22. Intimidasi Nyai
Terawangan Ari berpindah pada Amel. Dulunya, wanita itu tak lain adalah Nyi Damar Asih. Dia terkenal kaya raya di Desa Tanggul. Wanita itu memiliki pandepokan seni yang sering diminta Raja untuk pertunjukan di kerajaan.
Selain memiliki pandepokan seni, dia juga memiliki pandepokan untuk minum tuak dan anggur. Banyak orang kaya dari kasta waisya yang mengunjunginya.
Alis Nyi Damar Asih melengkung seperti kehidupannya yang melengkung stabil. Dia juga cantik meski usianya empat puluhan. Dia janda kaya raya.
Dia tak ingin para gadis yang bekerja dengannya terlihat lebih cantik darinya. Pada akhirnya, dia teringat Nawang, gadis Yawadwipa yang beberapa hari menari di pandepokan miliknya.
Entah mengapa perhatian pria mendadak mengarah padanya. Padahal gadis itu memakai topeng saat menari. Bahkan Bimasena si pengawal kerajan yang susah ditaklukkan juga ikut mempertanyakannya.
"Permisi, Nyai. Apakah Nyai memanggil hamba?"
Tampaklah Nawang datang menghadiri panggilannya. Gadis itu menelukupkan kedua tangannya.
"Engkau gadis dari Yawadwipa, bukan?"
"Benar, Nyai. Hamba sengaja ke tanah Swarnabumi untuk mengubah nasib hamba yang yatim piatu ini," ucap Nawang.
Asih menatap Nawang dari ujung rambut hingga ujung kaki. Gadis jelita itu merasa berdebar ditatap wanita paruh baya itu. Tetapi, dia hanya pasrah sebab wanita ini yang akan memberinya upah.
"Kau sudah punya kekasih?" tanya Asih ingin tahu.
"Be, belum Nyai. Hamba belum pernah punya kekasih. Hamba hanya, yatim piatu yang ingin menyambung hidup," ucap Nawang gugup.
Damar Asih mengembuskan napas. "Gadis sepertimu akan membawa keributan di desa ini. Kau sangat manis, bahkan pihak kerajaan mencari tahu tentang kau.
Nawang menengadah. Gadis itu langsung heran dengan ucapan Nyai Asih yang mengatakan kerajaan. Dadanya berdebar? Apakah yang dia maksud adalah pria yang menegurnya sesaat selesai mandi?
"Susuk apa yang dipakaikan leluhurmu? Bedak pusaka apa yang telah membaluri wajahmu?" cecar Asih dengan mata melotot.
Nawang memejam mata, jelas saja gadis itu terintimidasi wanita paruhbaya ini. Dia sangat takut, dia sangat berharap tidak diusir Sang Nyai. Baginya pandepokan ini tempat yang cukup aman, hingga suatu dia menemukan pria yang tepat. Sudah pasti bukan pria kerajaan yang ada dalam pikirannya, pria itu kasta ksatria sementara dirinya hanya seorang Sudra.
Asih mendekatkan tubuhnya kepada Nawang. Bibirnya makin dekat dengan telinga Nawang. "Kau sudah tahu peraturan pandepokan ini?"
Nawang kembali memejam mata. Suara Asih benar-benar mengintimidasinya. "Sudah, Nyai."
"Ha ha ha." Tawa Asih sangat keras. "Bagus, coba kau sebutkan apa peraturan di sini?"
"Tidak boleh ada yang lebih cantik daripada, Nyai," ucap Nawang.
"Ha ha ha, bagus!"
"Iya, Nyai."
Sang Nyai menoyor bahu kuning langsat Nawang. "Keluar pandepokan engkau harus pakai topengmu! Meski engkau tidak sedang menari, paham!"
"Paham, Nyai," ucap Nawang gugup.
"Engkau juga harus menghindari para pengawal kerajaan. Engkau hanya boleh menari di sana. Bukan untuk menarik perhatian pengawal, paham!"
"Paham, Nyai."
Setelah diintimidasi majikannya, Nawang diperintahkan keluar ruangannya. Bulir air mata mengalir di kelopak matanya. Intimidasi menyerangnya, terlebih dia harus menjauhi pengawal kerajaan. Tentu saja dia harus menjauhi pria yang menegurnya tempo hari.
Penjelasan Anandya masih belum membuatnya paham. Lelaki yang dimaksud Anindya belum tentu pria yang dia maksud.
Dalam terawangan Ari, ratusan kemudian Sang majikan, Sang Nyai adalah berwujud wanita muda bernama Amel yang kini seperti akan mengintimidasi Sam. Tampak dari kejauhan, wanita itu mendekati Sam yang ditinggal Nicole dan Arga ke lokasi penggalian.
***
"Dek Sam!"
Sam menoleh saat dirinya dipanggil wanita yang tadi sempat ingin tahu banyak tentang dirinya.
"Tante?"
"Idih..., masa kayak gini aku dipanggil tante, sih!" protes Amel.
"Saya memanggil Nicole dengan panggilan Tante, dan Arga sebagai Om Arga. Memangnya ada yang salah, Tante?"
Amel mendecis. "Kamu ini kuno, deh Sam. Apa salahnya manggil Kak, gitu. Lagian aku tuh, lebih muda dari Nicole sama Arga."
"Oh, gitu, ya," ucap Sam.
"Hem, kamu nggak lihat aku lebih cantik dari Nicole, tantemu itu," ucap Amel memuji dirinya.
Enggak, tuh.
"Nggak tahu, Tante," ucap Sam.
Pada kenapa orang-orang ini ya. Aku jadi nggak nyaman gini. Berarti fix aku emang koyo wong zaman purba. Kepo ae orang-orang kurang kerjaan iki. (Berarti fix aku memang seperti manusia zaman purba. Kepo banget orang-orang kurang kerjaan ini.)
"Kamu itu ponakan temennya Kak Nicole yang mana, ya? Bukannya Kak Nicole cuma temenan sama Fanny aja," ucap Amel sok tahu.
"Tante sendiri enggak ikut nggali kuburan?" ucap Sam mengalihkan pembicaraan.
"Kuburan?"
Eh, sompret cangkemku salah omong.
(Eh, sompret. Mulutku salah bicara)
"Maksud saya, menggali benda kuno gitu loh, piye to!"
"Oh..., kerjaanku bukan itu Dek Sam. Itu Nicole sama Fanny. Mereka itu peneliti benda-benda bersejarah," terang Amel.
Sam celingukan ke kiri dan ke kanan. Remaja itu merasa kurang nyaman di datangi Amel.
"Kalau dilihat-lihat kamu ganteng sih, Dek Sam. Wajar kalau Nicole tuh kayak naksir sama kamu," ucap Amel sambil memperhatikan Sam yang tubuhnya tinggi dan berkulit eksotis.
"Enggak tahu, Tante," jawab Sam.
"Lihatlah kamu itu, kayaknya kamu itu tipe-nya Nicole. Ganteng, suaranya lembut, otot tanganmu kekar," komentar Amel.
Sam meraba kedua lengannya bergantian saat Amel mengatakkan otot tangannya kekar. "Enggak tahu, Tante. Prasangka Tante aja mungkin. Bukankah lebih bagus Om Arga?" kilah Sam.
"Oh itu jelas, tapi Aku yakin kalau Nicole itu sreg banget sama kamu dari pada sama Arga. Kalau Arga itu cocoknya ya sama aku yang berwajah bule ini" ucap Amel percaya diri.
Dih, bule dari mananya?
"Iya, terserah Tante kalau memang cocok. Tinggal nunggu Om Arga nyatain perasaan," hibur Sam.
Kepedean, sumpah!
"Nah, kalau Nicole cocoknya sama kamu. Dia itu pernah cerita kalau dia suka cowok-cowok eksotis kayak lucas sama Kai Exo ya kalau di real life tipe-tipe kamu ini," papar Amel sambil tersenyum-senyum.
"Saya nggak tahu siapa Lucas siapa Kai itu," ucap Sam menanggapi Amel.
Amel tidak menanggapi ucapan Sam. Dia terus saja tertawa seperti sambil membayangkan Sam dan Nicole. "Masa kamu enggak ngerasa kalau Nic tu kayak perhatian ke kamu. Hi hi hi, pasti gemes banget kalau kalian pacaran. Beda usia yang terpaut jauh," cemooh Amel.
Tuh kan? Dia cuma pengen kepo. Kalau dia menggosip apa enggak bahaya, tah?"
"Enggak tahu, Tante. Saya enggak tahu perasan wanita. Saya cuma mencoba menghormati yang lebih tua," timpal Sam.
"Tadi, kuperhatikan kayak spesial gitu ya, Sam. Makan berdua dengan Nicole. Kalian itu enggak kayak ponakan dan bibi. Tapi lebih ke kayak sepasang orang yang saling suka. Apa sih, bahasa anak sekarang. ngecrush gitu ya," tukas Amel.
"Enggak tahu, Tante," jawab Sam polos.
Sam mengeluarkan jurus kata-kata tidak tahu. Menurutnya kata-kata tidak tahu akan menyelamatkan dirinya dari orang-orang yang ingin tahu banyak. Sejatinya, orang yang tidak tahu tentu saja tidak bisa dimintai informasi.
"Dih, kamu ditanya nggak tahu terus," protes Amel.
"Emang nggak tahu, Tante. Saya nggak tahu maksud ucapan Tante. Wong kami enggak ngapa-ngapain kok. Cuma semeja aja kok," timpal Sam.
"Agak-agak beda lah, Sam. Ngaku aja kalau kamu tuh, emang deket sama Nicole. Bukan sekedar remaja ponakan, jangan-jangan kamu pacar simpanannya, ya?" Tebak Amel.
Sam mencibir memajukan bibirnya. "Sok tahu Tante ini. Siapa aja yang deket emangnya harus jadi crush? Enggak, kan? Tante juga deket Om Arga, emangnya Tante crush-nya Om Arga?"
"Iya, semua cowok-cowok di kantor tu ngefans sama aku. Apa lagi Arga," ucap Amel bangga.
"Nggak tau, ya? Kalau Om Arga ngecrush in Tante Nicole?"
Amel menoleh dan kembali menatap Sam. Dia terkejut saat Sam mengatakan Arga diam-diam menyukai Nicole.
"Apa?"
Merasa telah membuat Amel penasaran Sam langsung mencoba menjauhi Amel. "Enggak apa-apa, Tante. Maaf saya mau nyari tetangga saya. Wassalamualaikum.
"Oi, Dek Sam, Dek Sam!"
Sam langsung melangkah cepat tanpa mempedulikan panggilan Amel.
Gawat! Aku udah bikin tante itu makin penasaran. Bahaya iki.
(Bahaya ini)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top