Bagian 7 | Sapaan Pertama
Now Playing | Lauv - Modern Loneliness
Selamat membaca cerita Kaisar
Kalian pembabaca baru ceritaku atau pembaca lama?
Jangan lupa untuk memberikan vote
Jangan lupa komen setiap paragraf
Komen 1.500? Oke?
Selamat hari Selasa teman-teman :)
***
Ara itu ramah sama manis, kalau udah kenal aja tapi.
Bagian Tujuh
Bukan aku tidak menyukainya. Tapi sapaanmu barusan, hanya akan menempatkanku dalam posisi yang sulit.
***
Kedua tangan Ara menalikan tali sepatunya, dia baru selesai salat dzuhur bersama Caca di mesjid Universitas, biasanya dia enggan keluar dari fakultasnya dan memilih salat di mushola fakultas tapi Caca memaksanya, karena dia ingin makan di kantin utama (universitas) juga. Jadilah Ara menurutinya.
Jujur saja, Ara cukup terbantu dengan sikap bawel dan easy going Caca, itu sangat mengimbangi dirinya yang pendiam dan sulit memulai obrolan dengan orang. Meskipun Ara terkadang merespons ocehan Caca dengan senyuman, bahasa tubuh atau hanya satu kaya dua kata tapi Caca tetap akan berbicara banyak hal, menceritakan apapun yang menurutnya layak diceritakan. Gadis itu akan tetap banyak bicara dan tak tersinggung. Mungkin dia sudah mengerti bagaimana karakter Ara.
"Hai Ara..."
Sapaan dari seorang pemuda yang cukup asing membuat Ara dan Caca menoleh ke sumber suara. Itu suara Kaisar, sepertinya pemuda itu baru saja menyelesaikan salat juga. Kaisar tersenyum entah ke arah siapa, mungkin keduanya. Atau hanya kepada Ara? Bisa saja hanya untuk Caca.
Kaisar duduk tak jauh dari tempat Ara berada, sebelumnya Ara merasa bahwa Kaisar sengaja duduk disana padahal memang letak sepatu Kaisar berada disana.
Aduh, Ara terlalu percaya diri sepertinya.
"Hai Caca..." Kaisar baru sadar kalau disebelah Ara ada Caca, dan sepertinya Caca langsung membisikkan sesuatu kepada Ara.
Kaisar berani bertaruh bahwa gadis itu membisikkan sesuatu tentang dirinya.
"Hai Kai, gimana HI, aman?" tanya Caca yang antusias memulai obrolan dengan Kaisar.
"Nanya gue atau nanya Doni?"
"Ih apaan gue langsung alergi tau denger nama dia," ketus Caca, "lo kok bisa temenan sama dia sih."
"Teman mah siapa aja Ca, iya kan Ra?"
Lagi. Kaisar melemparkan pertanyaan kepada Ara yang hanya dibalas anggukan oleh gadis itu.
Ternyata Kaisar selesai lebih dulu, mungkin karena Ara hilang fokus dan hanya memerhatikan gerak-gerik Kaisar, "Duluan ya Ra, btw pecel lele yang kemarin enak, lain kali kalau kita makan bareng ke tempat kesukaan gue ya." Kaisar mengelus lembut puncak kepala Ara lalu dia pergi meninggalkannya dengan kedua temannya.
Ara melongo dengan ucapan Kaisar barusan. Ucapan Kaisar tadi mengajak dia makan bersama lagi, kan?
Caca menatap ke arah Ara penuh selidik, jiwa keponya sangat menguar. Ara langsung mengajak Caca untuk segera ke kantin utama.
"Katanya lo gak suka sama Kaisar, Ra?" tanya Caca
"Siapa yang bilang suka sama dia Ca?"
"Buktinya lo makan berdua sama Kai, dia ngelus rambut lo, kalian lagi pedekate ya? Biar dari benci jadi cinta gitu, kan? Ketebak banget."
Ara mencebikan bibirnya, lalu kedua tangannya dilipat di dada, menatap Caca dengan serius. Malas jika harus dijelaskan, dia akan banyak bicara, namun jika tidak dijelaskan Caca akan semakin berasumsi aneh-aneh.
"Gue gak sengaja ketemu Kai di rumah sakit, terus kebetulan Kai kenal sama bokap gue. Terus karena Ayah masih banyak urusan dia nyuruh gue makan bareng Kaisar. Nah darisana gue kenal Kaisar dan saling meluruskan kesalahpahaman. Jadi, gak ada istilah pedekate, lagian gue juga gak tau maksud pedekate tuh gimana?"
"Terus tadi elus-elus gitu?"
"Kak Erdo juga sering ngelakuin hal yang sama, Ayah, kak Ezra itu cuman sebagai perhatian lebih bukan artinya di elus doang mereka suka."
Susah sih ngobrol sama Ara, si tuna asmara ini. Dia pasti tidak tahu mana yang modus dan memang tidak bermaksud apa-apa. Kasihan nanti yang jatuh cinta sama Ara, akan sangat sulit menjelaskan mengenai perasaan karena Ara cukup bodoh atau bahkan terlalu bodoh urusan perasaan.
Caca ingin bertanya lebih lanjut, namun Ara sudah berjalan lebih dulu meninggalkan Caca. Caca kesal karena rasa keponya belum selesai malah semakin menggebu. Caca berusaha mengimbangi langkah kaki Ara. Namun, setelah Ara mengajak Caca untuk
makan siang, Caca lupa akan kekepoannya terhadap interaksi Ara dan Kaisar.
Kantin utama kampus sangat penuh, tak ada meja kosong yang tersisa. Ara mengajak Caca untuk makan di kantin fakultas saja, namun Caca menolak karena makanan yang ingin dia makan hanya ada di kantin utama saja. Sampai mata jeli Caca mendapati meja Kaisar yang kursinya masih kosong.
"Ayo Ra, sharing sama Kai aja pasti diizinin."
"Hah?"
"Bukan waktunya ngecoseplay jadi keong." Caca setengah menyeret Ara ke meja Kaisar, dan sepertinya ini adalah hari baik Caca karena Doni tidak ada disana.
"Kai boleh sharing tempat gak? Penuh semua nih," pinta Caca, "Ara pengin makan di kantin utama soalnya."
Menjual nama Ara, Ara ingin protes karena yang dibilang oleh Caca adalah kebohongan. Namun, dia terlalu enggan berdebat dengan Caca untuk sekarang, terlebih ada Kaisar disana. Akan ribet urusannya.
Kaisar melihat ke sekelilingnya memang benar penuh lalu Kaisar mengangguk.
"Duduk aja, bukan kursi gue kok," ujar Kaisar
Yes. Kaisar mengizinkan. Ara dan Caca pun duduk satu meja dengan Kaisar.
Selagi menunggu pesanan makanan mereka datang, seperti biasa Caca selalu menyempatkan untuk memulai obrolan entah tentang dirinya, tentang orang lain atau apapun itu.
"Gue merasa salah jurusan deh Ra."
Kan, baru saja dibilang. Entah sudah keberapa kali Ara mendengar bahwa Caca mengeluh tentang salah jurusan.
"Ca, baru semester petama udah bilang salah jurusan."
"Jadi Dokter tuh bukan passion gue tau."
"Terus?"
"Passion gue itu makan, ngehalu bareng oppa-oppa."
"Kalau gitu kenapa lo milih jurusan Kedokteran?"
"Awalnya keren gitu pake snelli, cangtip kelihatannya. Terus di Drama Korea yang jadi Dokter selalu keren."
"Gak mungkin kan lo gak belajar pas masuk kedokteran?"
"Iya belajar siang malam sampe mual, tapi gue kira itu udah berakhir sekarang malah tambah pusing belajarnya. Gue enggak ngerti Ara, yang gue ngerti bagaimana caranya mencintai Oppa."
Jujur saja Ara tidak mengerti dengan jalan pikiran Caca, pasalnya gadis itu tak pernah serius. Ketika di salam kelas dia hanya memainkan ponselnya dan bermain-main dengan apapun yang ada disekitarnya. Lalu setelah itu, Caca akan mengeluh dan mengatakan bahwa dia tidak mengerti atau salah jurusan seperti sekarang. Padahal yang membuat dia tidak mengerti, dirinya sendiri.
Menyalahkan hal lain padahal letak kesalahannya ada pada dirinya sendiri.
Untung saja obrolan singkat mengenai permasalahan salah jurusan itu selesai, saat makanan mereka sudah dihidangkan di meja dan Caca dengan semangat menyantap makanannya.
Dia akan diam ketika sedang makan saja.
Ponsel Ara menyala dan dia segera melihat siapa yang mengiriminya pesan.
Kak Erdo : Ra, dimana? Kakak gak liat kamu di kantin fakultas. Padahal kk mau kasih beberapa buku yang kamu minta kemarin.
Membaca pesan yang dikirimkan oleh Erdo barusan membuat Ara melepaskan satu tangan lain dari sendoknya. Kedua tangannya kini menggenggam ponselnya, mengetikan balasan untuk Erdo secepat mungkin.
Ara : Ara di kantin utama kak, Caca pengin makan disini. Bukunya nanti pulangnya aja Ara ambil.
Belum saja Ara menekan tombol kirim untuk pesan itu, ada satu tangan yang mengambil ponselnya, mengganggu.
"Ca..." tegur Ara, namun saat melihat orang yang mengambilnya adalah Kaisar, mulut Ara seolah terkunci dan menatap ke arah pemuda itu.
Apaan sih ini orang, gak jelas.
Begitulah kira-kira yang ada di kepala Ara saat ini.
"Makan dulu baru main handphone lagi." Beritahu Kaisar, kemudian pemuda itu menyimpan ponsel Ara dipinggir piring gadis itu.
Dia ngapain sih?
Ingin marah namun Ara mengurungkan niatnya. Teman-teman Kaisar pun hanya menatap ke arah Ara dan Kaisar secara bergantian.
Tak mau menambah masalah, Ara menuruti perkataan Kaisar. Gadis itu mengambil sendoknya kembali dan makan siang dengan khidmat. Setelah kejadian Ara ditegur oleh Kaisar barusan, Caca bisa melihat bahwa gadis itu sangat canggung berada di satu meja yang sama dengan Kaisar.
"Kai, lo lagi ngedeketin Ara ya?" ceplos Caca. Sementara Ara hanya melanjutkan makannya. Tak peduli akan pertanyaan Caca yang tidak berguna itu.
Lagipula dia tidak merasa sedang didekati oleh Kaisar.
Bukannya menjawab pertanyaan bocor Caca barusan, dia malah tertawa lalu memanggil Doni yang kali itu baru saja muncul di kantin. Mendengar nama Doni, Caca langsung memukul tangan Kaisar namun Kaisar tidak memerdulikannya.
"Aduh ketemu jodoh disini...," kalimat pertama yang diucapkan oleh Doni saat menghampiri meja mereka dan duduk disana, begabung dengan yang lainnya.
"Siapa sih yang jodoh lo!" omel Caca dengan nada tak suka Doni bergabung dengan mereka.
"Lah kok elo yang nyaut? Ngarep ya jadi jodoh gue? Padahal kan gue ngomong gitu buat Ara, iya gak Ra?" Doni menyenggol lengan Ara dan hanya dibalas senyuman singkat oleh Ara.
Seharusnya Doni mengerti arti senyuman Ara barusan, dia tidak mau dilibatkan dalam obrolan mereka.
"Ngeselin banget lo, sana pergi!" Caca dan Doni langsung beradu mulut tanpa henti, tak ada yang mau mengalah.
Semakin dibuat tak nyaman, Ara ingin segera pergi. Dia merasa asing berada di tengah-tengah mereka sekarang. Seolah ada backsound aku siapa aku dimana ditempat ini. Caca dan Doni beradu mulut, Kaisar dan teman-temannya yang lain menjadi kompor. Ara diam saja, memainkan sendok atau sesekali melihat ke arah ponselnya.
Dia tak tahu harus memulainya dari mana untuk ikut nimbrung dengan obrolan mereka, terakhir kali Ara ikut campur masalah di grup ospek waktu itu dia malah dinilai salah. Menyebalkan memang. Serba salah.
Terkadang Ara merasa tak ada yang satu pemahaman dengan dirinya. Dia tak menyalahkan orang lain yang berbeda dengn dirinya, karena dia sendirilah yang membuatnya seperti itu.
Jika diberi pilihan antara makan sendiri atau bergabung dengan mereka, Ara akan memilih sendiri. Dia lebih menyukai melakukannya sendirian, tanpa harus melibatkan orang lain.
Untung saja tak lama dari itu ponselnya menyala, menampilkan sambungan telepon dari Erdo. Kaisar sempat menoleh ke arah Ara sekilas, Ara mengambil ponselnya dan meminta izin kepada Caca untuk mengangkat teleponnya dulu.
"Siapa Ca?" tanya Kaisar setelah Ara pergi meninggalkan mereka:
"Siapa apanya?" Caca balas bertanya
"Itu yang nelpon Ara," jawab Kaisar
"Cieee Kai kepo..." Doni malah menggoda Kaisar, namun Kaisar menanggapinya biasa saja.
"Oh itu palingan kak Erdo," ujar Caca
"Pacarnya?"
"Gatau, tanya aja sendiri kalau mau tau."
Caca tak memberikan jawaban yang pasti. Kaisar hanya ingin tahu tidak bermaksud apa-apa, bukan hanya tentang Ara terkadang dia ingin tahu tentang setiap orang. Padahal dia pikir gadis seperti Ara tidak memikirkan mengenai pacar, tapi mungkin dia salah lagi menilai Ara.
Mungkin orang yang bernama Erdo itu satu tipe dengan Ara. Kaisar jadi ingin tahu selama mereka pacaran, keduanya melakukan dan mengobrolkan apa saja.
***
Spoiler bab selanjutnya : "Ra, Erdo siapa lo? Pacar?"
***
Terima Kasih Sudah Membaca Cerita Kaisar
Btw aku jadi gemes sama couple KaisAra ini.
Ara yang tidak peka dan Kaisar yang emang ramah sama siapapun.
Siapa yang akan baper duluan nantinya aduh😱😱
Banyak yang ngira Ara kaya Melody tapi mereka beda, Melody gampang baper kalau digodain gitu. Sementara Ara gak ngerti maksudnya gimana dia kan gak pernah pedekate atau deket sama cowok kecuali Erdo. Tapi polosnya Ara sama Ody itu sama.
Ara tapi bisa kemana-mana sendiri, punya pemikiran sendiri enggak labil anaknya. Aku suka banget karakternya meskipun dia kadang tertutup banget orangnya.
Tapi banyak kok orang yang kaya Ara. Gak nyaman sama lingkungan baru.
Menurut kalian siapa yang akan jatuh cinta duluan.
1. Ara
2. Kaisar
***
Jangan lupa follow instagram
Asriaci13
Zhixinjiwakaisar
Radeaprodhite
Azraorianna
Alesdeirabilerdo
***
With Love,
Aci istri sah dan satu-satunya Oh Sehun
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top