HILANG KABAR
SELAMAT MALAM, PEMIRSA. BREAKING NEWS MALAM INI KEMBALI HADIR BERSAMA SAYA, ANJELIKA RUSADY. KEBAKARAN HEBAT SAAT INI TENGAH MELANDA MALL GLODOK PLAZA DI TAMAN SARI, JAKARTA BARAT. DIDUGA KOBARAN API BERMULA DARI LANTAI TUJUH MALL, TEPATNYA DI SEBUAH RUANG DISKOTEK YANG MEMILIKI MATERIAL PEREKAM SUARA BERBAHAN GLASSWOOL. API KEMUDIAN MEMBESAR LANTARAN GLASSWOOL MUDAH TERBAKAR KETIKA TERKENA PANAS TINGGI DALAM JUMLAH BESAR. MATERIAL TERSEBUT CEPAT MERAMBATKAN KOBARAN API KE AREA SEKITAR. USAHA PEMAHAMAN TERKENDALA ASAP TEBAL, SUHU TINGGI, DAN KONDISI ATAP YANG RAWAN RUN--
"Astagfirullahaladzim! Senja! Ya Alloh, Senja kamu lihat ini Ersan lagi kebakar dalam tv, Nak!" teriak Melati dari ruang tengah, memanggil putrinya yang sudah berada di dalam kamar.
Sedari awal Melati memang sudah mengetahui apa pekerjaan Ersan. Namun, baru kali ini ia melihat bagaimana cara laki-laki yang dekat dengan putrinya itu berjuang memadamkan api, meskipun hanya melalui layar tiga puluh empat inci.
Terdengar derap langkah mendekat dengan cukup tergesa-gesa, Melati secepat kilat mengambil remote, dan menambah volume televisi.
"Tuh, Nak. Ersan lagi lagi padamin apa tuh," ujar Melati saat Senja sudah mendaratkan bokongnya di atas sofa.
Kedua kelopak mata Senja menatap tajam layar televisi, sebab layar televisi tak hanya menampilkan laki-laki itu saja.
TERDATA SUDAH TIGA BELAS ORANG TERJEBAK DI LANTAI SEMBILAN, YANG BERUNTUNG DAPAT DIEVAKUASI DALAM KEADAAN SELAMAT. MESKI BEGITU, LANTAI DELAPAN MAUPUN SEMBILAN TETAP MENJADI FOKUS UTAMA, KARENA API TELAH MERAMBAT DENGAN CEPAT DI KEDUA LANTAI TERSEBUT. DEMIKIAN BREAKING NEWS MALAM INI, PERMIRSA. SAYA ANJELIKA RUSADY PAMIT UNDUR DIRI DARI HADAPAN ANDA. SELAMAT MALAM.
Apalah daya, wajah Ersan pun pada akhirnya hilang dari layar televisi, bersama dengan suara pembaca berita yang menutup acara tersebut.
"Yah habis beritanya! Gimana ini? Coba kamu telepon Ersan dulu, Nak. Gimana keadaannya sekarang, aman nggak?" Tentu saja kehebohan Melati kembali terdengar di sana, bahkan kini tubuh Senja pun ikut menjadi sasaran, diguncang-guncangkan oleh kedua tangan ibunya.
Sempat tertegun lima detik memikirkan perkataan Melati, secepat mungkin Senja menghalau pikiran buruk yang tiba-tiba saja hadir di benaknya, "Ck! Biasa aja deh, Ma. Udah tugasnya Ersan buat padamin api, karena emang dia kerjanya di situ. Ya, kan?"
"Iya, sih. Cuman itu tadi apinya gede banget lho. Kamu nggak serem ngeliatnya?" Jawaban diplomatis Senja pun dihadiahi oleh pertanyaan miris dari Melati, cukup membuat jantung berdebar, lebih-lebih ketika isi kepala membayangkan apa yang baru saja terlihat.
Menarik napas yang cukup panjang, saat ini Senja benar-benar sedang bertarung dengan ego dalam dirinya, "Ma, udah ya? Mama nggak tau kayak apa tingkahnya Ersan seharian ini ke Senja, kan? Senja beneran capek dan pengen rebahan aja di kamar sekarang, Ma. Besok masih ada seminar lagi sampai hari jumat, jadi harus siapin banyak stamina biar nggak oleng pas balik ke Kupang."
"Ck! Kamu ini kenapa, sih, Nak? Nggak baik lho bohongin diri sendiri. Ntar diambil cewek lain baru tau rasa noh!" Tak mungkin Senja menceritakan pada Melati, bahwa dirinya belum memiliki nomor ponsel Ersan. Sebab bisa-bisa malam ini ocehan ibunya tidak berhenti sampai besok pagi.
Bangkit berdiri dari posisi duduk dan segera menjauh dari ruang tengah, Senja masih menyempatkan diri untuk membalas ucapan Melati, "Biar aja Ersan diambil cewek lain, Ma. Senja nggak mau punya suami tukang selingkuh, karena itu tuh penyakit yang kata orang-orang susah disembuhkan, Ma. Amit-amit jabang bayi. Duh, tobat!"
Kata-kata Senja terdengar begitu sarkas di telinga Melati. Namun, hal tersebut cukup menyadarkan diri wanita paruh itu, bahwa sampai saat ini hati putrinya belum sepenuhnya sembuh.
***
Nyaris lima hari sudah Senja berada di kampung halamannya, sebuah Daerah Metropolitan yang merupakan pusat central Negara Republik Indonesia, DKI Jakarta. Almarhum Ayah Senja berdarah asli Suku Betawi, sementara sang Ibu memiliki perpaduan Sunda-Padang.
Mendapat kesempatan pulang ke Jakarta, meskipun dalam rangka mengikuti seminar dari kantornya, sangat disyukuri oleh Senja.
Hanya saja, entah mengapa empat hari belakangan ini Senja merasa ada yang lain dengan dirinya. Menjadi semakin kurang bersemangat, bahkan sering kali gagal fokus ketika diajak berbicara oleh siapa pun itu.
Seperti contohnya kali ini, saat Pinky Novilda sedang asyik-asyiknya berbicara, "Gila tiket Batik Air Jakarta-Kupang mahal banget sekarang lho, Sen. Beruntung punya kita berdua ditanggung negara, kalo nggak mati aja deh. Emak gue pake acara pengen ikutan ke Kupang juga lagi, gue nyari tiket yang pas biar bisa satu pesawat sama kita, eh ... harganya nauzubilah ... tembus tiga juta, Sen! Gila nggak tuh, kan?"
"Iya, sih. Mahal." Senja hanya mengeluarkan tiga kata sebagai balasan ocehan kekesalan Pink yang panjang tadi, hingga membuat sahabatnya itu segera menoleh ke arahnya.
Pink pun menarik dagu Senja dan memperhatikan wajahnya dengan seksama, "Lo kenapa, sih, Sen? Belakangan ini kok bawaannya loyo mulu? Muka lo juga pucet terus udah dua harian ini. Lo sakit ya? Apa jangan-jangan lagi hamil?"
"Sialan lo! Enak aja hamil! Gue masih perawan ting-ting, Gila! Belom pernah gituan gue!" Akibat dari pertanyaan Pink yang dinilai sangat konyol bagi Senja, maka dengan spontan gadis cantik itu menjauhkan tangan sahabatnya, kemudian mulai menyemburkan ocehan pedas sebagai balasan.
Tak ayal, tawa Pink kini menggelegar keras di sana, dan beruntung saat itu seminar hari terakhir sedang memasuki sesi istirahat untuk makan siang.
"Ngakak lo, suek! Mungkin gue cuman kelelahan aja kali, Pink. Makanya muka gue pucet gini. Kan, lo tau sendiri tiap jam enam pagi kita udah harus keluar dari rumah biar nggak kejebak macet sampe di sini. Beda pas Kupang yang jam ngantornya suka-suka, asal bukan pas hari senen. Tidur jam sebelas malam, sampe kantor udah jam delapan lewat juga aman-aman aja. Bener nggak?" ujar Senja sekali lagi memberi penjelasan, yang kali ini memang terdengar masuk akal di telinga.
Pink juga merasakan hal serupa, wajib berburu dengan waktu pada setiap paginya selama mereka masih berada di Jakarta. Namun, ia berusaha untuk menikmati hal tersebut, terlebih karena calon suaminya sedang bekerja di sana.
Selepas pulang seminar, Pink selalu mampir ke bengkel pujaan hatinya, dan hal itu tentu saja berbeda jauh dengan Senja yang masih berstatus jomblo abadi hingga detik ini.
"Makanya mending lo terima aja deh tuh ajakan balikan si Ersan, Sen. Nggak punya kecengan itu ngenes banget lho, menurut gue. Lagian kalo gue liat-liat, kalian berdua cocok kali. Tinggal saling memaafkan aja, terus ngerubah sikap jadi yang lebih baik, udah deh jalanin lagi. Siapa tau jodoh. Ya, kan?" sahut Pink masih memasang senyum usilnya untuk menggoda Senja.
Tentu saja Senja dengan cepat melebarkan dua kelopak matanya dan memelototi Pink, "Enak aja! Laki-laki tukang selingkuh kayak Ersan gitu, gue jamin nggak bakalan tobat kali, Pink! Lo cari aja deh penjelasan tentang perselingkuhan di semua sosmed atau di Google, pasti yang lo dapetin bakalan sama kayak yang gue omongin ini. Selingkuh tuh penyakit dan sulit banget sembuhnya, Pink."
Dari mulut Senja, keluar berbagai penjelasan, bahwa dirinya enggan untuk kembali menerima Ersan menjadi kekasihnya. Namun, entah mengapa hatinya seolah berkata lain. Rasa gelisah bahkan pelan-pelan mulai merambat dalam diri, saat benaknya kembali mengingat kejadian terbakarnya Mall Glodok Plaza di televisi tempo hari.
"Sen, Alloh itu Maha Pemaaf lho. Kalian udah pernah jadian tiga tahun lebih tuh, kan? Terus lo cerita waktu itu lo tangkap basah dia jalan sama mantannya di Mall, kan? Habis itu lo blokir semua sosmed dia, terus lo ke Bandung tempat uwak lo, sampe akhirnya ikutan tes CPNS juga dari sana, kan? Lo juga nyuruh emak lo buat diem dan nggak bocorin apa pun ke Ersan pas dia nyari-nyari lo, jadi gue rasa lo ada kesalahpahaman antara lo berdua, Sen. Bisa jadi Ersan mungkin nggak sengaja ketemu sama mantannya di Mall, terus barengan gitu. Coba deh dengerin dulu penjelasan dia, biar hati lo juga bisa plong. Kalo emang kalian ternyata nggak berjodoh, gue jamin nanti pasti Alloh akan ngasih lo cowok terbaik sesuai apa yang lo mau. Bener nggak tuh, hm?" celoteh Pink sekali lagi, kali ini terdengar jauh lebih bijak dari yang sebelumnya.
Sebenarnya Senja mulai bisa menerima penjelasan Pink dan merasa bahwa hal itu memang sedikit masuk akal, tetapi entah mengapa egonya selalu saja bertentangan di sana.
"Ck! Udah deh, Pink. Gue juga udah move on dari Ersan kok. Walaupun kami sempet ketemu dan wara-wiri sampe bikin bamper depan mobil orang rusak yang gue ceritain kemaren itu, nggak ada juga niat dia buat nanyain nomor handphone gue berapa. Jadi tandanya apa tuh? Emang dia sendiri juga aslinya udah move on dari gue kali, Pink. Sampe sekarang aja dia juga nggak nongol ke rumah, yah emang artinya kejadian kemaren cuma bagian dari reuni aja paling. Nggak lebih. Ya, kan?" balas Senja yang pada akhirnya sedikit mengeluarkan pendapatnya.
Mendengar hal tersebut, isi kepala Pink dengan cepat berpikir di sana, "Hahaha! Jadi kemaren kalo si Ersan minta nomor lo dan rajin ngechat lo, terus hobi nyariin lo ke rumah, ada kemungkinan kalian bakal balikan lagi gitu? Hahaha! Masuk akal kok, Sen. Cuman, gimana dong lusa kita udah harus balik ke Kupang nih? Apa mungkin kalian bisa ketemu secara nggak sengaja lagi? Sayang banget ih kalo nggak kejadian. Kata gue juga mendingan lo buka aja blokiran sosmed dia, Sen. Habis itu lo like postingan dia satu aja gitu, kan? Ntar kalo dia peka, pasti dia bakalan full effort. Iya nggak, sih? Hahaha!"
Skakmat!
Semua ocehan Pink, sungguh tepat sasaran bagi Senja. Mereka memang akan segera kembali ke Kupang dalam waktu dekat dan kejadian kebakaran di Mall Glodok Plaza kemarin pun, masih menjadi misteri untuknya.
Senja merasa effort yang Ersan tunjukkan di hari pertama mereka kembali bertemu, sudah pasti akan terulang lagi nanti. Namun, hal itu tentu saja harus dibarengi dengan keadaan pula.
Dengan suara lirih, Senja memutuskan untuk menceritakan kegundahan pada Pink, "Iya, sih, Pink. Em, cuman kemarin tuh gue sama nyokap sempet liat Ersan di tivi madamin api pas Glodok kebakar. Besoknya dia udah nggak nongol lagi, padahal kata nyokap dia janji bakalan dateng lagi ke rumah."
Pink yang mendengar cerita itu pun segera bangkit berdiri dan mulai berseru nyaring, "Astagfirullahaladzim! Jadi Ersan itu kerja di tempat pemadam kebakaran, Sen?! Kenapa lo baru cerita sekarang, sih?!"
"Eng? Emangnya kenapa, Pink?"
"Ya Alloh, Senja! Lo nggak cek berita terbaru soal kebakaran kemaren ya? Ada tiga orang anggota pemadam kebakaran yang ikutan jadi korban kali, Sen! Kalo nggak percaya, coba lo cek sendiri deh di Google sekarang. Buruan!" Pink menjelaskan satu kenyataan yang tidak Senja ketahui di sana dan itu membuat benar-benar sangat mengejutkan.
Senja pun segera mengambil ponsel dari saku kemejanya dan mencari kebenaran dari kata-kata Pink, "Astagfirullahaladzim! Ini ... ini beneran, Pink! Ada nama Ersan di sini!"
"Ya Alloh, kan! Tunggu apa lagi lo sekarang, hah?! Cepetan sana lo pergi ke rumahnya buat cari tau keadaan Ersan gimana, Sen! Jangan diem aja di sini kali!" Benar saja, ternyata inilah jawaban dari semua kegundahan Senja.
Ersan Handono ikut menjadi korban saat Mall Glodok Plaza terbakar, terkena reruntuhan bangunan saat ia sedang bertugas memadamkan api.
☆☆☆☆☆☆☆
.... BERSAMBUNG ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top