16. Perkenalan



Halo gaes... aku muncul lagi. Sementara ini aku belom terjemahin yang bahasa Jawa, ya. Oh iya karena beberapa hal. Mungkin nama Dresta Yumna yang jadi sahabat gandrung atau Yuwaraja di bab bab berikut namanya kuganti. Di sini belom ada sih, hehehe.... Terima kasih.


Kedatangan Ari mendadak membuat Nic dan Fanny sedikit gemetaran. Aura mistis yang di miliki Ari membuat kedua wanita muda itu sedikit canggung. Sebenarnya, Penampilan Ari tidak menbuatnya takut, tetapi rambut putih gondrong yang diikat itu memperjelas penampilan mistisnya.

Menghormati Ari, Sam, Nic dan Fanny berdiri. Fanny menyingkirkan kursi yang tadi mereka duduki agar lebih leluasa bercakap-cakap dengan orang yang kedatangannya dianggap sangat membantu proses ekskavasi. Seutas senyum tersunggung dari  bibir Nic dan Fanny sebagai wujud menghormati pria muda yang rambutnya sudah memutih itu.

"Maaf, ini mas Ari ponakannya Bude Suharti?" tanya Fanny ramah.

"Njih, ini Mbak Fanny yang nelpon saya?" tanya Ari kembali.

"Iya, Mas," jawab Fanny seraya bersalaman dengan Ari. "Oh, iya Mas ini Kak Nicole. Penanggung jawab kegiatan ekskavasi ini, Mas," ucap Fanny mengenalkan Nic pada Ari.

"Oh, ini Mbak yang nganter Sam pulang waktu itu, ya?" tanya Ari dengan logat jawanya.

"Oh, iya Mas. He he he," jawab Nic.

"Saya Ari, Mbak," ucap Ari sambil salaman dengan Nicole. "Kebetulan tetangganya Sam juga."

Cukup lama Ari menyalami dan menatap Nic, tiba-tiba tangan Sam menepuk pelan tangan Ari dan Nic yang tengah bersalaman. "Salamannya enggak usah lama-lama, Bapak!" protes Sam geram dengan suara pelan.

Melihat tingkah Sam, Nic, Fanny, dan Ari tertawa renyah. Remaja itu memang terkadang lucu meski beberapa kali dia ceroboh dalam mengambil sikap, seperti saat dia meninggalkan Ari sendirian di parkiran.

Sam justru cemberut saat ketiga orang dewasa itu tertawa. Sambil memajukan bibirnya, remaja itu komat kamit dan menyipitkan matanya. Tingkah Sam seperti itu sebenarnya membuat Nic gemas. Dia ingin sekali menoyor Sam atau mencubit hidung mancung Sam. Namun ia mengurungkan niatnya mencubit.

"Jadi gimana, Mbak Fanny? Tugas saya bagaimana?" tanya Ari. Pria itu tampaknya tak ingin buang-buang waktu dengan memerhatikan Sam yang kadang menjengkelkan dan kadang menggemaskan.

"Begini, Mas. Saya dan Kak Nicole akan memulai penggalian di sebelah situ," ucap Fanny seraya menunjuk tenda terpal yang menutupi tanah yang sudah digali sedikit.

"Jadi tugas Mas membaca situasi, meramalkan atau entah bagaimana yang bisa Mas lakukan untuk memberikan kami informasi masa lalu. Apa pun informasi yang mas temukan mohon sampaikan pada saya, Mas. Biar saya catat dan menjadi rujukan untuk proses menggali dan mencatat segala sejarah yang kami temukan," terang Fanny.

Ari mengelus dagunya menatap tanah sambil memikirkan penjelasan Fanny. "Oke Mbak Fanny," ucap Ari serius.

"Mas, jangan lupa ini rahasia kita, ya. Sebab peneliti lain apalagi peneliti luar negeri tidak percaya pada hal mistis. Tadinya saya tidak percaya juga, tetapi hal mistis seperti itu ada. Jadi mohon kerahasian kerja sama kita," sambung Nic serius.

"Rahasia di tangan saya aman Mbak," jawab Ari meyakinkan.

"Terima kasih, Mas," ucap Nic. Lalu Nic sengaja menoleh ke samping memastikan Sam mendengar percakapan mereka. "Sam, kamu juga ya?"

"Apaan? Sam bertanya kembali.

"Jaga rahasia ini," gerutu Nic.

"Oke, aman. Sam bisa jaga rahasia kok. Sam juga enggak akan malu-maluin tetangga," jawab Sam sambil melirik Ari.

Ari menoleh pada Sam. "Bener, ya? jangan kayak tadi. Tiba-tiba kowe ninggalin aku, "ucap Ari.

"Janji, tapi kemaren mas bilang aku cuma bawa motor boncengin Mas. Lha sekarang malah aku disuruh nunggu. Kalau gitu pembayarannya ya ditambah dong," timpal Sam dengan wajah datar.

"Kalau itu aman, Sam. Nanti kami tambahin buat kamu," jawab Fanny diplomatis.

Sam menoleh ke arah Fanny, matanya membesar lalu senyum semeringah tersungging di bibirnya. "Wah, Kak Fanny emang baik. Makasih loh, ya," ujarnya dengan senyum.

"Sama-sama," jawab Fanny.

Obrolan mereka terputus saat Bupati akan membuka ekskavasi secara resmi. Mereka pun mencoba kembali fokus ke pidato pembukaan. "Dengan membaca bismilah, ekcavsi resmi dibuka. Bismillahirohmanirohim," tutup Bupati yang langsung disambut tepuk tangan jajaran staf dan orang penting yang terlibat ekskavasi.

Setelah ekskavasi resmi dibuka, Nic langsung menatap Sam yang sepertinya masih melongo karena bosan. Nic tersenyum simpul tatkala melihat wajah Sam yang dia nilai sangat rupawan. Remaja itu terlihat sangat tampan dan seperti orang dewasa dengan mengenakan swaterhoodie berwarna navi dan celana denim hitam.

Jerawat kecil di pipi Sam bagi Nic justru mempermanis wajah Sam. Rambut lurus yang tak dia beri minyak itu beberapa helainya melambai karena angin sepoi-sepoi.

"Sam," panggil Nic dengan menepuk lembut lengan kiri Sam.

Sam menoleh dan menatap Nic lembut. Lalu remaja itu tersenyum dan mengerutkan dahinya. "Iya, Tante."

"Kamu kayaknya bosen, ya?" tanya Nic dengan menatap mata Sam yang dia nilai sangat indah.

Sam tersenyum seraya berkata," iya Tante. He he he, Sam lebih suka acara olahraga, sih. Tapi ya, enggak apa-apa sekali-sekali Sam ikutan acara nyari fosil."

"Kita enggak lagi nyari fosil, Sam. Lagi nyari benda-benda bersejarah," sambung Nic dengan tersenyum.

"He he he, iya, maaf tante. Beda ya ternyata."

"Beda, Sam. Kalau fosil itu kan tulang-tulang atau peninggalan makluk hidup. Bisa manusia purba, bisa hewan purba seperti dinosaurus, bisa juga tanaman. Sisa-sisa peninggalannya itu udah membatu Sam karena di makan usia," papar Nic.

Sam tak bergeming. Tatapannya kosong, tetapi tatapannya mengarah ke mata Nic. Seperti tersadar ditatap Nic, seutas senyuman kembali dia tampilkan untuk Nic. Sam memang selalu membuat Nic bersemangat karena debaran tak biasa di dadanya.

"Sam," panggil Nic lembut.

"Hmm," jawabnya manja.

"Tadi kamu nanyain fosil, kok sekarang diem aja."

"Maaf Sam enggak konsentrasi dengar penjelasan Tante. Soalnya Tante itu cantik. Sam jadi beneran nggak konsen," jawabnya.

"Ya ampun, Sam. Kirain tadi kamu beneran bengong," lanjut Nic.

"Hmmm," ucapnya sambil tersenyum sangat manis.

Dua orang beda usia cukup jauh itu tak sadar kalau Fanny dan Ari meninggalkan mereka berdua. Nic paham kalau Fanny sengaja meninggalkan dirinya berdua dengan Sam. Sebab gadis itu tahu betul perasaan yang disimpan Nic untuk Sam. Berkali-kali wanita itu jatuh canta, tetapi entah mengapa jatuh cinta pada Sam solah jatuh cinta di waktu yang salah dengan debaran yang tentu saja sangat berbeda.

Meski debaran itu cukup menggangu, tetapi Nic menikmati debatan itu. Seperti roller coaster, kadang naik kadang turun. Namun, wanita sepertinya tidak akan bersikap seperti remaja yang memperlihatkan rasa sukanya dengan grogi ataupun salah tingkah. Nic justru menikmati kebersamaannya dengan Sam sambil menikmati wajah rupawan dan senyum manis Sam.

"Tante, acaranya lama nggak?" tanya Sam.

"Lama, Sam. Gimana, dong?" Jawab Nic.

Sam menarik kedua sudut bibirnya lalu mengangguk pelan. "Ya udah, Sam tungguin sampai Mas Ari selesai. Tapi Sam gabut. Sam nanti merokok, ya. Boleh, ya. Mulut Sam nggak tahan pengen ngisep nikotin."

Nic mengembuskan napas kasar. Terkejut mendengar pengakuan remaja yang dia sukai itu ternyata sudah bisa merokok. "Masih di bawah umur, Sam."

"Mmm, Tante tu telat ngelarang Sam. Sam malah sejak SMP ngerokok. Maaf ya, Tante. Sam udah terus terang loh ke Tante. Daripada nantinya Tante kaget trus ilfeel sama Sam.," terangnya.

Kini giliran Nic yang menarik sudut bibirnya. Remaja pria yang sudah terjerumus rokok akan sulit kembali untuk tidak merokok. Tampaknya Sam pergaulannya buruk hingga merokok di usianya. Namun demikian, entah mengapa hal itu tidak mengurangi rasa sukanya terhadap Sam.

"Saya yakin kamu akan jaga kesehatan kamu. Suatu saat, pelan pelan bisa," papar Nic seraya meremas pelan lengan Sam.

Sam menatap tangan Nic yang meremas lembut lengannya lalu kembali menatap Nic. Lagi-lagi dia tersenyum simpul dan menatap Nic lembut. "Tapi Tante enggak marah sama Sam, kan?"

Nic menggeleng.

Saya enggak marah, saya sayang kamu. Kecewa sedikit sih iya. Tapi mau gimana lagi. Kita bertemu dengan keadaan kamu sudah seperti itu. Sekali lagi, saya sayang kamu.

"Ya udah, Tante semangat kerjannya, ya. Sam tunggu di sini. Nanti kalau istirahat kita ngobrol lagi," ucap Sam.

"Oke. Kamu juga kalau ada perlu langsung aja ke tenda penggalian itu, ya. Saya di sana," ucap Nic.

"Oke, Tante. Oh, iya, itu Kak Fanny sama Mas Ari udah duluan aja," komentar Sam.

"Oke, saya susul dulu," tutup Nic sebelum meninggalkan Sam.

Percakapan antara Njc dan Sam yang terlihat dekat dan hangat itu, ternyata sejak tadi diperhatikan oleh sepasang mata seorang pria. Baik Nic dan Sam tak menyadari itu. Namun tetap saja dari sudut manapun gerak gerik antara Nic dan Sam memang terlihat sedikit berbeda dan bukan percakapan biasa.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top