Bagian 8 | Dua Sudut yang Berbeda
Now Playing | Rosendale - I Guess It's Not You
Selamat Membaca Cerita Kaisar
Jangan lupa untuk selalu vote cerita ini untuk memberikan dukungan.
Jangan lupa komen di setiap paragraf
Komentar 2000 untuk chapter selanjutnya?
***
Bagian Delapan
Setiap orang pasti memiliki dua sisi yang berbeda. Tak perlu selalu terlihat sempurna, tak apa menjadi dirimu apa adanya ketika bersamaku.
***
"Ra, bisa anterin ini buat Ayah gak?" tanya Bundanya, Ara yang tengah membaca jurnal langsung menoleh. Ibunya membawa paperbag yang entah apa isinya.
"Bunda ada pasien ini, sekalian bawain makan siang buat Ayah sama kak Ezra juga ya."
Ara mengangguk, menutup jurnal dan membawa paperbag itu. Gadis itu mengambil jaket serta kunci mobil kemudian dia segera pergi, tidak merapihkan penampilan sama sekali. Lagipula dia hanya ke rumah sakit.
***
"YA ANDA MEMANG TIDAK PERNAH ADA UNTUK SAYA DAN MAMA!"
Suara bentakan itu menginterupsi langkah kaki Ara. Dia yang baru saja mengantarkan barang Ayahnya kini mencari sumber dari mana suara itu berasal. Biasanya gadis itu tak pernah mau tahu urusan orang lain, tetapi kali ini cukup mengganggunya. Entahlah, dia merasa bentakan suara itu seolah menyiratkan kesedihan, kemarahan dan kekecewaan yang mendalam.
Ketika Ara nenemukan siapa orang yang berteriak tadi, dia terdiam, cukup lama sebelum atensinya kembali fokus. Ara mencoba memastikan berulang kali, agar orang yang kini di depan matanya adalah orang yang dia kenal.
Benar, orang itu adalah Kaisar.
Wajah yang biasanya dia angkat atas-atas, menyombongkan segala hal yang dimilikinya kini tertunduk. Kedua tangannya menutupi sebagian wajahnya.
Satu pertanyaan yang kini ada di benak Ara.
"Kenapa?"
Di dalam dirinya ada bagian yang memaksa Ara untuk menghampiri Kaisar, tapi bagian lain mengatakan bahwa dia tidak seharusnya ikut campur akan urusan pribadi Kaisar. Hubungan antara dia dan Kaisar belum sedekat itu, namun ketika Ara memutar lamgkahnya berniat untuk menjauh dan meninggalkan Kaisar saat itu pula tatapan Kaisar tertuju pada Ara.
Seperti terciduk.
Ara terdiam di tempatnya seolah atmosfer yang ada di sekelilingnya sekarang membeku. Gadis itu tak bisa melakukan apa-apa, ini tidak seperti dugaan apa yng ada di pikiran Kaisar. Ara tidak bermaksud menguping dan dia tidak tahu apa permasalahan Kaisar. Posisi Ara kini berada dalam rasa serba salah.
Tolong jangan putar lagu Rasa-Serba Salah, ini bukan hal seperti itu,
Jika Ara kembali dan menghindari Kaisar ketika pemuda itu sudah menatap ke arahnya, berarti Ara seolah mengiyakan dia menguping pembicaraan. Jadi, tak ada pilihan lain dia memutuskan untuk menghampiri Kaisar.
"Hai Kai..." sapa Ara canggung, dia tidak pandai menetralkan ekspresi wajahnya setelah mendengar sedikit pembicaraan Kaisar di telepon tadi.
"Lo denger ya? Gak penasaran gue kenapa?" tanya Kaisar, nada suaranya datar berbeda dengan biasanya yang menggebu-gebu dan ceria.
Ara tak menjawab, gadis itu lebih memilih duduk di samping Kaisar tanpa berbicara.
"Pasti berat ya..." hanya itu kalimat yang Ara katakan kepada Kaisar.
"Hmm... ya, cukup berat. Tapi, lama-lama gue terbiasa," jawab Kaisar, "lagipula salah gue kalau lo denger, gue teriak tadi. Sorry bikin lo kaget."
"Kaisar..."
"Iya, gue."
"Terkadang gak ada salahnya menjadi dua orang berbeda di tempat yang berbeda, antata lo di kampus dan lo disini gak ada yang salah. Setiap orang pasti memiliki sisi seperti itu."
Seringai kecil dibibir Kaisar tercetak dengan jelas, dia tidak menginginkan kehidupan seperti ini dan untuknya tak harus semua orang tau akan masalahnya. Mereka cukup mengenal Kaisar dari sisi luar saja.
Karena sebagian dari mereka akan mengatakan bahwa rasa sakit yang dirasakan oleh Kaisar belum seberapa dengan rasa sakit yang dirasakan oleh mereka. Mereka akan membandingkannya, padahal Kaisar terkadang hanya ingin di dengar ceritanya bukan membandingkan siapa yang lebih tersakiti. Maka dari itu, Kaisar memilih enggan menceritakan masalahnya kepada orang lain.
Tak ada percakapan lagi di antara dua remaja yang beranjak dewasa itu, lalu Ara membuka tasnya mengeluarkan kotak plastik berisi buah-buahan. Itu untuk makan siang kakaknya.
"Mau...?" tawar Ara
Meski ragu, Kaisar mengambil garpu dan memakan buah tersebut. Dia pikir Ara akan bertanya atau kepo akan masalahnya tadi, tapi ternyata tidak.
Ternyata satu kelebihan Ara yang sebelumnya menurut Kaisar sombong adalah, dia tidak pernah kepo akan urusan orang lain.
Semakin mengenal Ara, Kaisar sangat malu karena dia terkadang menyimpulkan sikap aara dari satu sisi saja. Hanya sesuai dengan persepsinya saja, ternyata setiap sisi selalu memiliki hal positif dan negatif. Tergantung dari sudut mana dipandangnya.
"Lo abis ketemu bokap lo lagi?" tanya Kaisar
Ara mengangguk, "Iya sama ketemu kakak." Hampir lupa, Ara mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan kepada kakaknya bahwa makan siangnya diberikan kepada temannya dan meminta kakaknya makan di kantin saja.
"Keluarga lo Dokter semua Ra?"
"Ya, Ayah, Bunda dan kakak semua Dokter sih," jawab Ara
"Lo masuk kedokteran karena paksaan orang tua atau...?"
Ara menggeleng pelan sambil tersenyum, "Mungkin sebagian orang bakalan mikir kalau gue masuk kedokteran karena paksaan keluarga atu karena bassic keluarga gue Dokter maka punya tuntutan minimal harus jadi Dokter juga. Tapi enggak Kai, Ayah sama Bunda gak pernah memaksa gue buat jadi seperti mereka, mereka memberikan kebebasan buat gue mau jadi apa di masa depan kelak. Lalu pertanyaannya kenapa Ara pilih Kedokteran? Mungkin karena dari kedul gue dibesarkan dilingkungan Dokter, jadinya gue menyukai dunia Kedokteran. Tapi gue gak coba-coba kok, buktinya saat gue terjun langsung ke lapangan gue merasa jiwa gue ada disana, gue senang membantu orang yang membutuhkan gue, gue ingin membantu banyak orang."
Ini adalah kalimat sangat panjang yang Ara katakan kepada Kaisar, ternyata banyak sekali hal-hal kecil yang semula tak berarti kini menjadi menarik.
"Kalau lo, lo mau jadi apa dengan jurusan kuliah lo sekarang?"
"Presiden," jawab Kaisar yakin.
Jawaban singkat Kaisar barusan membuat Ara melongo, dia cukup terkejut dengan apa yang didengarnya. Tapi dilihat dari raut wajah Kaisar, pemuda itu seolah serius dengan ucapannya.
"Kenapa?" tanya Kaisar, "Gak percaya?"
"Enggak," jawab Ara, "Kenapa mau jadi presiden?"
"Gue tipe orang pemikir yang menginginkan perubahan, gue lebih memikirkan kepentingan orang lain daripada gue sendiri. Gue tertarik dengan dunia politik sejak gue kecil. Keluarga gue gak ada yang berkiprah di dunia politik sama sekali, semuanya berbisnis, mempunyai perusahaan dan yang lainnya. Buat gue semua itu membosankan, gue ingin menjadi pemimpin bukan dipimpin. Gue ingin mengatur bukan diatur, bisa dibilang kalau gue ini ambisius. Lo bisa lihat sendiri kan, waktu kita Ospek gue kaya gimana?"
Benar. Kaisar saat OSPEK benar-benar menyebalkan, dia akan bertanya banyak hal kepada senior, pertanyaan yang dilontarkan Kaisar pun terkadang diluar pemikiran orang normal, saat ada yang bertanya dia akan menjawab dengan pemikirannya. Kaisar memang mempunyai logika yang bagus, dia juga bisa mempertahankan argumennya ketika berdebat akan sesuatu.
Kaisar juga peduli terhadap orang lain, meskipun pada awalnya Ara mengira Kaisar terlalu ikut campur. Tetapi, dia akan membela siapapun yang menurutnya layak dibela. Kaisar tidak takut salah, bahkan menurutnya jika peraturan senior yang tidak masuk akal dia berani menentangnya. Dia bukan tipe orang yang menerima mentah-mentah sesuatu.
Mendengar pemikiran Kaisar seperti itu, Ara tersenyum.
"Kan manis..." ujar Kaisar, "lo tuh bagusan senyum kaya gini Ra. Lebih cantik."
"Jadi kalau gak senyum enggak cantik?"
"Cantik, tapi lebih cantik kalau tersenyum."
"Makasih."
Tak ada rona merah seperti orang-orang yang baru saja mendapat pujian, Ara menganggapnya biasa saja. Dia tak merasa terganggu dengan perkataan manis setiap orang padanya.
"Oh iya Ra, mau nanya."
"Biasanya lo langsung nanya."
"Ini pertanyaan lebih pribadi, tapi kalau lo gak mau jawab boleh."
"Belum juga nanya, mau nanya apa emangnya Kai?"
"Soal Erdo, dia siapa lo? Pacar?"
Ara menggeleng pelan, "Bukan."
"Then...?"
"Dia kakak tingkat Ara di kampus, temen Ara dari kecil. Kita dibesarkan dilingkungan yang sama, tetanggan. Jadi udah terbiasa barengan sih, dia udah seperti kakak sendiri. Kenapa emangnya?"
"Just curious," ujar Kaisar, "jadi lo deket banget dong ya sama Erdo Erdo itu."
"Mmm, ya, bisa dibilang begitu. Btw Kai, lo sering banget ya nemenin nyokap lo disini?"
"Kalau bukan gue yang nemenin siapa lagi Ra?" Kaisar malah balik bertanya.
"Bokap lo? Kakak atau adek lo?"
"Gue anak tunggal Ra, setidaknya untuk saat ini," jawab Kaisar, "Bokap? Jangan diharapkan, orang yang gue bentak di telpon tadi itu dia."
"Sorry Kai, gue gak maksud." Ara merasa bersalah membahas hal yang sensitif, "Lo selalu sendirian?"
"Dulu enggak, sekarang iya."
"Mau gue temenin? Kalau gue gak sibuk gue bisa nemenin lo disini. Gimana?"
"Serius?" Kaisar seolah tak percaya, "Ara yang gue tau bukan Ara yang peduli dan ramah sama orang lain seperti sekarang."
"Lo juga sama, Kaisar yang gue kenal di kampus adalah Kaisar yang percaya diri dan bisa menahan emosinya, bukan seperti tadi."
Keduanya tertawa setelah mendengar ejekan masing-masing. Bahkan Kaisar menghiraukan ponselnya yang begetar di saku celananya berulang kali, dia tengah menikmati obrolannya dengan Ara. Bahkan Ara memperkenalkan Kaisar ke beberapa perawat juga pasien yang kebetulan bertemu mereka.
***
"Hai Cutie... How is today?" tanya Kaisar sambil menatap layar laptopnya.
Di layar latopnya ada Radea. Mereka rutin melakukan face time. Hal ini dilakukan untuk mengurangi rasa rindu berlebih karena jarak.
"Fine, Lo?"
"As usual. Btw, lo udah nyaman dengan budaya disana?"
"Masih menyesuaikan sih, cuman sejauh ini baik-baik aja. Gimana, udah dapet teman baru? Gue tau lo gampang banget punya temen, tapi lo ngerti kan maksud gue..?"
"Mmm ya, gue udah punya beberapa yang deket. Oh iya, ada satu cewek yang deket sama gue," beritahu Kaisar
"Dekat dalam hal? Lo deketin dia untuk dijadiin pacar atau hanya teman?"
"Sejauh ini teman," jawab Kaisar, "Dia anaknya Dokter Frans, dokternya Mama."
"Wow, sempit sekali. Jangan-jangan dia alasan lo gak angkat telepon tadi, kan?"
"Ya, benar."
"Kenalin sama gue ya nanti."
"Oke..."
"Yaudah, bye Kai. Gue harus pergi nih, nanti gue kabarin lagi.
"Bye Te. Miss you."
"I miss you too."
"I love you?"
"I love me too..." ujar Radea
"Oh..ayolah..."
"I love you Kai, always as friend."
"I know."
***
Terima Kasih Sudah Membaca Cerita Kaisar
Btw mau nanya sama kalian, lebih suka ada spoiler di akhir cerita atau enggak?
Vote.
Suka
Enggak
Terus kalian tim mana? Gak akan bosen aku nanya ini.
#KaisaRadea
#KaisAra
Btw kok aku tiap nulis namanya nyamhung-nyambung gini sih wkwk.
***
Jangan lupa follow instagram
Asriaci13
Zhixinjiwakaisar
Azraorianna
Radeaprodhite
Alesdairabilerdo
***
With Love,
Aci istri sah dan satu-satunya Oh Sehun
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top