PROLOG
NOW PLAYING | Rex Orange County - Untilted
SELAMAT MEMBACA CERITA KAISAR
Jangan lupa komentar di setiap paragraf❤️
PROLOG
Tidak apa jika aku tidak memilikimu, asalkan aku masih bersamamu itu sudah lebih dari cukup.
***
KAISAR mengisi formulir pendaftaran mahasiswa baru. Layar macbooknya menyala, memperlihatkan logo universitas yang ditujunya juga dengan jurusan yang memang merupakan passionnya. Sebentar lagi pemuda itu akan meninggalkan status sebagai siswa SMA dan menggantinya menjadi mahasiswa.
"Kai..."
Mendengar namanya dipanggil, mata Kaisar langsung teralih dan menatap kepada lawan bicaranya. Orang yang baru saja memanggilnya.
"Kenapa Ite ?" tanyanya
Gadis itu, bernama Radea Aprodhite, atau biasa Kaisar panggil dengan panggilan Dite atau Ite, meskipun orang-orang memanggil gadis itu dengan panggilan Dea. Radea adalah mantan kekasih sekaligus sahabat terdekat Kaisar. Alasan putusnya hubungan mereka dulu, karena Radea merasa bahwa keduanya lebih cocok menjadi sahabat meskipun Kaisar sangat yakin bahwa perasaannya kepada Radea lebih dari seorang sahabat.
Kaisar akan sangat yakin bahwa dia memang benar-benar mencintai gadis berparas cantik itu.
Radea dan Kaisar selalu bersama, bahkan mereka sudah bersama sejak mereka kecil, berawal dari taman kanak-kanak yang sama sampai mereka SMA. Tak pernah satu waktu pun terlewatkan. Hanya saja tahun ini dia dan Radea akan berpisah, mengingat kemampuan berbahasa Radea tidak sefasih Kaisar. Radea tidak mau membenankan Kaisar dengan selalu bergantung padanya, Kaisar sudah banyak membantunya selama ini, terkadang Radea merasa bersalah dengan semua yang Kaisar berikan padanya.
"Aneh ya tahun ini kita gak barengan," ujar Radea; gadis itu menyenderkan kepalanya di bahu Kaisar.
Kaisar mengangguk, dia bukan merasa aneh lebih tepatnya kehilangan sosok seorang Radea di dalam hidupnya. Dengan satu kali klik, formulir pendapraran itu terkirim. Kaisar menutup hqlqman yang tertera pada macbooknya. Kini fokusnya kembali untuk Radea dan mengelus surai lembut gadis itu.
"Lagian lo kenapa sih gak disini aja, kan ada gue. Lo gak ngerepotin gue kok," ujar Kaisar
Radea tersenyum, "Kaisar, kita udah sering bicarain hal ini."
"Satu tahun, kan?"
Anggukan singkat Radea menjadi jawaban atas pertanyaan Kaisar barusan, "Iya, cuman satu tahun Kai."
"Beneran balik?"
"Iya."
"Beneran nanti ambil jurusan yang sama kaya gue?"
"Iya Kai."
"Yaudah gue tenang kalau gitu."
"Gue mau belajar mandiri Kaisar, biar gak bergantung terus sama lo."
"Gue gak masalah lo ribetin terus Te. Justru gue lebih senang kaya gitu, kesannya gue emang dibutuhin sama lo."
"Makasih ya Kai."
Senyuman Kaisar mengembang. Seandainya saja Radea tau, bahwa Kaisar masih bersama dengan perasaan yang sama. Mungkin hanya dia, sendirian. Karena Radea sepertinya tidak memiliki perasaan apapun lagi padanya, hanya menganggap sebatas teman terdekat dan terbaik saja.
Jatuh cinta sendirian itu sakit, apalagi jatuh cinta sama sahabat sendiri.
Kaisar pun bingung, kalau dia mengungkapkan perasaannya lagi, dia takut Radea akan menjauh dari hidupnya.
"Kaisar, buat lo gue ini siapa?" tanya Radea tiba-tiba
Pertanyaan itu cukup membuat mata Kaisar membola, kemudian dia mentralkan raut wajahnya, "Buat gue?" Kaisar balas bertanya dan dijawab anggukan singkat oleh Radea.
"Te..."
"Lo udah gak ada perasaan apapun kan sama gue?" Radea kembali bertanya.
Kaisar hanya diam saja.
"Kai..."
Masih belum ada jawaban sama sekali.
"Sepertinya pilihan gue buat ke Jerman satu tahun adalah hal yanh benar. Kaisar, gue mohon lupain ya perasaan lo buat gue."
"Kenapa? Gue gak minta balasan apapun dari lo," ujar Kaisar, "Te, kita sering bahas ini dan jawaban gue tetap sama, kan?"
"Gue gak mau lo tersakiti oleh perasaan itu."
"Dite, gue gak peduli. Kalaupun seandainya emang lo bukan buat gue, perasaan ini akan biasa dengan sendirinya. Gue gak menolak atau menutup diri, hanya saja untuk saat ini lo masih yang utama buat gue." Satu tangan Kaisar menggenggam tangan Radea, "Gue gak pernah larang lo buat deket atau pacaran sama siapapun, kan? Jangan jadiin perasaan gue beban, selagi kita masih berteman seperti biasa gue gak masalah untuk itu."
Radea mengangguk. Kaisar selalu memiliki jawaban atas segala keraguannya. Ada yang tak bisa gadis itu jelaskan untuk sekarang mengenai hubungan mereka.
"Dite..." kini kedua tangan Kaisar merengkuh wajah Radea, "bagi gue lo adalah orang terbaik di hidup gue selain Mama..."
***
Dua orang gadis tengah mengabiskan waktu sorenya di sebuah kafe kekinian di daerahnya. Kafe ini selalu ramai akan pengunjung, selain harganya yang pas di kantong pelajar, design yang aesthetic dan makanan yang sangat enak.
Dua gadis itu bernama Ara dan Sashi. Dua orang yang bersahabat sejak masuk SMA dan kini keduanya akan kembali berkuliah di Univesitas yang sama, meskipun dengan jurusan berbeda.
"Ra, lo jadinya ambil jurusan apa?" tanya Sashi sambil menatap ke arah Ara, sahabatnya yang tengah serius menyantap makanannya.
"Harusnya tanpa lo nanya udah tau jawabannya."
"Gak mau coba ambil sesuatu yang baru Ra? Dipaksa sama keluarga lo?"
Ara menggeleng, "Gue gak pernah kepikiran ngambil jurusan selain kedokteran Shi."
"Bosen banget hidup lo," cibir Sashi, "lo di SMA aja udah belajar mulu, padahal gak belajar otak lo udah mantap. Lo bercita-cita nyaingin Einstein apa gimana?"
"Tugas siswa kan belajar, ngapain lagi? Ortu udah biayain, masa mau main-main?"
Ara memang tidak lahir dari keluarga yang mengekangnya atau memberikan peraturan ketat untuk dirinya. Namun, lingkungan keluarganya yang sangat disiplin untuk urusan pendidikan membuat dia menjadi seperti sekarang. Ayah, Ibu dan kakaknya memang berprofesi sebagai Dokter, tetapi mereka tidak pernah memaksa Ara untuk mengikuti jejak mereka.
Semua ini adalah kemauan sendiri dari hati Ara dan Ara tidak pernah berpikir untuk masuk jurusan selain kedokteran, mungkin karena dari kecil lingkungan Ara berbau seperti itu. Jadi, sudah tidak heran ketika Ara memilih jurusan itu sebagai passionnya.
"Ra... lo terlalu serius tau gak. Hidup lo terstruktur. Ini mimpi lo? Atau lo hanya males mikir lagi? Gak ada tantangannya tau gak."
"Sashi, ngapain kita mencoba sesuatu hal yang belum pasti. Buang waktu tau gak? Kita kan gak hidup dua kali."
"Justru karena kita gak hidup dua kali Ara, kita harus menikmati masa muda kita, masa monton. Lo juga gak punya banyak temen."
"Kan buat mengenai kuantiti tapi kualitas. Buat gue, punya temen lo doang udah cukup kok," tukas Ara
"Kan kita beda jurusan, lo mau jadi ansos gak punya temen?"
"Lo kira gue se ansos itu?"
"Kan... bener..."
"Sashi, gue mungkin gak pinter nyari temen, terlalu pilih-pilih tapi bukan berarti gue bisa hidup sendirian. Santai aja Shi, ada kak Erdo kok."
Omong-omong soal Erdo, dia adalah anak dari teman Ayahnya dan mereka memang sudah menghabiskan waktu bersama. Erdo akan menjadi senior Ara di kampus dengan jurusan yang sama. Menurut Ara, selagi ada Erdo dia rasa dia tidak akan kesulitan.
"Lo suka kak Erdo, Ra?"
"Suka, baik."
"Suka dalam artian?"
"Shi, enggak melibatkan perasaan. Gue gak ada keinginan untuk berhubungan lebih lanjut dengan kak Erdo."
"Ra, lo pernah kepikiran pacaran gak sih? Atau karena lo belum pernah jatuh cinta, jadi lo kaku kek kanebo kering gini? Gue sumpahin lo jatuh cinta dan ngerasain galau tujuh hari tujuh malem."
"Serem amat doa lo," ujarnya
"Nanti pas kuliah nyari cowok Ra, biar hidup lo lebih berwarna."
"Bukan gamau, bukan gak kepikiran juga cuman gue belum menemukan orang yang cocok sama gue aja. Jadi, daripada ngabisin waktu sama orang yang salah, kan?"
Bukan Ara tidak mau dan fokus sama pendidikannya saja, dia bukan tipe yang terobsesi sama pelajaran. Menurut dia, dia menikmati masa mudanya, tidak seperti yang diucapkan oleh Sashi. Hanya saja, dia belum menemukan orang yang pas. Menurut Ara, memiliki pacar bukan tujuan dari hidupnya dan kebahagiaan dia tidak tergantung dari seorang pacar.
Untuk saat ini pun hidupnya sudah bahagia.
"Jadi lo ambil HI?"
"Jadi."
Ponsel Ara menyala, memperlihatkan notifikasi disana. Ada yang mengirim pesan kepadanya. Ara tersenyum ketika membaca nama si pengirim pesan. Setelah membaca isi pesan itu, Ara segela mengetikan balasan.
"Kak Erdo?"
Ara mengangguk.
"Kayanya kalau lo gak dapet cowok juga nanti lo bakalan dijodohin sama kak Erdo."
"Bukan sesuatu yang buruk."
"Ra... sumpah lo."
"Lagian, kak Erdo baik, ganteng sama pinter."
"Kaya juga," tambah Sashi, "tapi kan itu bukan tolak ukur lo suka sama seseorang."
"Seenggaknya lo tau bakal ngabisin waktu sama orang yang baik."
Ya bener juga sih apa yang dikatakan oleh Ara barusan.
***
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA PROLOG KAISAR
SILAHKAN VOTE DAN BERI KOMENTAR
Kalian
#TimMerah
#TimCoklat
Jangan lupa follow :
asriaci13
With Love,
Aci Istri sah dan satu-satunya Sehun
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top