1: Kamar Mandi
Kamu baca ini kapan? Malam atau pagi?
Kalau malam, jangan lupa kunci pintu kamar kamu sebelum tidur, ya. Jangan sampai ada yang ngetuk-ngetuk pintu kamar kamu dari luar.
👻👻👻
"Yakin lo bisa angkat sendirian?"
Sudah lebih dari lima kali Aksha menanyakan pertanyaan yang sama pada Faurish, sahabatnya sejak semester 1.
"Bisa. Kalau misalnya gue udah enggak sanggup, entar gue bilang, kok."
Sudah setengah hari Aksha ditemani oleh Faurish pergi ke supermarket untuk membeli makanan ringan dan instan, serta kebutuhan sehari-hari lainnya. Sesudah itu, mereka ke toko elektronik untuk membeli TV kecil dengan layar cembung, karena hampir tidak ada hiburan di kamar kosnya yang sekarang.
"Mau diletakin di mana nih?" tanya Faurish dengan napas yang sudah satu-satu.
"Di meja ini aja," tunjuk Aksha ke arah meja kecil yang bertingkat dua. Di bagian bawahnya ada penanak nasi dan stop kontak lima lubang. Sementara bagian atasnya kosong, memang disediakan untuk TV.
"Nih." Aksha menyodorkan sebotol minuman isotonik dingin dari bungkus belanjaannya.
"Thanks."
"Gue turun bentar, ya. Tadi gue udah pesan makanan. Kurir delivery-nya bentar lagi sampai."
Aksha turun sendirian. Ia tak ingin merepotkan Faurish lagi. Sudah cukup laki-laki itu kelelahan mengangkat televisi sendirian dari gerbang kos sampai kamar Aksha di lantai 4.
Sembari menunggu Aksha kembali dengan makanan yang dipesannya, Faurish menyetel televisi. Ia menggeser-geser parabola di atas benda berbentuk kubus tersebut guna mencari saluran. Setelah mendapatkan saluran yang ingin ia tonton, Faurish memilih rebahan di lantai.
Aroma bunga mirip melati menyeruak seakan menyebar ke seluruh ruangan. Faurish suka aroma melati, namun yang ini sepertinya terlalu menyengat hingga menusuk hidung. Pemuda ini sampai bangkit mencari sumber bau seperti bunga melati itu.
Harum bunga tadi bagai ditiup angin. Seketika baunya digantikan dengan sesuatu yang lebih mengganggu pernapasan. Seperti ada bau bangkai yang melintas dari arah pintu kamar Aksha. Faurish sampai menutup hidung karena tak tahan.
Seketika Faurish merinding di saat bau bangkai tadi disusul dengan bau amis yang lebih pekat. Ia bisa merasakan bahwa ia sedang tak sendirian di sini.
Pintu kamar berderit perlahan. Faurish mengembuskan napas lega melihat siapa yang masuk. Aksha dengan dua bungkus di kedua tangannya. Dua kotak styrofoam di tangan kanan dan dua bungkus teh manis dingin di tangan kiri.
"Ayam doang, Sha?" tanya Faurish. "Nasinya mana?"
"Nih, ambil sendiri mau seberapa banyak." Aksha meletakkan piring dan sendok di hadapan Faurish. "Nasinya ada di rice cooker."
Menunggu gilirannya mengambil nasi, Aksha menuangkan teh manis dingin yang dibungkus ke dalam gelas.
Lima belas menit, acara makan siang sederhana itu berlalu tanpa obrolan.
Seusai makan, Aksha mencuci piring di dapur umum karena ada wastafelnya. Faurish berdiri dengan posisi punggungnya bersandar di dinding, tak jauh dari Aksha.
"Sha, lo ngerasain kejadian aneh, enggak, di sini?" tanya Faurish dengan hati-hati.
"Enggak."
"Bukan mau nakut-nakutin lo, ya. Tapi gue ngerasa suasana di kamar lo itu agak aneh," jelas Faurish.
"Maksud lo?" Aksha sudah selesai mencuci dan membilas alat-alat makan yang tadi mereka gunakan. Ia menunggu airnya tiris.
Faurish menoleh ke kanan kiri lalu mengeluarkan kepalanya dari pintu dapur. Dari tadi, ia merasakan ada yang mengawasi mereka.
"Hawa di kamar lo panas banget."
Aksha terkekeh. "Ya iyalah, panas. Namanya juga siang."
"Bukan gitu maksud gue," tukas Faurish. "Lo sadar, enggak, sih? Dari tadi pas kita pulang, cuaca di luar tuh udah mendung. Tapi giliran di kamar lo panas banget, padahal udah gue hidupin kipas angin paling kenceng."
"Perasaan lo doang kali." Aksha mengangkat alat-alat makannya lalu melenggang keluar dapur.
Pemuda ini menyusul gadis berambut lurus sepunggung itu. "Gue serius, Sha." Faurish menelan ludah. "Terus, tadi ada bau bunga menyengat banget. Abis itu ada kayak bau bangkai lewat dari depan pintu kamar lo."
"Ada-ada aja." Aksha lagi-lagi terkekeh seraya menggeleng pelan. "Lo kebanyakan nonton film horor kayaknya. Jadi pikiran lo traveling ke mana-mana. Kurang-kurangin, deh."
"Terserah lo mau percaya atau enggak sama omongan gue." Faurish memegangi bahu Aksha, "Tapi, kalau misalnya terjadi sesuatu sama lo, langsung hubungi gue, ya."
👻👻👻
Jam di layar ponsel Aksha menunjukkan pukul 21.34 WIB. Gadis ini sedang memburu tugas yang deadline-nya tinggal dua hari lagi.
Waktu bergulir terasa cepat. Aksha mulai menguap tak terasa sudah hampir tengah malam. Namun, ia masih memaksakan matanya untuk tetap terbuka.
Dalam heningnya malam yang tanpa embusan angin, Aksha dikejutkan oleh suara hempasan daun pintu. Pintu kayu kamar Aksha sudah ditutup sejak pukul sembilan tadi. Tak berapa lama kemudian, terdengar pula suara decitan seperti pintu yang ditarik perlahan.
BRAK!
Krieettt...
BRAK!
Krieettt....
BRAK!
Krieettt....
BRAK!
Suara itu tak berhenti. Seolah-olah ada yang sengaja membuka pintu perlahan-lahan sampai terdengar suara decitan, kemudian menutup pintu dengan cepat dan sekuat-kuatnya hingga terdengar suara hempasan.
Aksha menaikkan volume TV, tetapi suara itu justru semakin jelas. Segala doa pengusir setan yang ia hafal, ia rapalkan semua.
Detak jantung Aksha sudah tak beraturan kali ini. Ia bingung harus berbuat apa untuk menghentikan tingkah jahil makhluk di luar sana. Tubuh Aksha bergetar dan tanpa disadari air matanya perlahan menetes. Ia masih berusaha menyugesti dirinya sendiri untuk tetap berpikir positif.
Hawa kamarnya berubah panas. Kamus setebal lima ratus lembar tiba-tiba terjatuh dari rak, padahal kamus tersebut terletak di tengah, bukan di pinggir. Suara hempasan pintu toilet umum di luar kamar Aksha semakin keras dan cepat.
Serba salah. Jika ia keluar kamar, ia khawatir mentalnya tak cukup kuat menghadapi makhluk yang sedang menunjukkan eksistensinya itu. Tetapi, jika Aksha diam saja tak berbuat apa-apa, ia tidak akan bisa tidur malam ini dan entah aksi apalagi yang akan dilakukan makhluk itu.
Dengan suara bergetar, Aksha berbicara sendiri, "Aku ke sini bukan untuk mengganggumu. Kamu juga jangan ganggu aku, tolong."
Seketika, suara hempasan pintu hilang. Suasana kembali hening, hanya suara dari TV kecil berlayar cembung di depan Aksha yang terdengar memecah kesunyian. Masih dengan tangan bergetar, Aksha membereskan alat tulis dan mematikan netbook-nya secepatnya. Volume TV sengaja ia keraskan sampai nomor 30/100.
Teringat dengan ucapan Faurish tadi siang, Aksha meraih gawainya untuk menghubungi temannya itu lewat chat, karena ia sudah tak sanggup berbicara apa-apa lagi. Aksha sempat terpikir untuk menghubungi orang tuanya, namun ia urungkan niat itu, takut membuat orang tuanya jadi khawatir.
Aksha biasanya tak suka menutupi badannya dengan selimut ketika tidur, terlebih di saat cuaca sedang panas. Namun kali ini, ia melebarkan selimutnya hingga menutupi kepalanya. Ia memaksa matanya untuk terpejam seraya merapalkan doa tidur dalam hati.
Rasanya susah sekali untuk menghadirkan rasa kantuk. Entah pukul berapa Aksha tertidur. Yang jelas, ia ingin untuk pindah kamar secepatnya.
👻👻👻
Udah tutup pintu, belum?👁️👄👁️
Mau bilang apa sama Aksha?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top