Bonus - Tilia Branch
Perempuan itu menggenggam erat kaki-kaki kursi. Kamar itu tak lagi mendapat akses internet maupun telepon. Bahkan acara TV hanya menayangkan lagu-lagu membosankan.
Namun dari pembicaraan orang-orang yang keluar-masuk, dia memperkirakan di luar sana sudah terjadi huru-hara. Seharian ini, tak seorang pun datang ke kamarnya. Masih ada makanan dan minuman, tetapi terasa janggal.
Lalu suara letupan dan keributan yang samar-samar terdengar dari luar membuatnya waspada. Apakah dari pihak pro revolusi yang masuk ataukah dari pihak pemerintah, dia tak peduli. Dia sudah menyiapkan perbekalan dan akan keluar dari situ.
Satu suara letupan yang cukup kencang. Penyerangnya sudah di luar pintu.
Bersyukur pintu kamarnya tipe lama, bukan jenis pintu geser. Tilia berdiri di balik pintu, menahan napas.
Begitu pintu terbuka sesosok lelaki tanpa seragam menerobos masuk, nyaris mendobrak pintu. Perempuan itu segera menghantamkan kursi di tangannya sekuat tenaga.
Orang itu roboh seketika dengan kepala benjol.
"Ducky!" seru lelaki kedua yang masuk, panik. Dia bergegas berjongkok, mengguncang tubuh yang baru saja roboh.
"Sebaiknya jangan diguncang seperti itu," tegur Tilia pada lelaki yang menyusul masuk dan ribut berusaha membangunkan korbannya. "Kalau gegar otak parah, berbahaya."
"Apa Anda Suster Tilia?" tanya lelaki yang panik itu. Membuatnya mengernyit.
Darimana mereka tahu namanya, apakah pihak pendukung revolusi juga mengincar nyawanya? Perempuan itu mempererat genggamannya pada kaki kursi, mempertimbangkan melakukan serangan kedua atau kabur secepatnya.
"Kalau iya, tolong guruku ini!"
Wajah penuh kekhawatiran. Tak seperti orang jahat, malah terlihat lugu. Tilia menurunkan kursi di tangan.
"Minggir!" ujarnya seraya ikut berlutut mendekati sosok yang terkapar benjol di lantai. "Biar kuperiksa."
Pertama-tama, perempuan itu memeriksa denyut nadi di leher, embusan napasnya pun masih ada. Masih hidup.
Lalu melepas kacamata pelindung dan membuka paksa kelopak mata korbannya untuk memeriksa kondisi pupil dengan senter mungil dari sakunya.
Iris mata cokelat yang familier.
Kemudian dia memeriksa kepala berambut ijuk cokelat kemerahan yang mengalami benturan.
Sepertinya hanya luka di bawah kulit, di atas tengkorak. Sedikit benjol tapi tak apa-apa. Pukulannya kurang kuat, seharusnya korbannya tak sampai pingsan.
Tunggu, siapa namanya tadi?
"Anak muda, jawab aku ... Siapa orang ini?" tanyanya.
"Ducky," jawab pemuda bertubuh besar itu, setelah nampak ragu beberapa saat.
Nama yang sepertinya pernah dia dengar, siapa yang mengucapkan ... Ah, dirinya sendiri. Ketika ada pasien aneh hasil pungutannya, mengaku bernama Drake. Saat itu dia langsung tertawa.
Kali ini Tilia pun tergelak karena ingatan yang menurutnya lucu itu, lalu berkomentar—sama persis dengan saat itu, "Bebek jantan?"
"Astaga, Tuan Bebek ... kukira dia sudah mati entah di tengah gurun mana," tambahnya masih terkekeh.
"Lalu, kalau bersama Tuan Bebek, berarti kau dari luar Liberté, ya ... Ada urusan apa dengan kriminal Liberté ini?" tanyanya, ringan. Seraya bangkit lalu mengambil tempat duduk terdekat. "Ah, biarkan saja si Bebek itu. Nanti juga dia sadar sendiri."
Pemuda bertubuh besar itu tak langsung menjawab. Hanya balas menatap dengan pandangan kebingungan. Berkali-kali dia memindahkan pandangannya pada Tuan Bebek yang masih pingsan dan perempuan yang sedang duduk menyilangkan kaki.
"Kami ke sini untuk menyelamatkan Suster Tilia dan para ilmuwan. Katakan, apa benar Anda Suster Tilia?"
"Namaku memang Tilia Branch," perempuan itu menjawab. "Hanya saja aku tak paham, kenapa kalian repot-repot kemari untuk seorang suster biasa ini—seorang kriminal pula ... Bukankah lebih baik menyelamatkan para ilmuwan?"
===oo000oo===
Beberapa tahun sebelum peristiwa yang menghancurkan sebuah koloni yang pernah dikatakan sebagai terkaya dan termaju di antara yang lain, Tilia Branch hanyalah satu dari tiga perawat yang bekerja di sebuah klinik Koloni Rogue.
Tepatnya, ada tujuh perawat dan dua dokter, tetapi mereka menggunakan sistem shift supaya tak mati kelelahan. Dalam sekali rentang waktu hanya 3 perawat dan 1 dokter saja yang bekerja di klinik.
Apa boleh buat. Rogue jelas lebih baik kondisinya dibanding koloni-koloni kecil yang tersebar di Direland, tetapi situasi di sana tak bisa dikatakan sepenuhnya aman. Apalagi bila dibandingkan dengan Liberté. Setiap beberapa saat, hampir selalu ada pasien gawat yang ditandu masuk.
Jangan harapkan cita-cita mulia, seperti: menyembuhkan sebanyak mungkin orang di sekitarnya, keluar dari mulut seorang Tilia Branch. Keterlibatannya di dunia medis diawali oleh rasa penasaran pada efek obat yang kebetulan dimiliki ke seorang pasien—hasilnya tak pernah dipublikasikan, tetapi untuk selanjutnya dia semakin tekun mempelajari ilmu pengobatan. Sambil tetap memperlakukan profesinya sebagai murni pekerjaan.
Logika dingin yang sepintas bertentangan dengan sifat pekerjaannya.
"Kukira tidak begitu," komentarnya bila ada yang menyinggung soal caranya memandang pekerjaan seorang petugas medis. "Bila terlalu melibatkan perasaan, kau tak akan bisa menjadi petugas medis yang baik."
Cukup banyak yang menyayangkan sikap dinginnya. Bagaimanapun juga sosok perempuan cantik yang mahir mengobati luka maupun penyakit, menarik banyak perhatian lawan jenis. Namun kebanyakan dari mereka mundur teratur begitu menyadari sifat Tilia. Sisanya perlahan-lahan berguguran karena keberadaan mereka memang dianggap tak lebih dari salah satu pasien saja, di mata perempuan itu.
"Berpasangan dan punya anak itu berkah bagi orang-orang yang tak perlu berpikir anak mereka akan makan apa di masa depan," begitu selalu yang dikatakan Tilia bila ada yang menyinggung soal usaha bereproduksi bagi manusia padanya.
Sifatnya itu juga yang menyebabkan dia dipilih, dari tujuh orang perawat untuk menemani Dokter Jonas Auer mengumpulkan spesimen.
Tilia memandang tubuh-tubuh tak bernyawa yang masih lengkap keempat tungkai dan kepalanya, tetapi penuh dilubangi oleh bekas peluru. Cairan merah yang masih mengalir menunjukkan bahwa kematian tubuh-tubuh itu belum lama terjadi. Bahkan wajah mereka terlihat segar dengan rona merah muda. Hanya saja kenyal kulit yang disentuh terasa dingin.
Lalu bekas cairan lain di sekitar mulut para korban itu ....
"Keracunan karbon monoksida," gumam Dokter Auer. "Sebelum diberondong tembakan, mereka sudah tewas karena kehabisan supply oksigen. Darah mereka sendiri yang membuat otak dan berbagai organ gagal berfungsi."
Tilia menggesekkan jemari pada kain yang dikenakan oleh salah seorang korban. Kain yang tebal dan bagus, bahan yang sama dengan yang digunakan di Rogue, campuran tanaman dan berbagai olahan bagian tubuh monster gurun, tetapi potongan dan jahitannya jauh lebih rapi. Mereka penduduk Liberté, dari kalangan yang cukup elit, pula.
"...mengapa?" gumam perempuan itu saat melucuti pakaian dan perlengkapan dari para spesimen.
"Tak usah terlalu dipikirkan. Begitulah cara Liberté bekerja ... yang berguna dirawat dan difasilitasi, yang mengganggu, dibuang," jawab Dokter Auer sambil memeriksa dan mencatat detail fisik serta kondisi para spesimen.
Bukan itu yang ditanyakan, tetapi Tilia tidak mengoreksi.
"Ah, Liberté sudah menemukan krim anti-jerawat yang bagus," gumam Auer saat ujung jari yang bersalut sarung tangan menyentuh substansi seperti gumpalan susu di kulit spesimen. "Masih ada sisa pemakaiannya di pipi ... Coba kau periksa kantong bajunya?"
Tilia menggeledah saku-saku spesimen itu, menemukan bolpoin, dompet dengan kartu-kartu, lalu sebuah botol krim mungil. Ada label dengan logo yang bagus di tutupnya.
"Bagus!" Dokter Auer berseru senang melihat benda yang baru saja ditemukan itu. "Kita bisa cek kandungan yang ada di dalamnya, lalu mencoba mereproduksi bahan yang sama."
"Kandungan bahan yang tercantum di botol biasanya beda dengan kenyataan," gerutu Tilia.
"Pastinya," timpal Auer dengan tawa ringan. "Tapi lumayanlah ... Kita bisa dapat gambaran apa yang ingin dijual oleh pembuat krim ini."
Mereka meneruskan memeriksa, mencatat, menggeledah spesimen-spesimen lain. Beberapa barang dilucuti dan dikumpulkan, sisanya yang dianggap sudah tak mungkin didayagunakan lagi, dibiarkan untuk dikubur atau dibakar bersama tubuhnya.
Tilia membersihkan tangan dengan air dan disinfektan. Matanya menatap pada empat orang bertubuh kekar yang sedang membereskan para spesimen.
"Berapa lama mereka sudah bekerja?" tanya perempuan itu.
"Humm," Auer bergumam, menggali ingatannya. "Dua yang itu sudah ikut denganku sejak 8 tahun lalu ... yang seorang itu masuk berbarengan denganmu ... yang terakhir itu sepertinya baru setahun ini?"
Tilia mengibas-ngibaskan tangan, mempercepat proses pengeringan. Setelah sisa spesimen dibereskan, mereka akan kembali ke Rogue untuk mengolah ulang hasil pengumpulan hari itu. Apa yang tak bisa diolah akan dijual atau langsung dimusnahkan.
"Tilia, kita balik duluan!" panggil Dokter Auer dari ATV sewaan. Perempuan itu menyusul setelah sekali melempar pandangan pada sosok pengikut Aurer yang menyulut api.
Jonas Auer bukan dokter sembarangan. Keahliannya dalam mengobati terbilang tinggi. Sayang hasrat menggebu lelaki menjelang paruh baya itu untuk meneliti di bidang pengobatan membuatnya terusir dari Liberté. Entah apa yang mendorong Dokter Aurer hingga mencapai kondisi sekarang, Tilia tak berminat mencari tahu. Tidak mengunyah lebih dari yang mampu ditelan adalah salah satu yang dipelajari perempuan itu darinya.
"Kau dari Liberté, atau ada keluarga di sana?" sapa seorang keluarga pasien pada Tilia. Dia bukan yang pertama menanyakan hal itu. Seperti sebelum-sebelumnya, Tilia hanya tersenyum lalu menyodorkan tagihan pengobatan dan cara alternatif untuk membayarnya bila tak punya cukup uang.
Tilia bukan kelahiran Liberté. Dia juga tak pernah memiliki keluarga di sana. Apabila pembawaan dan pola pikirnya terlihat berbeda dengan orang-orang Direland, mungkin karena dia dibesarkan oleh orang-orang aneh asal Liberté. Termasuk Jonas Auer yang jadi mentornya di bidang medis.
"Kau cukup berbakat, tak ingin mencoba nasib ke Liberté?" tanya pasien yang lain. Bukan yang pertama juga Tilia mendengar ucapan sejenis. Di luar dugaan orang-orang itu, dia tak pernah berminat pada Liberté—kecuali mungkin pada data base dan teknologi ilmu pengobatan di sana yang mungkin sudah dipilah dengan rapi.
Tilia Branch sudah merasa cukup dengan gaya hidupnya saat itu. Sampai dengan suatu- ... sebuah- ... seorang? —seorang spesimen unik muncul dalam hidupnya.
Hari itu dokter Jonas Auer seperti biasa menggunakan bocoran informasi yang didapat dari Liberté untuk mengejar spesimen sesegar mungkin. Ada pemberesan sekelompok ilmuwan berikut para pengawalnya. Mereka sengaja diarahkan menuju area Direland yang diperkirakan bakal dilanda Rampage, fenomena di mana frekuensi hewan buas di suatu area gurun tiba-tiba meningkat. Penyebabnya bisa bermacam-macam, mulai dari bencana alam hingga kemunculan sandworm.
Yang manapun penyebabnya, Tilia berharap bukan yang terakhir. Bencana alam biasanya setelah terjadi tak akan muncul lagi, dan Rampage segera reda, tetapi kemunculan sandworm tak hanya membuat makhluk gurun lain menyebar sporadis ke area lain. Tak masalah bila mereka tak mendapat sasaran, mereka akan kembali hibernasi hingga berbulan-bulan. Namun bila mereka sampai merasakan darah, untuk beberapa hari–bahkan mungkin hingga beberapa minggu ke depan, area sekitar situ akan steril dari pedagang maupun pengembara yang lewat.
Mengirim para peneliti ke Rampage dengan resiko mungkin bakal muncul sandworm terasa berlebihan bagi Tilia. Seolah Liberté betul-betul ingin memusnahkan segala jejak tentang calon-calon spesimen kali ini.
"Kita tak akan mencari terlalu jauh, begitu ada yang ditemukan akan segera kita lucuti lalu tinggalkan. Apabila sudah sejam masih belum ketemu juga, langsung pulang. Kita tak tahu hewan gurun raksasa lain yang mungkin muncul akibat menghindari Rampage." Dokter Auer mengingatkan yang lain.
Tilia menggunakan teropong milik Dokter Auer untuk menyisir sekeliling. Hanya terlihat padang gurun, tanaman kaktus dan bebatuan di tanah gersang. Kecuali kaktus, semua terlihat sewarna hanya beda tingkat kepekatan saja.
Perempuan itu mengerjap saat melihat sosok berwarna lain. Agak terkubur oleh warna pasir dan debu gurun, tetapi tak salah lagi warna yang dilihatnya adalah biru-kelabu. Ketika menyampaikan itu pada Dokter Auer, lelaki itu tampak lebih cemas dari biasanya.
"Tentara," gumam Auer, seperti meludahkan tulang tajam dari daging yang dimakan. "Siapkan senjata kalian, anak-anak!"
Tilia berkali-kali menemukan spesimen berseragam, tetapi baru kali ini mendapat kesempatan bertemu dengan tentara yang masih segar. Biasanya mereka sudah jadi mumi atau tinggal kerangka. Minatnya sedikit naik.
"Di antara anjing-anjing pemerintah Liberté, tentara adalah yang paling buruk. Walau sama-sama terlatih, mereka jauh lebih berpengalaman bertempur dibanding polisi kota atau penjaga keamanan laboratorium. Dan mereka tak segan menggunakan kemampuan itu atas nama perintah."
Penjelasan Dokter Auer sedikit menaikkan keawasan, tetapi tak menyurutkan minat perempuan itu.
Dua dari empat pengikut Auer perlahan mendekati sosok biru-kelabu yang tergeletak di tanah gurun. Mereka waspada dengan senjata di tangan masing-masing. Tilia mengawasi dengan teropongnya dari jarak aman.
Tak ada helm yang membungkus kepala cokelatnya, entah jatuh atau hancur duluan. Ada banyak bercak-bercak merah gelap di tubuhnya, membentuk beberapa garis panjang dan pendek, serta titik-titik gelap yang melebar. Mungkin dari lukanya sendiri atau darah yang lain. Senapan yang tergeletak di dekat tubuhnya terlihat mengancam, tetapi perhatian Tilia terfokus pada pisau komando yang masih tergenggam di tangan kanannya.
Beberapa langkah lagi dua orang itu bisa mencapai satu-satunya sosok spesimen di situ. Mereka terlihat ragu. Salah seorang meneguk ludah.
Tepat ketika hampir masuk jarak lengan yang terulur, tubuh yang sebelumnya tergeletak terlihat tak berdaya, tiba-tiba bangkit dan menebaskan pisaunya. Tilia hanya sempat berkedip sekali, tetapi sosok biru-kelabu itu sudah melompat dan memutar mengitari sasaran lain ketika gagal menghabisi sasaran pertamanya.
Bilah di tangannya nyaris ditorehkan ke leher mangsa kedua ketika Tilia mendengar seruan kencang dari sebelahnya, "BERHENTI, PRAJURIT!"
Dokter Auer yang berteriak. Jauh lebih kencang dan lebih tegas dari biasanya. Ada nuansa otoriter di suaranya.
Mungkin berkat itu juga, sosok kelabu-biru di hadapan mereka benar-benar menghentikan gerakan. Tangan kanannya masih menggenggam pisau, sementara tangan kirinya membekap mulut sasaran dari belakang. Bilah pisau masih menempel ketat di leher salah seorang pengikut Dokter Auer itu.
"Sebutkan identitasmu, Prajurit!" perintah Dokte Auer lagi.
"Kapten Kesatuan L-652, Peregrine Drake," jawab sosok itu. Suaranya serak dan terdengar lemah, tetapi berusaha keras menjawab dengan tegas. Tilia bahkan mendengar getaran dan napas terengah-engah dari suara sosok itu.
Perempuan itu kembali menggunakan teropong pengamatnya untuk melihat lebih jelas. Dia memang terluka. Bahkan terlihat sangat parah.
"Ini betul-betul gawat," gumam Auer. "Dia terlalu berbahaya untuk dibiarkan hidup."
Dokter Auer mengangkat tangan, memberi aba-aba bagi salah seorang pengikutnya untuk bersiap menembak. Namun Tilia sudah berjalan terlalu dekat dari sosok prajurit yang terluka itu.
"Tilia!!!" panggil Dokter Auer panik. "Apa yang kau- ...?!"
Setelah cukup dekat, perempuan itu baru bisa menyadari bahwa pandangan mata dari prajurit yang terluka itu kosong. Entah karena lukanya atau karena terlalu banyak kehilangan darah, dia tak melihat apapun. Gerakannya murni insting bertahan hidup.
Jauh di belakang sosok biru-kelabunya sana, berceceran daging dan bagian tubuh makhluk gurun. Dia terengah-engah, bibirnya mulai membiru. Dibiarkan juga sosok itu akan roboh kehabisan darah.
Tilia kembali melangkah. Membuat prajurit yang terluka itu beringsut mundur. Membawa serta tawanannya.
Bagaimana dia menyadari itu dengan kondisinya?
"Turunkan senjatamu, Prajurit!" ujar Tilia, mencoba meniru Dokter Auer. "Di sini aman."
"Di sini aman?" ulang prajurit yang terluka itu.
"Di sini aman ... Kau sudah boleh istirahat."
Otot-otot yang tegang perlahan mengendur. Yang pertama jatuh adalah pisau komando. Berikutnya sandera merasa tekanan di belakangnya hilang diikuti dengan suara benda jatuh.
Prajurit yang terluka itu roboh.
===000===
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top