Chapter 13 |Sedikit Perubahan

Now Playing | Eclat Story - Bentuk Cinta

Halo, apa kabar semua?

Kalian cewek apa cowok?

Jangan lupa untuk memberikan vote dan komen disetiap paragraf.

Enjoy.

Selamat membaca cerita Kaisar

Bagian Tiga Belas

Suatu hal yang baru untuk Ara si kaku.

***

Setelah mengantarkan Ara ke gedung fakultasnya, Kaisar tidak kembali ke gedung fakultasnya melainkan melipir ke kantin universitas. Jangan salah paham, Ara memang memberinya sarapan tapi Kaisar tidak mau orang-orang disekitarnya tau dan melihat dia makan menggunakan alat makan berwarna pink. Melukai harga dirinya.

Sebenarnya kalau warnanya saja gapapa, tapi kalau sudah ada gambar princess. Oh, tidak, terimakasih.

"Hei Bro..."

"Bro Kai..."

"Kai..."

Sapa beberapa orang yang ada di kantin, Kaisar membalas sapaan itu denhan melambaikan tangannya ke arah mereka sebelum dia menghampiri stand penjual bubur ayam.

Kaisar menyapa ibu penjual bubur ayam itu, sebelum dia meminjam mangkuk.

"Makasih Bu, nanti Kai balikin." Kaisar langsung pergi dan segera mencari tempat yang kosong, sampai kedua matanya menangkap sosok Doni yang tengah makan sendirian.

Senyum cerah tercetak dibibir Kaisar, laku dia segera menghampiri Doni dan menepuk pundaknya cukup keras.

"Ayam...ayam..."

Kaisar tertawa jika mendengar latah Doni kalau kaget. Dia memang seperti itu.

Delikan mata Doni sangat terasa menusuk, apalagi saat Kaisar duduk di depannya.

"Ngapain lo? Gue masih marah ya sama lo!" Sinis Doni. Tapi dia kembali serius memakan sarapan paginya.

Kaisar mengabaikan omelan Doni pagi itu.

"Titip dulu ya." Kaisar menyimpan mangkuk kosong itu di meja, lalu dia pergi meninggalkan Doni.

Doni mengeluarkan sumpah serapahnya, namun percuma, Kaisar pun sudah berlalu. Kemungkinan terbesarnya pemua itu tidak mendengarnya, kalaupun Kaisar mendengarnya sepertinya dia tidak akan peduli dengan hal itu. Menurutnya jika dibiarkan lama-lama mood Doni akan kembali biasa atau Kaisar sogok dengan mentraktir makan siang.

Tuh kan, hampir saja Kaisar melupakan janjinya lagi. Dia sudah membuat janji untuk makan siang dengan Ara. Urusan membujuk Doni bisa dipikirkan nanti, gampanglah.

Setelah sampai di parkiran, Kaisar membawa totebag yang berisi bekal yang disiapkan oleh Ara tadi pagi. Setelah itu Kaisar kembali ke kantin, tatapan tajam Doni langsung menyambutnya ketika Kaisar kembali duduk didepannya. Tak ada senyuman, yang ada hanyalah tatapan kekesalan.

"Sorry deh Don, ada yang urgent tadi pagi," ujar Kaisar.

"Se urgent apa sih? Sampe bohongin gue?"

"Posesif amat." Kaisar meledeknya, "Ada lah."

Sudut mata Doni terfokus ke arah tempat bekal yang dikeluarkan oleh Kaisar dari totebag. Kemudian dia menahan tawanya saat melihat warna tempat bekal itu.

"Wait, what?! Pink? Princess?! Tunggu, lo gak belok, kan, Kai?"

Sial! Suara toa Doni barusan mengundang beberapa pasang mata menoleh ke arah mereka. Kaisar tersenyum simpul lalu melambaikan tangannya, dia berusaha se cool mungkin agar tidak mengundang banyak pertanyaan.

Tuh kan, sudah Doni duga, Kaisar akan tetap berusaha se sempurna mungkin, terbukti dia akan melakukan itu.

"Ini dari Ara." Beritahu Kaisar, "Alasan gue ga jemput lo, ya karena Ara."

"Ara?" Doni malah balas bertanya, "Ara siapa? Ngarang lo."

"Ara itu loh, temen kita waktu ospek, yang anak kedokteran, temennya si Caca yang sering lo godain itu loh."

"Oh si sombong itu," respons Doni, "kok lo bisa barengan sama dia? Terus dikasih bekal segala?"

"Ceritanya panjang," jawab Kaisar, "gue makan dulu." Kaisar memindahkan roti itu ke mangkuk yang dia pinjam.

Selamat! Kaisar sudah membuat Doni bertanya-tanya sekarang. Padahal setaunya hubungan antara Kaisar dan Ara benar-benar kurang baik, Kaisar membenci sifat Ara yang sombong. Mungkin jika kemarin Doni merasa kalau Kaisar menyapa Ara hanya agar biasa saja, dia kan selalu seperti itu.

Ramah kepada semua orang.

Tapi apa sekarang? Menjemput Ara ke rumahnya dan berangkat bersama tidak bisa dikategorikan hanya sekedar ramah saja. Sudah pasti lebih dari itu.

Jik dilihat-lihat Ara memang menarik dari segi penampilan, tapi dia membosankan tidak seru, percuma cantik kalau membosankan.

"Lo lagi pedekatein Ara?" tanya Doni

Kaisar menggeleng, "Gak."

"Terus?"

"Gue cuman salah aja nilai dia, terus sekarang kita berteman."

"Btw perkumpulannya gak jadi sekarang tapi jadi sore di undur, sial banget gue udah nyampe kampus pagi ini."

"Kenapa katanya?"

"Gatau."

Kaisar mengangguk. Lalu mereka memutuskan untuk ke kosan teman mereka yang memang jaraknya tidak jauh dari area kampus, untuk beristirahat.

***

Kaisar menepati ucapannya dia menjemput Ara ke fakultasnya tepat di jam makan siang. Kehadiran dia menjadi sorotan disana, banyak yang tersenyum dan menyapa ke arah Kaisar. Biasa, caper, lagian Kaisar tebar pesona sekali.

Setiap ada yang bertanya sedang apa Kaisar disana, jawabannya akan selalu sama bahwa dia menunggu teman.

Sekian lama menunggu Ara, manik mata Kaisar menangkat seorang gadis yang baru saja keluar dari gedung fakultasnya. Kaisar melambaikan tangan, memanggilnya dan juga tersenyum ke arahnya.

Sudah seperti orang pacaran.

"Ra... disini..."

Ternyata Ara tidak sendirian, ada Caca yang menemani disampingnya.

"Lo," tunjuk Caca, "lagi ngedeketin Ara ya?"

Kaisar terkekeh pelan, "No, gue sama dia cuman berteman."

"Alah kedokteran, kedok temen tapi pacaran," cibir Caca yang langsung mendapat injakan kecil oleh kaki Ara.

Sumpah, Caca tuh bacot banget.

"Tuh kan, gue sama Ara temenan aja Ca. Gak tau nanti..."

Ara menatap ke arah Kaisar meminta penjelasan dari ucapannya yang ambigu.

"Bisa jadi sahabat, kan?"

Kaisar tuh bisa gak sih sehari saja bersikap normal. Maksudnya tadi pagi dia berhasil membuat Ara tidak fokus dengan kalimatnya yang cheesy.  Sekarang mengatakan kalimat ambigu yang berhasil membuat Caca meledeknya.

Repot urusan nantinya.

"Yaudah gue balik duluan ya Ra, Kai duluan..." Caca pamit untuk pulang lebih dulu dan Ara melambaikan tangannya begitupula Kaisar.

"So, mau makan apa siang ini?" tanya Kaisar setelah Caca pergi.

"Terserah, kan Kai yang ngajak."

"Lo boleh pilih tempatnya kok Ra, duit gue cukup buat jajanin lo."

"Hah? Maksudnya gimana?"

Kaisar mengangguk, "Iya, lo bilang terserah karena ingin menyesuaikan dengan isi dompet gue, kan? Lo gak udah khawatir, Ra. Gue bisa jajanin lo apa aja, sesuka lo."

Ara tidak menjawabnya, dia hanya terdiam sepertinya berpikir. Padahal hanya pertanyaan mau makan dimana. Bukan pertanyaan dari dosen penguji skripsi. Melihat Ara yang serius memikirkannya membuat Kaisar gemas lalu terkekeh pelan, sebelum satu cubitan pelan mendarat di pipi Ara.

"Gemes..."

"Kalau mau cubit bilang dulu, sakit tau..." keluh Ara

"Sakit ya? Sini... sini..."

Kaisar mengelus pipi Ara yang dia cubit sebelumnya, mereka tidak sadar ada beberapa pasang mata yang menatap ke arah mereka.

"Jadi, makan dimana?" Kaisar mengulang kembali pertanyaannya.

"Emm... terserah lo deh Kai. Kan, lo yang ngajak gue makan, gue bingung gak ada tempat yang gue pikirin."

"Di kantin fakultas gue aja mau? Gue abis ini ada kumpulan jadi gak bisa makan jauh-jauh di luar, next time deh."

Mendengar ajakan Kaisar membuat Ara berpikir banyak hal, disana pasti banyak orang-orang baru dan tentunya dia akan menjadi sorotan mengingat fakultas itu rumahnya Kaisar.

Ara tidak nyaman, namun salahnya sendiri mengatakan bahwa Kaisar boleh memilih tempatnya. Kalau Ara menyarankan kantin fakultasnya, itu juga bukan pilihan yang bagus, Erdo ada disana dan dia malas diberi berbagai macam pertanyaan.

Dia sudah membayangkan akan serisi apa nantinya, dua orang yang cukup populer di kampusnya, duduk satu meja dengan Ara. Merinding.

"Sekalian cari teman sama suasana baru, Ra. Ayo." Kaisar menarik tangan Ara dan meminta Ara untuk menyeimbangkan lanhkah mereka, agar seirama.

"Gapapa Ara, kan ada gue," ujar Kaisar, dia seolah mengerti apa yang menjadi kekhawatiran Ara saat ini.

"Bukan gitu Kai," imbuh Ara

"Then...?"

"Kai tangan lo."

"Oww, sorry, kebiasaan kalau bareng Dite pasi gue genggam tangannya."

Mengapa rasanya sedikit tak suka. Ada apa dengan dirinya? Namun, Ara segera menepis semua itu dan dia hanya melanjukan langkah kakinya. Kaisar banyak bertanya dan Ara hanya menajwab. Mood Ara seketika memburuk, dia tidak suka diajak ngobrol terus menerus seperti ini.

Tepat seperti dugaannya, kantin Fakultas Kaisar begitu ramai, lebih ramai daripada kantin fakultasnya. Ada beberapa orang yang dengan sengaja merokok di area kampus.

Ara membenci asap rokok, dia menutup hidungnya. Kaisar yang peka langsung meminta temannya berpindah tempat agar asapnya tidak terkena Ara.

"Ribet banget, manja," cibir salah satu cowok yang kini pergi dari area kantin.

Kan, belum apa-apa sudah mendapat musuh.

"Duduk, Ra." Kaisar menarikan kursi untuk Ara.

Tolong ingatkan jika hanya sekedar teman tidak perlu melakukan itu, benar?

"Lo mau makan apa?"

"Apa aja."

"Makanan berat apa ringan?"

"Ringan aja please..."

"Siomay atau batagor kuah?" tanya Kaisar

"Siomay aja, gak pake siomaynya..."

"Gimana tuh maksudnya?"

"Tahu aja maksudnya. Gak pake kecap ya."

"Oke siap, tunggu ya."

Kaisar memesankan pesanan Ara, sekaligus minumnya. Dia tidak mengetahui apa minuman kesukaan Ara hanya memilih yang paling aman, air mineral daripada harus jalan dua kali.

Duduk di antara orang-orang yang cukup asing untuknya membuat Ara menundukkan kepalanya dalam-dalam, dia cukup sadar kalau beberapa orang disana membicarakannya karena datang bersama Kaisar.

Kenapa Kaisar tidak menjadi orang yang normal-normal saja sih.

Ketika Ara menyibukan diri dengan meniup poninya, maklum gabut. Tiba-tiba ada yang duduk di depannya, itu bukan Kaisar.

"Loh Ra, ngapain disini?"

Itu Sashi, sahabatnya semasa sekolah. Untung saja, saat ini wajah Ara mulai berseri seperti mendapatkan lotre.

"Heh malah bengong, lo ngapain di fakultas gue?" Sashi kembali bertanya, setaunya Ara bukan orang gabut yang akan datang ke kantin fakultas orang lain. Kalaupun iya, dia akan memilih kafe yang nyaman jika pergi sendirian.

Sebelum Ara menjawab, Kaisar sudah kembali dan menyimpan piring siomay di depan Ara. Secara otomatis Sashi menoleh, dia melotot heran.

"Ah, pantes..." ujar Sashi, "sama Kai..."

Kaisar tersenyum ke arah Sashi.

Sashi masih diam akibat terlalu syok, Ara anak bayinya sekarang sudah beranjak dewasa, dia terharu.

"Mau gabung?" tawar Kaisar

Sashi menggeleng, "Enggak deh, ganggu nanti gue, udah ditunggu sama yang lain. Bye Ra, nanti gue call."

Kaisar mengabaikan hal itu, namun lain hal dengan Ara dia sudah bisa meneban apa yang akan ditanyakan oleh Sashi di telepon nanti. Nambah lagi kerjaan. Menyebalkan.

"Temen lo?" tanya Kaisar

Ara mengangguk, "Iya temen deket."

"Oh..." Kaisar mengangguk paham dan dia tidak memberikan pertanyaan lain hanya khidmat memakan makanananya.

"Ra..." panggil Kaisar

"Iya?"

"Mau bikin kesepakatan?

"Hah? Ap?"

"Kita janji untuk saling mengenal, kan?"

Ara mengangguk, "Jadi?"

"Setiap hari kita kasih tau satu fakta tentang diri kita sendiri, seperti gue gak bisa minum kopi."

"Oya? Masa sih?" tanya Ara tak percaya.

"Bener, sekarang giliran lo."

"Ara gak suka kecap, kecuali di nasi goreng."

"Okay, noted."

"Kok sampe dicatet?"

"Biar inget, jadi nanti tau apa yang disukai dan gak disukai Ara."

***

Terima Kasih Sudah Membaca Cerita Kaisar

Jadi, sudah mulai tau siapa yang akan jatuh cinta lebih dulu?

Lanjut?

***

Spam komen disini.

***

Jangan lupa follow instagram :

Asriaci13

Zhixinjiwakaisar

Azraorianna

***

WITH LOVE,

ACI ISTRI SAH DAN SATU-SATUNYA OH SEHUN

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top