Part 1. Mengambil Mayat

Terlihat seorang wanita dengan tubuhnya yang berlumuran darah berlari sekencang-kencangnya, meskipun napasnya tersengal-sengal ia tak ingin berhenti. Namun, tiba-tiba lehernya ditarik oleh dua tangan yang berkuku panjang. Ia mendongak dan melihat sesosok kuntilanak yang wajahnya berbelatung. Sosok itu langsung membuka rahang dan menggigit wanita tersebut.

"Arhhhhhh!" Seorang wanita berambut panjang terbangun dari mimpi buruknya. Ia mengambil kaca mata kemudian memakainya seraya mengatur napas yang masih terengah-engah.

***

Di sebuah rumah sakit ternama Siloam Hospital yang terletak di kota Yogyakarta, beberapa orang sedang mendengarkan seorang pria separuh baya berpidato. Mereka semua adalah karyawan magang yang akan dipekerjakan pada rumah sakit tersebut. Mereka semua sudah mengikuti beberapa tes untuk bisa menjadi karyawan tetap di sana. Kebetulan hari ini adalah tes terakhir untuk mereka selama kurang lebih satu bulan.

"Jadi, kami sudah menyiapkan beberapa rumah sakit cabang, khusus untuk kalian mengambil beberapa mayat yang akan digunakan untuk percobaan nanti," ujar pria bernama Andre Maumere yang terkenal sebagai Dokter bedah nomor satu di Yogyakarta. Ia pun menjabat sebagai direktur di rumah sakit tersebut.

Setelah berpidato, pria itu pun pergi dari ruangan. Meninggalkan seluruh karyawan magang dengan perasaan yang berkecamuk. Suasana langsung ricuh, ada yang terkejut dengan penuturan Andre. Ada yang bergidik ngeri, bahkan ada yang langsung memilih mundur karena tidak sanggup untuk melakukan tes tersebut. 

"Gila, bedah mayat! Gimana, Wil. Lanjut, nggak? " celetuk salah satu pria bernama Hugo kepada temannya.

"Lanjutlah, tinggal tes terakhir juga."

"Serius kamu? Ini mayat lo, Wil. Serem tau!"

"Ntar siang ke mall, ya," ajak Wilson tiba-tiba.

"Mau ngapain?"

"Beli rok buat kamu, dasar banci!" Wilson pun pergi dengan mencangklong tasnya.

"Sialan, kamu!" Hugo tak terima dan mengumpatnya.

Semua karyawan pun berhamburan keluar ruangan, kemudian melihat sebuah brosur yang ditempelkan di dinding pengumuman. Itu adalah nama-nama karyawan magang yang sudah dikelompokkan dalam beberapa tim untuk tugas terakhir ini. Netra Wilson menatap dari atas ke bawah, sedang mencari di mana namanya berada. 

"Hug, aku mau pindah tim," serunya tiba-tiba.

"Segitu bencinya dirimu terhadapku, ha!"

Wilson hanya tersenyum melihat temannya yang sedang kesal itu. Suka sekali ia menggodanya.

"Duh, kita se-tim sama Peter lagi. Nggak asyik," gerutu Hugo.

"Maksudnya apa!" 

Hugo terkejut karena tiba-tiba pria yang dibicarakan datang menghampiri. Pria itu datang bersama kekasihnya, Angel. Tidak ingin terjadi pertengkaran karena akan bekerja sama saat melakukan tes terakhir. Wanita cantik itu melarang sang kekasih berbuat masalah.

"Mohon bantuannya, ya. Namaku Angel, ini kekasihku Peter," ujarnya berkenalan seraya menjulurkan tangan. 

Melihat wanita cantik, buru-buru si Hugo menjabat tangannya yang lembut. Namun, karena lirikan tajam dari Peter, pria itu pun menghentikan aksinya. Tidak lama kemudian, satu wanita lagi datang. Ia bernama Pinky. Kini lengkap sudah tim mereka yang berjumlah lima orang.

Sebelum berpisah Angel mengatakan untuk bertemu lagi besok, jam tiga sore di depan rumah sakit. Tujuannya untuk bersama-sama mengambil mayat yang akan digunakan untuk tes terakhir. 

Keesokan harinya, terik matahari sudah lenyap. Namun, salah satu anggota mereka belum juga datang. Peter sudah mengamuk dan mengatakan untuk meninggalkan wanita cupu berkacamata itu, sudah tentu si Pinky yang dimaksud.

Akhirnya dari kejauhan, Pinky datang dengan kelelahan. "Maaf, aku mengalami kecelakaan tadi. Motorku sampai harus dibawa ke bengkel." 

Peter ingin memberinya pelajaran, tetapi Angel melarang.

"Kamu nggak pa-pa, kan? Masih sanggup ikut kita nggak?" tanya Angel padanya.

"Sanggup, kok."

Akhirnya mereka masuk ke mobil milik Peter dan melaju ke rumah sakit cabang. Wilson melihat kaki Pinky yang berdarah, iba hatinya. Pria tampan itu mengambil sapu tangan dan memberikan pada Pinky.

"Balut luka kamu, supaya pendarahannya berhenti!" titahnya.

"Terimakasih," sahut Pinky seraya tersenyum. Ternyata masih ada yang peduli padanya.

Nasib tidak baik harus mereka dapatkan karena datang ke rumah sakit cabang terlalu sore. Semua mayat yang disediakan sudah diambil terlebih dahulu oleh karyawan magang lainnya. Geram, Peter mengumpat Pinky karena kalau saja wanita itu tidak datang terlambat. Mungkin sekarang sudah mendapatkan mayat.

"Maaf, ini semua salahku." Pinky sedih karena terus saja disalahkan.

"Untuk apa berdebat di sini, buang-buang waktu. Sebaiknya segera mencari rumah sakit lain!" cetus Wilson.

"Kamu!" Peter tidak suka dengan perkataan Wilson barusan. 

"Ayo, kita cari rumah sakit lain saja." Angel segera menarik lengan sang kekasih agar tidak terjadi pertengkaran.

Mereka datang kembali ke rumah sakit cabang yang lain. Namun, hasilnya tetaplah sama. Semua mayat yang di sana sudah diangkut. Jam menunjukkan pukul sembilan malam, mereka sampai lupa untuk makan terlebih dahulu. Angel pun menyuruh berhenti di pinggir jalan untuk mencari makan. 

Angel kembali membawa beberapa makanan untuk teman-temannya, wanita itu juga mendapatkan kabar baik kalau beberapa meter dari tempat mereka parkir ada sebuah rumah sakit cabang yang jarang didatangi pengunjung. Ia yakin kalau masih ada sisa mayat di sana.

"Nama rumah sakitnya apa?"

"Sentosa hospital."

Hugo segera mengecek di daftar rumah sakit cabang, ternyata nama rumah sakit itu tidak ada.

"Persetan dengan daftar itu, pokoknya kita harus mendapatkan mayat malam ini juga," cetus Peter dengan bersungut-sungut.

Malas berdebat dengan pria itu, Hugo pun mengiyakan saja. Setelah selesai makan mereka melanjutkan perjalanan. Malam semakin larut, entah mengapa kawasan yang mereka lewati begitu sepi. Sedari tadi tidak ada orang yang berlalu-lalang. 

"Apa kita tidak salah jalan, ya?" Pinky merasa sedikit khawatir.

"Udah diem, bawel kamu. Gara-gara kamu juga kita kemalaman gini!" sentak Peter.

"Itu di depan sepertinya ada bangunan," ujar Angel yang bisa melihat ada sinar lampu dari jauh.

Sampailah mereka di sebuah bangunan yang cukup tua. Lampu-lampu di sana redup, tidak seterang rumah sakit biasanya. Namun, terlihat ada beberapa orang yang sedang melakukan aktivitas di bangunan tersebut.

"Wil, yakin ini rumah sakit? Serem banget! Aku nggak mau masuk," tolak Hugo.

"Ya udah, tunggu di mobil aja. Sampai mbak  kunti datangi kamu."

"Huaaaaaaaa, Wilson!"

Semua orang pun tertawa melihat kelakuan Hugo yang konyol. Tidak menunggu lama, mereka segera masuk dan bertanya ke resepsionis. Namun, anehnya orang-orang di sana sedikit pendiam. Duduk dengan tatapan kosong, melihat itu bulu kuduk pun ikut merinding.


Tunggu kisah selanjutnya 😍

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top