Bagian Dua Puluh Sembilan | Jatuh Bangun

Haloooo apa kabar????

Aku kangen ngelapak disiniii???

Ada yang kangen akoooo????

Coba spam komen dulu lah, absen disinii!!!!

Kalian baca sambil ngapain?

Jam berapa kalian bacaaa guissss

Jangan lupa komen tiap paragraf dan kasih vote!!

Udah kasih vote?

***

Now Playing | Adera - Aku Harus Pergi

Bagian Dua Puluh Sembilan

Gengsi itu perlu tapi jangan ketinggian. Karena yang dikiran ghosting, padahal nyatanya mereka pergi karena tidak mendapat respons yang cukup karena kamu yang terlalu gengsi.

***

Tanpa bertanya kepada Ara gadis itu akan makan apa, Kaisar sudah lebih dulu memesankannya. Ara melihat kesekelilingnya, itu hanya kedai tidak terlalu besar dan pengunjungnya juga tidak terlalu ramai, sehingga mereka langsung mendapat meja kosong.

Semakin mengenal Kaisar, dia merasa bahwa perlahan cangkang itu mulai terbuka. Kaisar tidak sesimpel kelihatannya. Boleh gak sih Ara egois dengan menikmati momen ini dan tak memikirkan siapa gadis yang ada di hati Kaisar, karena semua itu terlalu abu-abu.

Selagi Kaisar tidak mendeklarasikan siapa, dia masih memiliki kesempatan bukan, untuk membuat Kaisar berpaling dan memilihnya? Asalkan dia tidak merebut milik orang lain.

Kaisar datang dengan dua mangkuk soto disana.

"Suka soto, kan?" tanya Kaisar, "harus suka sih, soalnya udah gue pesenin," sambungnya

"Terus kenapa nanya?" Ara balas bertanya, tapi dia segera mencoba kuah soto itu, namun suapan kedua langsung masuk ke dalam mulutnya lagi, "enak."

"Ya enak dong sayang, kalau gak enak mana jadi tempat makan favorite." Kaisar terkekeh pelan.

"Enteng banget ya Kai bilang sayang, gimana coba kalau baper," ujarnya

"Lo emang baper?" Kaisar justru memutarbalikan pertanyaan itu.

"Kalau jawabannya iya, lo bakal gimana?"

Kaisar tak menjawabnya, dia hanya tertawa mendengar pertanyaan itu. Padahal dititik ini Ara tidak sedang bercanda dalam mengajukan pertanyaan itu.

"Kok malah ketawa? Ara nanya serius loh..."

"Baru kalau belum kejadian, kan?" Kaisar tersenyum, "makan dulu ya? Masih anget, jangan dibuat mikir yang nggak-nggak."

Sangat pintar mengalihkan topik pembicaraan. Ara mengangguk, dia makan soto itu dan menanggapi beberapa pertanyaan Kaisar, mereka tertawa dengan jokes receh Kaisar yang cocok dengan Ara.

Suara hujan dan musik yang diputar di kedai itu menemani mereka. Ara suka suara hujan, menenangkan sampai matanya terpejam, sengaja agar dia menajamkan pendengarannya. Sampai sentuhan tangan Kaisar dilengannya menyadarkan dia.

"Kenapa?" tanya Ara

"Kamu ngantuk? Mau balik aja?"

Ara menggeleng pelan, "Cuman suka denger suara ujan aja."

"Padahal gitu-gitu aja, gak ada yang aneh."

"Gak semuanya bisa dipahami semua orang sih Kai," ujar Ara, "kaya lo aja suka sama organisasi sementara gue engga, kan?"

"Ara, lo itu siapa sih?" tanya Kaisar

"Gue?" Ara terkekeh, "manusia. Apalagi."

"Bukan, bukan, gue hanya ngerasa lo itu susah ditebak, terlalu misterius. Kaya gue ngerasa udah kenal lo, tapi persepsi gue dipatahkan ternyata lo gak seperti yang gue pikirkan," ungkap Kaisar, "lo tuh kaya kotak pandora."

"Bukannya lo juga sama Kai?" Ara membalasnya dengan santai, "yang lo perlihatkan sekarang belum tentu diri lo yang asli, kan?"

"Menurut lo begitu?"

Ara mengangguk, "Ya, full of surprise sih," kata Ara, "tapi gapapa, itung-itung latihan biar ga jantungan. Kaya lo tuh seperti mudah digapai tapi lo terasa jauh."

"Gitu ya..." Kaisar mengangguk, "Ara, boleh jujur gak sih gue?"

"Lah selama ini lo bohong?"

"Gak gitu maksudnya, cuman gue kayanya harus bilang ini sama lo."

"Tell me," pinta Ara

"Gue nyaman sama lo."

Kedua alis Ara menukik, nyaman disini bisa berarti banyak hal. Tidak hanya sekadar nyaman saja, karena ini Kaisar, sudah pasti akan banyak hal yang tersirat dari ucapannya.

"Nyaman, dalam hal?" tanya Ara, "berteman?"

"Maybe like that, but, nggak sesimple itu Ra."

"Then, make it simple."

"Kaya gue nyaman cerita sama lo, jalan sama lo, atau ngobrol sama lo. Itu bisa dikategorikan sebagai nyaman temen aja?"

"Bisa aja," kata Ara, "Kai, gue ini belum pernah pacaran, maksud gue hal-hal yang seperti ini buat gue tabu dan susah bedainnya. Harusnya lo yang lebih berpengalaman bisa bedainnya dong."

"Gue sadar kok, terkadang gue memperlakukan lo lebih dari seorang temen, tapi gue ngerasa hal itu wajar. Kaya gue gak bisa ngasih kepastian sementara gue ingin lebih. Lo paham sampe sini?"

"Egois dong." Ara tersenyum simpul, "lo ingin gue sepenuhnya ikut aturan lo, tapi lo nggak mau ada status sama gue, gitu? Soalnya kalau begitu lo bisa ninggalin gue kapan aja kalau lo udah gak mau?"

"No!" Kaisar dengan tegas membantahnya, "komitmen itu mengerikan."

"Statment dari mana?"

"Dari orang-orang disekitar gue, keluarga gue rusak karena hal itu."

"Lo gak bisa sterotipe kaya gitu dong. Gak semua bisa lo samain aja, kan gak semua orang setipe, beda-beda."

"Kaya tujuan gue bukan ke pacarlah."

"Emang tujuan lo apa?"

"Bahagia."

"Terlalu sulit di deskripsiin, kaya main amat banget Kai jawabnya," cibir Ara, "definisi bahagia itu luas."

"Iya." Kaisar mengangguk setuju, "definisi bahagia itu luas, contohnya kaya sekarang, makan soto berdua sama lo aja udah bikin gue bahagia."

Rasanya debaran jantung Ara kembali berdetak lebih kencang, pipinya memanas. Lemah banget baru ditease seperti ini aja udh melenyot. Tapi, rasa-rasanya orang seperti Kaisar itu sangt sulit untuk diabaikan begitu saja.

"Kalau bikin lo bahagia, lo bakalan ngajak gue makan disini lagi?" tanya Ara

Kaisar mengangguk, "Tentu, kapan pun lo mau."

"Bener?"

"Yap."

"Kaisar, gak cuman lo, gue juga nyaman ngobrol sama lo. Kalau dirasa semua ini terlalu cepat, kita bisa beradaptasi terlebih dahulu, semacam pendekatan..." kata terakhir Ara cukup ragu mengatakannya, tapi justru Kaisar malah tertawa pelan.

Ara itu bisa menjadi setertutup itu dan bisa menjadi sevokal ini. Biasanya, cewek-cewek tidak akan pernah mengatakan hal itu, karena sebagian dari mereka hanya menunggu dan menunggu, sampai si orang itu lari karena dikira tidak mendapat respons, namun setelah seperti itu akan diklaim bahwa mereka di ghosting.

Padahal, hubungan itu dua arah. Gengsi itu perlu, tapi jangan terlalu menaikna gengsi, karena itu akan membuat orang yang disuka lari.

"Sound good," ujar Kaisar, "Ara, gue gak mau nyakitin lo karena gue tau gue ini banyak banget cacatnya."

"Kalau lo gak mau nyakitin gue jangan ada niat buat nyakitin Kai."

"Ya nggak adalah."

"Lalu, Jean siapa?"

"Aaahhh.... Jean ya?" Kaisar mengangguk, "Anaknya om gue, gue nggak deket sebenernya sama keluarga dari bokap maupun nyokap, kalau dari nyokap karena jauh aja, kalau dari bokap karena ya gitu deh. Tapi sama Jean cukup deket, tapi nggak sodara deket juga dia jauh. Kenal waktu ada acara keluarga gitu, dan dia deket ama Dite dan ya semua orang yang deket ama Dite pasti deket juga ama gue."

"Oh gitu, tapi berprospek?"

"Untuk?"

"Lo suka sama dia? Karena kan sodara jauh, jadi bisa aja."

"Ini lo lagi cemburu gak sih?"

"Kalau iya, apa jawaban lo Kai?"

"No, dia gak berprospek jadi orang yang gue suka. Tapi, kalau lo mungkin aja."

"Mungkin apa?"

"Berprospek jadi orang yang gue suka," jawab Kaisar

"Belum suka emang?"

"Maunya udah apa belum?"

***

Terima Kasih Sudah Membaca Cerita Kaisar

Bagaimana tanggapan kalian tentang Kaisar dan Ara yang cukup menggemaskan ini?

Komen emoji favorite kalian!!!

Favoriteku : 😆

***

Jangan lupa follow instagram :

Asriaci13

Zhixinjiwakaisar

Azraorianna

Seputarkaisar

***

With Love,

Aci istri sah dan satu-satunya Oh Sehun

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top