Bagian Empat Puluh Empat | Kecelakaan yang Tak Disengaja
HAIIII!! Setelah sekian lama tidak update Kaisar. Aku update lagi.
Ada yang kangen???
Absen di sini kalau kalian masih semangattt!!
Lebih suka sekolah tatap muka / daring?
Alasannya????!!!
Jangan lupa komen sebanyak-banyaknya, biar cepet update lagi.
Selamat Membaca Cerita Kaisar
***
Bagian Empat Puluh Empat
Now Playing | Hana Wilianto - No Worth The Pain
Setidaknya aku pernah menjadi orang yang pernah kamu sebut dalam doamu, sebelum pada akhirnya yang Tuhan beri bukan aku tapi seseorang yang baru.
***
Setelah insiden Kaisar beberapa detik mencekik neneknya dan hampir membunuh sang nenek, pemuda itu tak merasa bersalah justru ada kepuasaan tersendiri dalam benaknya. Tapi, tentu saja dia tidak memperlihatkan hal tersebut secara terang-terangan. Meski terkadang dia merasa berdosa ketika berbahagia diatas penderitaan orang lain.
Tapi, jika ditelaah lagi lebih lanjut mengenai hal tersebut, akan sang nenek yang mendukung perselingkuhan Papanya, atau sang nenek yang tidak peduli saat Ibunya meminta pertolongan. Bahkan dibiarkan begitu saja.
Kaisar mungkin tidak mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari seluruh keluarganya, karena dia diyakini akan menjadi penerus keluarga. Dia memiliki otak yang cemerlang dan juga cerdas.
Tapi, mereka salah. Semua keluarganya salah, bagaimanapun sempurnanya kehidupan Kaisar, jika mereka memperlakukan orang yang dia sayangi dengan buruk. Jangan harap dia akan berlaku sopan dan menghormati semuanya. Karena bukan kekuasaan ataupun uang yang dia inginkan, melainkan balasan yang setimpal atas apa yang sudah mereka lakukan.
"Lain kali kamu jangan begitu," ujar Ara
Kaisar menatap sang kekasih dengan dahi yang bergelombang, cukup membingungkan kalimat yang dikatakan Ara barusan.
"Begitu gimana? Konteksnya apa dulu?"
"Ya kamu, ke nenek kamu sama ke Tante Luna."
Kaisar berdecak sebal, "Kamu tau sendiri Ra, gimana menyebalkannya keluarga aku. Dan aku gak suka kalau mereka ngerendahin orang-orang yang aku sayang. Aku udah kehilangan Mama, Mama disakitin sama mereka dan aku gak mau kehilangan kamu atau kamu disakitin sama mereka. Dibagian mananya aku berlebihan? Apa berlebihan kalau aku ngelindungin orang yang aku sayang?"
Kaisar yang sempurna, Kaisar yang selalu bersikap rasional. Dia yang akan selalu menolong orang lain, yang tidak pernah marah ataupun emosi. Kini Ara harus melihat setidaknya beberapa persen kemarahan Kaisar akan hal-hal yang tidak seberusnya dia ikut campur.
Ara hanya tidak mau, kebencian dan rasa dendam Kaisar membelenggu dirinya sendiri. Membuat dia melakukan hal-hal yang akan merugikan dirinya sendiri.
"Maksud aku bukan gitu, Kai." Dirinya berusaha menjelaskan secara perlahan, agar sang kekasih itu mengerti, "Apa yang akan kamu dapetin kalau kamu membenci mereka? Kepuasaan?" tanya Ara, "Ngga. Kamu akan cape sendiri."
"Terus, gue harus ikut kemauan keluarga setan itu? It's fucking family! Apa gue harus bersedia secara sukarela saat gue dijadiin bidak oleh mereka? Lo gak ngerti Ra, gak bisa memposisikan diri lo seandainya ada diposisi gue."
Sebenarnya cara Kaisar mengontrol emosinya itu sangat bagus, tapi dia akan menjadi berlebihan saat semua orang menyinggung mengenai sikap dia terhadap keluarganya. Bukan hanya Ara bahkan Radea saja yang notabenenya sudah mengenalnya sejak lama, akan dia bantai habis-habisan jika ikut campur mengenai tujuan hidupnya.
"Oke fine Kai." Ara mengalah, dia tau tidak akan menang jika menghadapi Kaisar dalam kondisi seperti sekarang, "Aku salah, aku gak ngerti posisi kamu. Mereka jahat sama kamu, jadi wajar kamu nggak suka mereka. Tapi apa kamu harus membenci Tante Luna sebegitunya? Ya, dia salah karena hadir di antara keluarga kamu, tapi dia mendapat restu dari Mama kamu Kai. Papa kamu enggak menikah secara diam-diam. Mama kamu dengan ikhlas menerimanya. Lagipula, Tante Luna sangat perhatian sama kamu dan juga Mama kamu, bahkan Papa bilang Tante Luna sering datang saat kamu gak bisa temenin Mama kamu di rumah sakit."
Raut wajah Kaisar langsung berubah saat dia mendengar kalimat yang cukup panjang dari Ara. Awalnya dia ingin tutup kuping karena Ara seperti dicuci otak oleh Luna sialan itu. Lagipula Ara memang diperlakukan baik dan spesial oleh Luna, sehingga gadis itu mungkin tak merasa benci atau kesal dengan Luna.
"Apa? Dia sering ke rumah sakit?!" tanya Kaisar, dia mengulang perkataan Ara menjadi pertanyaan. Untuk memastikan bagwa telinganya tidak salah mendengar.
Dengan polosnya Ara mengangguk, seolah tak ada yang salah.
"Shit!"
"Kenapa? Bukannya bagus kalau mereka akur?"
"Ra, rumah sakit area terlarang wanita sialan itu kecuali dia datang bersama bokap yang kecil kemungkinannya. Ah sial, apa yang udah dia lakuin." Kaisar mengacak rambutnya dengan kasar.
"Emangnya kenapa?"
Ara masih tak paham akan situasinya, dan semua ini tentu membuat dirinya bingung.
"Sejak kapan jalang itu datang ke rumah sakit?"
"Nggak tau pastinya tapi kamu mungkin bisa tanya Papa atau bagian administrasi rumah sakit, apalagi almarhum Mama kamu pasien vvip, jadi orang-orang yang berkunjung ada catatannya."
Apa mungkin jika kematian Mamanya bukan kehendak dari Tuhan? Melainkan melalui perantara Luna untuk membunuhnya secara tidak langsung? Jika itu terbukti, entah apa yang akan Kaisar lakukan kepada Luna. Bahkan jika dia harus membunuhnya, itu bisa saja terjadi.
"Sayang..." nada suara Ara melembut, tangannya mengelus punggung Kaisar, "bisa saja mereka berdamai dan Tante Luna mau belajar dari kesalahannya."
Semudah itu manusia berubah? Untuk apa dia berdamai. Yang ada kedatangan Luna membuat kesehatannya memburuk. Pasti wanita itu datang dengan memamerkan kehamilannya atau dia sudah merasa menang karena bisa menguasi Papanya.
Bahkan saat dulu saja, ketika Papanya ketahuan berselingkuh dengan Luna, saat bukti di depan mata tetap saja masih menyangkalnya. Namun, itu berlangsung dan yang lebih parahnya Papanya melakukan perselingkuhan itu berulang kali dengan orang yang sama. Mamanya pernah melabrak Luna, tapi yang dilakukan Luna adalah senjata andalannya playing victim, manipulatif.
Sebenci itu Kaisar kepada dua manusia yang entah apa alasannya mereka berdua masih diberi kesempatan untuk bernapas oleh Tuhan.
"Gak mungkin Ra," sanggah Kaisar
Namun ponselnya berbunyi disaat percakapan barusan, itu telepon dari Papanya. Awalnya Kaisar ingin mengabaikannya tapi permintaan Ara adalah menjawab teleponnya. Bisa saja itu hal penting yang ingin Papanya sampaikan.
Dengan berat hati Kaisar mengangkat telepon itu dan dia diberi kabar bahwa Neneknya masuk rumah sakit. Tentu itu bukan hal yang harus Kaisar khawatirkan, dia membenci neneknya sampai tak merasa simpati sedikitpun.
Tapi, kalimat yang dikatakan oleh Ara membuatnya berpikir sebaliknya.
"Kamu gak mau dateng ke rumah sakit?"
"Ya, buat apa?" Jawabnya tanpa minat, "lagipula sebentar lagi tua bangka itu dipanggil Tuhan."
"Heh. Ngomongnya."
"Udah tua, dia dapat golden ticket untuk dipanggil duluan."
"Meninggal tuh gak ditentuin sama umur tau. Sama kalau orang jahat suka susah meninggalnya, mungkin sama Tuhan mau dikasih kesempatn taubat dulu kali ya?"
"Bukan dikasih kesempatan sih, malah yang jahat ngerasa hidup dia akan selalu panjang," jawab Kaisar dengan kekehan, "daripada aku ke rumah sakit, mending aku di sini sama kamu."
"Kaisar, kamu curiga kan dengan Tante Luna?" tanya Ara sedikit hati-hati, awalnya Kaisar terdiam dan hanya menatap Ara meminta penjelasan, "bukannya ini saat yang tepat buat buktiin, apa Tante Luna beneran berubah menjadi lebih baik atau sesuai dengan praduga kamu?"
"Maksudnya?"
"Iya, kamu bisa liat dari daftar tamu yang menjenguk Mama kamu. Sejak kapan Tante Luna datang, karena pasti ada catatan. Kalau kamu datang ke rumah sakit tanpa ada sesuatu, itu pasti mencurigakan. Kebetulan sekarang Nenek kamu masuk rumah sakit, jadi kamu bisa datang ke sana dengan alasan menjenguk nenek kamu."
"Tapi itu gak bisa dijadikan bukti apapun, kan?"
Ara menghela napasnya perlahan, "Kamu bisa liat rekam medis Mama kamu setelah kunjungan Tante Luna juga rekaman CCTV, meskipun kalau memang Tante Luna seperti yang kamu kira dia gak akan bodoh dengan melakukan secara terang-terangan. Hanya saja, bangkai akan selalu tercium kan. Gak ada orang yang bisa menyembunyikan kejahatan dengan bersih, selalu ada jejak."
Ara menggenggam tangan Kaisar, "Aku bantu kamu sebisa aku, tapi aku gak mau kamu sampe ngelakuin hal-hal yang sama seperti mereka. Kamu harus membalasnya dengan bukti bukan dengan perlakuan yang sama. Aku gak mau kamu melangkah terlalu jauh dan itu merugikan diri kamu sendiri nantinya."
Kaisar tersenyum ke arah Ara, dengan kedua tangannya kini menggenggam Ara. Menatapnya dengan penuh cinta.
"Gimana dong ini..."
"Gimana apa?" tanya Ara
"Aku semakin suka kamu," ucap Kaisar
"Hah, apa sih."
Kelihatannya Ara mulai salah tingkah, terlihat dari rona pipinya yang memerah.
"Ra, makasih ya." Itu ungkapan sangat tulus yang diucapkan oleh Kaisar.
"Buat?"
"Makasih selalu ingetin aku untuk segala hal, kaya barusan. Dan, aku selalu bersyukur aku dapetin kamu. I love you, I really do. Aku gak bakal biarin orang sakitin kamu termasuk diri aku sendiri. Promise."
Ara menggeleng pelan, "Jangan janji sama hal-hal seperti itu, tapi aku tau kamu berusaha buat gak nyakitin aku."
Selalu. Selalu ada hal yang membuat Kaisar menganggumi kekasihnya yang terlihat naif itu. Ara memang baru pertama kali berpacaran, mengenal cinta. Terkadang gadis itu sangat kekanak-kanakan. Tapi, dia selalu mengerti meskipun harus ada sedikit perdebatan. Tentu saja, pada akhirnya dia akan mengalah dan mencoba mengerti dirinya.
Kaisar sadar bahwa egonya masih tinggi, apalagi ketika idealismenya ditentang oleh Ara. Mana pernah Kaisar menurunkan sedikit harga dirinya untuk berbeda pendapat.
***
Keluarganya silih berganti menjaga dan menjenguk neneknya. Sebenarnya mereka tak sepenuhnya bersedih, jika Kaisar lihat. Beberapa dari mereka justru mendokan agar neneknya tak berumur panjang. Mereka hanya menginginkan pembagian harta warisan.
Kaisar sempat menyapa meskipun dengan wajahnya yang datar, justru Ara lah yang menyapa keluarganya dengan senyuman manis dan nada yang ramah. Seperti kepribadian mereka tertukar. Di sana juga ada Radea bersama kedua orang tuanya.
Akhir-akhir ini intensitas antara dirinya dan Radea sangat jarang. Mungkin karena Kaisar pun sudah bersama dengan Ara dan menghargai gadis itu sebagai pacarnya, selain itu pun sepertinya Radea sedikit menjaga jarak dari dia.
"Aku ke toilet bentar," pamit Kaisar pada Ara dan dibalas anggukan kecil oleh Ara.
Radea yang melihat Ara sendirian, langsung menghampirinya.
"Ra, lo keren."
"Keren?"
Seperti yang selalu Ara tekankan dalam dirinya. Radea itu baik, tapi dia adalah gadis yang harus diwaspadai. Dia dekat dengan kekasihnya dan mereka sempat bersama. Jadi Ara tak bisa menerima Radea sepenuhnya.
Dia lebih memilih hanya untuk berteman biasa alih-alih untuk berteman akrab. Karena dia melihat Radea sebagai gadis yang disukai oleh pacarnya. Takutnya, dia malah membenci gadis itu tanpa alasan yang jelas dan itu akan membuat banyak prasangka yang kurang baik.
"Bisa nyeret Kaisar ke rumah sakit untuk jengukin neneknya, dia gak pernah mau berhubungan sama keluarga dari Ayahnya. Meskipun gue yang memaksa."
"Itu kemauan Kai sendiri, gue hanya nemenin."
"Tetep aja." Radea tersenyum, "Makasih ya, lo selalu ada buat Kaisar, gue seneng sahabat gue bisa nemuin orang yang nerima dia."
"Lo gak perlu berterima kasih Dea," ujar Ara, "nemenin Kaisar udah jadi tugas gue sebagai pacarnya, dan justru gue berterima kasih karena lo perhatian sama pacar gue."
Radea terdiam lalu tersenyum canggung. Ternyata Ara tidak sepolos dan selugu penampilannya. Gadis itu tersenyum setelah melihat Kaisar keluar dari bilik toilet dan menghampirinya.
"Yuk pulang?" ajak Ara sambil melingkarkan tangannya di lengan Kaisar.
Kaisar mengangguk.
"Dit, duluan ya." Pamit Kaisar
Radea mengangguk, "Ya, hati-hati Kai, Ara."
Hanya saja setelah mereka pulang, selang beberapa jam Kaisar mendapatkan kabar bahwa neneknya jatuh terpleset dari kamar mandi. Ada sedikit senyuman di wajahnya, atau lebih tepatnya seringnya.
Ara yang melihat hal itu merasa merinding, seolah kejadian ini sudah direncanakan.
"Kai ini bukan ulah kamu, kan?"
Kaisar menggeleng, "Not really."
"Kai."
"Bukan sayang."
"Bener, kan?"
Kaisar kini mengangguk, "Ya."
Sebenarnya mungkin saja salah satu alasan neneknya terjatuh adalah ulah Kaisar, tapi dia tidak berniat seperti itu. Saat dia ke toilet di rumah sakit, dia lebih memilih toilet yang ada di dalam kamar rawat neneknya alih-alih pergi ke lantai lain. Lalu dia tak sengaja menjatuhkan banyak sabun ke lantai. Dia sempat memberitahu perawat bahwa dia meminta lantainya dibersihkan. Tujuannya sih agar perawat itu memberitahu pegawai kebersihan, tapi nyatanya sebelum lantai itu dibersihkan justru sudah memakan korban.
Neneknya terjatuh.
Ya, memang sudah tua sih, harusnya sudah tidak ada di bumi lagi.
***
Terima Kasih Sudah Membaca Cerita Kaisar
Kaisar jahat atau tidak?
Kalian Tim mana nih?
#KaisaRa
#KaisaRadea
***
Jangan lupa follow instagram :
Asriaci13
Zhixinjiwakaisar
***
Komen 3000 untuk lanjut!!
***
With Love,
Aci istri sah dan satu-satunya Oh Sehun
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top