4: Aksha Telat

"Sha." Lingga mengusap pipi tirus Aksha. "Aksha, bangun."

Aksha bisa merasakan dingin melalui kedua pipinya. Rasa dingin yang sama seperti kemarin sore saat ia terbangun dari tidur siangnya. Ia bisa merasakan jemari itu bermain-main di atas pipinya.

"Sha, bangun." Lingga mulai mengguncang-guncang pelan bahu Aksha. "Kamu enggak kuliah?"

Gadis ini akhirnya bangkit. Matanya belum terbuka sepenuhnya. Mulutnya menguap lebar sementara tangan kanannya mengucek matanya.

"Jam berapa ini, Kak?" Aksha menguap lagi, lebih lebar.

"Jam delapan ..." jawab Lingga menggantung.

Perempuan yang masih setengah mengantuk ini hanya mengangguk menanggapi.

"... lewat tiga puluh," sambung Lingga.

Mendengar itu, Aksha langsung membuka mata dan berlari menuju kamar mandi. Ia hanya mencuci muka dan menggosok gigi. Jam 09.00 WIB ada mata kuliah wajib yang pengajarnya adalah Miss Mawar, salah satu dosen killer semester ini.

"Kak, bisa pergi sebentar?" Aksha berdiri di depan lemari bersiap mengambil sepasang kemeja dan roknya. "Aku mau ganti baju."

"Buka pintunya." Lingga berdiri di dekat jendela di sebelah pintu kamar.

Aksha membuka pintu supaya Lingga bisa keluar, kemudian langsung menguncinya kembali. "Memangnya arwah enggak bisa berteleportasi nembus dinding, ya?" Ia berhenti berpikir karena ia pasti akan terlambat pergi ke kampus jika berleha-leha semenit saja.

Sepeninggalan Lingga, gadis berambut panjang ini memesan ojek online sembari bersiap. Aksha buru-buru mengganti pakaian. Ia memakai foundation dan bedak, tetapi lupa memoleskan lipstick. Karena tadi ia tidak mengguyur segayung air pun ke tubuhnya, Aksha menyemprotkan parfum yang isinya masih lebih dari setengah karena jarang ia pakai.

Dalam keadaan genting seperti ini, otak Aksha berusaha mengingat-ingat apa yang harus ia bawa ke kampus. Tak sempat sarapan nasi, ia mengambil dua bungkus roti yang memang distok setiap minggu. Satu ia simpan di dalam tas, satu lagi ia bawa di tangan kanannya untuk dimakan selama perjalanan menuju kampus.

"Kakak tinggal aja, ya," pinta Aksha begitu ia mengunci pintu kamar dari luar. "Aku buru-buru."

"Aku mau ikut ke kampus kamu padahal." Raut wajah Lingga berubah murung.

"Enggak bisa, Kak. Aku enggak bisa bawa Kakak." Aksha memeriksa jam di ponselnya, lalu menambah kecepatannya menuruni tangga menuju lantai 1. "Lagian, aku naik ojek. Besok deh, ya. Aku berangkat naik angkutan umum."

Lingga memandang Aksha keluar dari gerbang kos seraya melambaikan tangan. Padahal, sebenarnya ia bisa mengikuti Aksha, tetapi ia tak melakukannya karena menuruti permintaan gadis itu.

Faurish Hasbi
Sha, lo di mana?
Miss Mawar udah masuk.

Aksha membuka pesan itu sesudah ia turun dari ojek. Saat ini, ia berharap punya kekuatan super supaya bisa terbang menuju kelasnya di lantai 3. Namun, itu tidak mungkin terjadi. Satu-satunya cara yang paling masuk akal untuk lebih cepat sampai ke kelasnya adalah dengan melebarkan langkah dan mendaki dua anak tangga sekaligus.

Gadis ini sampai di depan pintu kelas yang sudah ditutup dengan napas tersengal. Jika pintu sudah tertutup, artinya Miss Mawar sudah hadir lebih dari lima menit. Aksha tidak bisa menyepelekan mata kuliah Quantitative Research ini. Karena selain terkenal disiplin dan galak, Miss Mawar juga terkenal sebagai salah satu dosen yang pelit nilai. Ditambah, ini sudah pertemuan ketujuh. Minggu depan sudah mulai UTS.

Sesudah menetralkan detak jantungnya, Aksha mengetuk pintu tiga kali. Seseorang yang duduk di bangku depan membukakan pintu setelah diizinkan Miss Mawar.

"I'm sorry, Miss. I came late, because ...."

"Go to your seat. Stop making excuses!" Miss Mawar memandang sinis. "Saya tahu kamu terlambat karena bangun kesiangan."

Dengan telapak kaki memutih, Aksha berjalan menuju bangku barisan belakang karena bangku depan yang biasa ia duduki sudah dihuni orang lain.

👻👻👻

Begitu Miss Mawar keluar kelas, Faurish bergegas langsung pindah ke bangku di sebelah Aksha beserta ransel dan buku-bukunya.

"Lo sakit, Sha?" Faurish meletakkan punggung tangan kanannya ke kening Aksha, memeriksa suhu tubuh gadis itu.

"Apaan, sih?" Aksha menepis lengan Faurish.

"Muka lo pucat." Ia membuka gawainya dan mengarahkan kamera depannya untuk membuat Aksha percaya perkataannya.

"Gue enggak pakai lipstick, makanya pucat." Aksha mendengus sebal. "Gara-gara gue telat nih, sampai lupa."

"Lo begadang, ya, tadi malam?" tebak Faurish.

Perempuan berponi tipis ini mengangguk, mengiyakan. "Gue ngerevisi RPP tadi malam," alibinya. Padahal, ia tidak bisa tidur nyenyak karena ada Lingga di kamarnya. Ia masih merasa risih.

"Habis ini lo ada kelas lagi?" tanya Faurish.

Aksha menggeleng. "Lo sendiri?"

"Gue balik nanti siang, deh. Nanggung banget satu jam lagi masuk Sociolinguistics."

Gadis berbibir tipis ini mengulum senyum hendak meledek. "Duh, untung banget gue udah ngambil Sociolinguistics tahun lalu. Dosennya baik, enggak ngasih tugas banyak-banyak, ujiannya juga enggak susah-susah banget, enggak pelit nilai juga."

"Udah. Cukup, Sha. Berhenti bikin gue iri." Faurish menutup mulut Aksha. "Jangan sampai gue sleding lo, ya. Mentang-mentang tahun lalu gue enggak bisa ngambil mata kuliah atas." Ya, laki-laki ini memang tidak bisa mengambil mata kuliah semester 6 tahun lalu karena harus mengulang satu mata kuliah yang gagal di semester 2.

Aksha terkekeh sembari menepis tangan Faurish. "Mau ke kantin dulu, enggak?"

"Belum sarapan lo?" terka Faurish.

Gadis bersuara berat seperti pilek setiap saat ini menggeleng. "Tadi pas berangkat gue makan roti."

Faurish menarik lengan Aksha. "Buruan, ke kantin. Jangan beli yang aneh-aneh. Makan nasi, pesan teh manis juga."

Karena ditarik orang yang tenaganya lebih kuat, Aksha memilih menuruti langkahnya daripada tangannya putus. "Lama-lama lo kayak bapak-bapak ngomelin anaknya ya, Fau."

"Lo mau kena hepatitis lagi? Jangan cari penyakit, deh."

👻👻👻

Aksha memutuskan untuk pulang saja sesudah makan pagi yang kesiangan tadi. Ia pulang sendiri karena Faurish akan pulang siang. Terlalu lama jika harus menunggu.

"Gimana kuliahnya, Sha?" tanya Lingga yang langsung berdiri begitu melihat Aksha sampai di depan pintu kamar.

"Biasa, Kak." Aksha membuka kunci pintu. "Aku telat sepuluh menit tadi. Untung masih dikasih masuk."

Lingga mengekor langkah Aksha ke dalam kamar. "Kamu udah makan?"

"Udah, tadi di kantin." Gadis ini langsung membaringkan tubuhnya di kasur.

"Enggak mandi? Badan kamu bau."

Aksha langsung terduduk. Keningnya berkerut menatap Lingga yang duduk tak jauh darinya. "Emangnya Kakak bisa mencium bau?"

"Bisa."

Gadis bermata kecil ini menyipitkan matanya, membuat sepasang mata itu tinggal segaris. "Bohong," gumamnya. "Buktinya, Kakak enggak tahu kalau barusan aku kentut diam-diam."

Anak kurang ajar!

👻👻👻

Hai, kamu apa kabar?
Maaf banget ngaret dua hari enggak update. Vee kelamaan cari-cari gambar P'Mek, visualnya Lingga yang kesannya dark gitu buat posting di Instagram, sampai jadinya Vee maraton Thai series Angel Beside Me, eh kebablasan kemarin malam😭

Maaf banget, ya😩

Ada yang pernah telat bangun, enggak mandi terus berangkat sekolah atau kuliah, enggak?🤣

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top