggak usah khawatirin aku. Kalau aku gampang aja sih."

"Tapi, Nic."

"Nggak usah khawatir, Om. Biar saya aja yang anterin tante Nic pulang," sela Sam tiba-tiba.

"Loh, Sam?" protes Ari pelan.

Sam tidak menghiraukan Ari. Remaja itu melangkahkan kakinya agar lebih dekat dengan posisi Arga dan Nic yang tengah berdebat pulang dengan Amel sebagai rintangannya

"Saya siap nganter Tante Nic, Om. Om bisa anterin Tante Cer, em maksudnya Tante Amel ke puskesmas dulu," sambung Sam.

Arga menurunkan bahunya lemas. Pria tampan itu menatap Nic dan Sam bergantian sebelum akhirnya menatap Amel yang masih merintih. Dengan terpaksa Arga berjalan meninggalkan Nic, Sam dan Ari yang masih menatap Arga yang berjalan pelan menuju motor yang dia parkirkan di dalam lokasi Acara.

"Kasian, Om itu. Tante cerewet kayaknya pura-pura sakit dan maksain Om Arga buat nganterin," ucap Sam pelan dengan pandangan yang belum lepas dari Arga yang diekori Amel.

"Sam, kowe serius?" tanya Ari.

"Serius," jawab Sam.

"Kowe nganterin Mbak Nic pulang?" tanya Ari menyeringai.

"Engge, Mas," jawab Sam santai.

"Pancen kowe ini enggak ada perasaan. Lha kowe nganter Mbak Nic, lha aku karo sopo muleh?"

(Dasar kamu ini enggak ada perasaan. Kamu nganter Mbak Nic, lha aku sama siapa pulang)

"Gak tahu aku, Mas," jawab Sam dengan wajah datar dan kepala menggeleng.

"Pancen utekmu ora ono, yo wes, aku mlaku wae," protes Ari.
(Dasar otakmu enggak ada, ya sudah, aku jalan saja)

Nic tersenyum melihat perselisihan Ari dan Sam. Lalu Fanny datang dan sepertinya bersiap-siap pulang.

"Yo ojo mlaku, Mas. Mas naik ojol aja," tawar Sam sambil tertawa.

"Ojol ndasmu," jawab Ari tajam.

"Sudah-sudah, jangan berkelahi. Pokoknya aman aja. Mas pulang sama Sam aja," ucap Nic menengahi.

"Lho, ya jangan lah Tante. Sam udah punya niat baik nganterin Tante," tukas Sam.

"Tadi kamu berangkat sama Mas Ari. Jadi pulang sama Mas Ari juga, Sam," timpal Nic.

"Enggak, sekali Sam buat keputusan enggak bisa diganggu," ucap Sam seraya mengedipkan matanya. Tampaklah dirinya ingin menjahili tetangganya itu.

Nic tertawa karena paham dengan maksud Sam.

"Keputusan ndogmu, Sam," secar Ari.

Sam mengatupkan bibirnya dan memjamkan matanya menahan tawa karena telah mengerjai Ari. "Mas Ari bisa terbang, kok. Dia sakti."

Fanny hanya tersenyum melihat candaan Sam dan Ari. Sejak tadi gadis itu tidak merespon dengan ucapan, dia hanya tersenyum.

"Kak, Kakak pasti masih kangen sama Sam. Kakak pulang sama dia aja, biar aku anterin Mas Ari," bisik Fanny.

"Fan, kamu serius? Sam cuma nyelamatin aku aja dari desakan Arga yang juga didesak Amel," jawab Nic pelan.

"Serius, Kak. Aku paham sama perasaan kakak. Kakak jujur aja, pasti masih kangen sama Sam?"

"Fan ...."

Fanny tertawa pelan dan meremas pelan lengan Nic. "Udah, ajak aja dia ngobrol sepuasnya selama perjalanan. Aku anterin Mas Ari sekalian mampir ke rumah Bude Suharti mau ucapin rasa terima kasihku. Karena Bude Suharti kita bisa kenal sama Ari yang udah nerawang ini semua."

"Waduh, harusnya aku ikut juga sekalian ngucapin makasih," sambung Nic.

"Enggak usah, Kak. Aku ngarep Mas Ari bisa bawa mobil biar aku istirahat juga."

Nic mengangguk setelah mendengar ucapan Fanny. Fanny benar, dia pasti capek setelah acara ini. Jika dia harus menyetir tentu dia akan lebih capek lagi.

"Mas Ari, pulang bareng aku aja. Aku mau ke rumah Bude Suharti," ucap Fanny.

"Wah, gara-gara Sam Mbak Fanny jadi repot," ucap Ari merasa tidak enak.

"Enggak apa-apa, Mas. Mas bisa nyetir, kan?"

"Bisa, Mbak."

"Oke ini kuncinya," tutup Fanny seraya memberikan kunci mobilnya pada Ari.

Ari menerima kunci mobil Fanny dan menoleh pada Sam. "Pancen anakke Sarimin!" (Dasar anaknya Sarimin!)

Sam menanggapi dengan tawa ucapan terakhir Ari sebelum meninggalkan Nic dan dirinya.

"Ayok Tante. Tapi jangan lupa nanti kita singgah di warung nasi Ayam geprek, ya. soalnya Sam lapar lagi."

Nic tertawa pelan dan mengibaskan tangannya. "Oke, deh, Sam," jawab Nic. Nic baru paham mengapa Sam ingin pulang dengannya. Ternyata remaja itu ingin makan lagi.

"Enggak apa-apa kan, Tante. Soalnya Sam enggak berani ngajakin Mas Ari makan ayam geprek, apalagi kalau Sam minta dibayarin," cerita Sam dengan wajah malu-malu.

"Enggak apa-apa, Sam. Nanti kita makan di warung Bebek Mosay," tutup Nic yang direspon Sam dengan wajah berbinar.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top