14. Perjalanan


Sepatah kata :

Akhirnya kita ketemu lagi tiap minggu malam. Update jam 11 malam gini, tadi siang lupa hehehe. Oh iya itu di bagian nerawang masa lalu aku italic ya, biar kalian bisa bedain mana yg hasil magis si Ari dan mana yang Real life. Selamat membaca... krisar ditunggu banget

Pagi itu, Sam bersiap-siap untuk menempuh perjalanan bersama Ari. Dia tidak sekolah karena Ari memohon padanya untuk menemaninya ke daerah sekitaran bantaran Sungai yang jaraknya cukup jauh dari rumahnya. Diiming-imingi uang jajan dan uang rokok, Sam akhirnya tergiur dan menyanggupinya. Ari sengaja mengajak Sam karena kebetulan motornya rusak dan memakai motor Sam menurutnya adalah solusi.

Ari mengajak Sam ke sebuah acara budaya yang diselenggarakan di bantaran sungai. Kata Ari, acara itu adalah proses penggalian benda-benda kuno sekaligus memperkenalkan bahwa kabupaten yang mereka tempati dulunya adalah sebuah kerajaan, meski bukti dan literaturnya masih harus diperkuat.

Mendengar kata benda kuno, Sam mendadak teringat dengan wanita cantik yang dia panggil Tante. Apalagi semalam dia mimpi bertemu tantenya itu dalam wujud seorang gadis yang berbalut kain batik.

"Kenapa tiba-tiba tante itu muncul dalam mimpi, ya? Mana cuma pakai kain batik lagi. Bahunya itu loh, kelihatan," ucap Sam dalam hati.

Sam dan Ari kini berada di jalan raya dengan laju motor kecepatan sedang. Sam mengendarai motor dan Ari diboncengnya. Mereka berjalan di jalan raya yang tepinya adalah hutan dan kebun karet milik masyarakat. Sejauh mata memandang warna hijau pepohonan menyejukkan mata yang memandang.

"Apa kuceritakan aja, ya. Mimpiku sama Mas Ari. Siapa tau dia bisa jelasin artinya. Dia kan dukun," gumamnya dalam hati.

Setelah cukup lama mereka diam karena menikmati hijaunya pemandangan pepohonan dalam laju motor, Sam akhirnya memulai obrolan dengan membahas mimpinya itu. "Mas, kalau mimpiin cewek yang disuka itu artine opo?" tanya Sam sambil tetap melajukan motornya dengan santai.

Ari menjawab dengan suara keras. Pria itu merasa kalau angin jalanan akan mengurangi volume suaranya. "Tandane kowe kangen!"

"opo iyo?"

Ari membuka kaca helm fullface yang dia kenakan. "Memangnya kowe mimpiin siapa? Anaknya Pak Wali? Sopo seh, ah Sintia?"

"Bukan!"

"Lha siapa?" entah mengapa Ari menjadi penasaran.

"Tante kemaren," jawab Sam enteng sambil melajukan motor RX King miliknya.

"Hah, opo maksute? Kowe bilang mimpiin cewek yang kowe suka. Lha kowe suka sama dia? Apa aku nggak salah dengar?" ucap Ari terkejut.

"Enggak, aku suka kok sama dia," timpal Sam.

"Ya jangan, lah. Kowe tuh nggak cocok sama dia," goda Ari.

"Terus? Mas yang cocok sama dia?" timpal Sam menyeringai.

"Ya, bukan gitu. Tapi lebih cocokan aku sama dia dari pada kowe," lanjut Ari. Sengaja pria itu menggoda Sam agar Sam panas. Sebab, Sam selalu bersikap lucu kalau tidak sependapat dengannya. Ari memang sering menggoda Sam, sebab Sam tidak mudah tersinggung jika diajak bercanda.

"Mas suka juga sama dia? Kok aneh, ngelihat dari jauh bisa-bisanya suka. Nggak bisa, nggak boleh!" semprot Sam.

Ari berusaha menahan tawanya dengan mencoba  bersikap biasa saja. "Ya boleh, boleh aja lah. Aku suka kok sama dia. Dari pertama lihat dia di rumahmu!"

"Nggak bisa gitu, mas curang. Mas nyeleweng, udah jelas punya pacar masa ngelirik yang lain," sanggah Sam.

"Kalau pacar, bisa diatur Sam. Kalau janur kuning belom melingkar. Semua milik bersama."

"Enak aja!" gerutu Sam.

Perdebatan selama di perjalanan, tak terasa membuat Sam dan Ari sudah sampai pada tujuannya. Remaja itu menurut saja jika Ari yang mengajaknya.

"Hah.... Ke sungai. Kayak masa kecil kurang bahagia aja, nih. Tak kira tadi mau ngajakin dugem," sambung Sam sambil membonceng Ari dengan laju motor yang agak pelan.

"Dugem, dugem. Dugem apaan pagi-pagi, ngene!" tukas Ari.

"Kalau cuma jalan ke sungai lihat-lihat semak belukar kayak gini, ya males aku toh Mas. Apaan ini? Enak aku sekolah aja tadi," keluh Sam.

"Nurut ae lah, Sam. Kowe udah janji tadi. Inget uang rokok sama uang jajan yang lumayan!"
(Nururt aja lah, Sam. Kau udah janji tadi)

Mengingat uang rokok dan uang jajan, remaja itu langsung diam saja. Uang rokok adalah suatu hal yang menyenangkan bagi remaja ini. Belum seharusnya merokok dia justru sudah merokok. Sudah dinasehati Ari berkali-kali kalau "rokok akan membunuhmu," Sam justru tak peduli. Sam justru menjawab, "kan membunuhmu, bukan membunuhku."

Untuk urusan rokok, Sam akan berupaya sedemikian rupa. Sebab remaja itu tidak diberi uang rokok oleh orang tuanya. Dia masih di bawah umur dan belum seharusnya merokok. Namun di warung, Sam terlihat merokok tanpa sepengetahuan orang tuanya. Sekarang gara-gara iming imingan rokok tampaknya dia menurut saja.

Laju motor akhirnya terhenti di ujung jalan setapak yang bisa dimasuki mobil. Tampaklah di netra mereka banyak mobil sudah terparkir rapi di lapangan berumput itu. Ada beberapa mobil dengan plat merah dan berangka 1 lalu ada beberapa mobil tracking dan beberapa mobil suv lainnya. Sepertinya ini bukan sekadar acara biasa. Acara ini bahkan didatangi oleh jajaran pejabat dan orang-orang penting.

"Mas, ini kayak acara penting," ucap Sam.

"Iya, kayaknya. Aku diundang Mbak Fanny ke sini. Katanya aku disuruh nerawang tentang benda-benda peninggalan kuno.

"Mbak Fanny siapa? Gebetan baru Mas, tah?"

"Kalau Mbak Fanny bersedia aku jadi gebetannya, aku bersedia," jawab Ari asal.

"Mas ini memang kemenyek!" gerutu Sam. "Udah ke-PD-an padahal belom ketemu Mbak Fanny, yakin aku dia ngucap-ngucap pas ketemu mas."

"Tak antemi ndasmu, Sam. Titenono!" geram Ari sambil menelungkupkan kedua tangannya di dada.
(Kutinju kepalamu, Sam. Berhati-hatilah )

***

Berdiri di parkiran, Ari memulai sedikit membuka ajian putawakatu miliknya. Seketika pria itu berdiri mematung dan memejamkan mata. Pria itu tidak mempedulikan Sam yang mulai berjalan-jalan dengan langkah kecil menjauh darinya.

Saat membuka matanya, Ari tampak berada di suatu daerah yang bangunannya agak berbeda dari biasanya. Banyak orang yang berlalu lalang. Tampaknya daerah ini menjadi daerah sibuk. Ari melangkahkan kakinya beberapa langkah, lalu dia memasuki sebuah tempat yang bentuknya seperti pendopo, tetapi dengan ukuran yang sangat luas.

Ari melanjutkan langkahnya. Dia sadar, dia telah berhasil memasuki ajian putawakatu miliknya. Dirinya mencoba melangkahkan kakinya menuju keramaian dengan orang-orang berpakaian kuno yang pada umumnya duduk di pinggir pendopo tersebut. Sebagai orang yang tak dikenali di situ, Ari melanjutkan langkahnya dan mengerutkan dahi.

Tampaklah di tengah pendopo itu beberapa wanita bertubuh singset dengan menggunakan kembem dan kain jarik tengah menari dengan gemulai. Namun sayang, wajahnya tertutup. Lalu netra Ari melihat ke lunjurunpendopo lain. Tampaklah seorang pria enam puluhan duduk di singgasana dengan dikipasi oleh beberapa dayang. Tampak di sebelah kanan pria yang dia duga raja adalah sang parameswari. Sementara sebelah kiri raja itu duduklah pria muda tampan berkulit putih, berbadan tegap. Mengenakan mahkota dan aksesori emas di lengan, dan aksesori emas di dadanya. Dengan senyum ramah sang Yuwaraja memperhatikan tarian beberapa wanita. Pria itu memang terlihat ramah dan memiliki jiwa sebagai seorang raja yang arif.

"Yuwaraja," gumam Ari.

Setelahnya Ari menelukupkan kembali tangannya di dada dan memejamkan matanya. Dia langsung membaca mantra ajian putawakatu. Seketika semua kembali seperti semula. Dia berada di parkiran tempat dia dan Sam memarkirkan motor.

"Sepertinya di waktu yang sama, jam yang sama hanya berbeda ratusan tahun. Di tempat ini ada pagelaran," cerita Ari.

Namun, sepertinya tak ada jawaban dari Sam. Ari celingukan ke kiri dan ke kanan lalu ke belakang. Dia tidak melihat Sam. Sam sepertinya meninggalkan dia sendirian di parkiran saat  sedang menguji coba mata batinnya.

"Asu!" ucapnya geram. "Bocah sableng. Setres lama-lama kalau dikerjai anak ini."

Note :

Kemenyek : lebay (koreksi jika saya salah)

Asu : anj***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top