3

Satu minggu sudah Ka'is berada di kota kelahiran Anaya, Bandung. Waktu satu minggu itu lebih dari cukup untuk Ka'is mengantongi izin berpacaran dengan Anaya. Rencananya hari ini ia akan kembali ke Jakarta.

Beberapa oleh-oleh khas kota kembang di berikan orang tua Anaya pada Ka'is. Meski perkenalan mereka singkat entah kenapa kedua orang tua gadis itu yakin jika Ka'is akan dapat membahagikan putri mereka kelak, membuat Anaya tak habis pikir dengan jalan pikiran orang tuanya.

Ayah dan ibu Anaya masuk lebih dulu ke dalam rumah meninggalkan Anaya dan Ka'is berdua. Senyum simpul tersungging di bibir Ka'is menatap wajah jutek gadis pujaannya. "Tidak perlu cemberut. Weekend nanti aku akan kesini lagi." Jari panjangnya menjawil hidung bangir Anaya.

Anaya menepis tangan Ka'is, matanya melotot yang malah di sambut tawa renyah pria didepannya.

"Cepat pergi sana! Hidupku akan tenang kembali setelah kamu tidak ada." Anaya mengibas-ngibaskan tangannya.

Sadar atau tidak sikap kekanakkan Anaya muncul kembali setelah bertemu Ka'is. Di usianya yang kini menginjak 23 tahun Anaya kembali merasa seperti remaja labil yang tersipu dan malu oleh tindakan sepele dari Ka'is. Benar-benar tak cocok dengan usianya.

Ka'is mengacak rambut Anaya sebelum berbalik dan berjalan menuju mobilnya namun langkahnya terhenti, pria itu berjalan kembali  pada Anaya.

Anaya masih terpaku di tempatnya saat tiba-tiba kecupan hangat menyentuh keningnya. "Tunggu aku.'' Bisik Ka'is. Bahkan sampai mobil Ka'is telah bergerak menjauh Anaya masih belum pulih dari keterkejutannya. Ayana meraba keninggnya yang meninggalkan jejak hangat oleh perbuatan Ka'is. Dunia seakan berhenti berputar.

**

Rutinitas Anaya kembali seperti semula, bekerja dan bekerja. Namun yang berbeda kini setiap pagi ia akan membaca pesan ucapan selamat pagi dari Ka'is, siang hari membalas pesan-pesannya yang menanyakan apa yang tengah ia lakukan dan di malam hari mengangkat panggilan telepon yang setiap malamnya selalu sama, pria itu mengatakan merindukannya.

Weekend pun tiba, sesuai janji Ka'is akan kembali datang menemuinya. Itulah yang pria itu katakan semalam, dan sejak pagi perasaan Anaya terasa tak menentu, perutnya terasa penuh oleh bucahan perasaan yang sebelumnya tak pernaah ia rasakan.

Deru suara mobil memasuki pekarangan terdengar, tak lama ibunya masuk setelah mengetuk pintu. Wanita paruh baya itu menggeleng melihat penmpilan putrinya yang hanya mengenakan kaos oblong dan celana pendek. Tidak ada cantik-cantiknya sama sekali. ''An, ada Ka'is tuh. Kamu cepet dandan dan temuin dia.'' Ucap ibu Anaya sebelum pergi.

Anaya menatap pantulan dirinya di cermin. Penampilannya memang jauh dari kata menaik. Ia menghela nafas, namun sejak awal ia tak pernah berpikir untuk menarik perhatian Ka'is, dan inilah diriya apa adanya. Lagi pula jika Ka'is benar-benar tulus menyukainya tak peduli bagaimana pun penampilannya pria itu akan tetap menyukainya.

Anaya hanya memberikan sentuhan bedak tipis dan lipsblam di bibirnya agar tak terlihat pucat, setelah itu berjalan keluar dari kamarnya menuju ruang tamu.

Suara percakapan terdengar di telinga Anaya, seorang pria mengenakan kemeja navy yang bagian lengannya di gulung hingga siku mendongak tersenyum menatap kearahnya.

Sejenak Anaya merasa dunia berhenti berputar, dadanya berdebar tak menentu. Bahkan tiba-tiba Anaya merasa perutnya melilit. Mencoba bersikap seperti biasanya Anaya menyunggingkan senyum, ia duduk di samping ayahnya yang terlihat akrab mengobrol dengan Ka'is.

Ibu Anaya datang membawa minuman dan makanan, ia menggeleng melihat penampilan putrinya.

''Kalian mengobrollah.'' Ibu dan Ayah Anaya pergi meninggalkan keduanya.

Suasana berubah hening, terasa sedikit tak nyaman bagi Anaya. Apalagi sejak tadi tatapan Ka'is yang tak lepas darinya.

Anaya berdehem, ia melirik Ka'is yang masih memperhatikannya. ''Silahkan di minum.'' ucapnya memecah keheningan.

Ka'is meminum kopi yang di buat ibu Anaya masih dengan tatapan yang tak lepas dari Anaya. ''Untukmu.'' Ka'is mengulurkan sebuah paper bag yang di sambut Anaya.

"Apa ini?" Anaya bertanya saat menerimanya.

''Bukalah!''

Sebuah tas dengan merek terkenal terdapat di dalamnya. Anaya menatap Ka'is, pria itu bersandar sambil membuka kancing kemeja bagian atasnya. ''Beberapa hari lalu aku pergi ke luar kota, aku harap kamu menyukainya.''

''Terimakasih.'' Anaya memasukan kembali tas itu dan menaruhnya di sampingnya.

Ka'is bangkit dan duduk di samping Anaya. Anaya kembali merasa jantungnya berdebar tak karuan apalagi saat tak sengaja pandangan keduanya bertemu. Tatapan intens Ka'is membuatnya salah tingkah.

Terlalu gugup Anaya berniat mengambil minumannya bersamaan dengan Ka'is yang akan melakukan hal sama, jari keduanya saling bersentuhan ada getaran yang di tak dapat di jelaskan dengan kata-kata. Saat akan menarik tangannya Ka'is menggenggam tangan Anaya.

''Aku merindukanmu.'' Ka'is membawa tangan Anaya ke depan bibirnya dan mengecupnya.

Pipi Anaya terasa panas. Ka'is bergeser duduk semakin dekat dengannya.

Pertemuan malam itu tak di habiskan dengan kata-kata, namun saling diam di antara dua orang yang memiliki perasaan yang sama. Karena perasaan tak selalu harus di ungkapkan denggan kata namun perbuatan.

**

Sejak saat itu setiap weekend Ka'is akan datang ke bandung untuk menemui Anaya. Pria itu bahkan membeli sebuah rumah tak jauh dari tempat tinngal gadis itu, setiap sabtu malam Ka'is sampai dan minggu malam ia kembali ke Jakarta.

Seperti weekend sebelumnya weekend kali ini pun Ka'is kembali datang. Minggu hari itu Ka'is dan Anaya habiskan dengan berjalan-jalan, berputar-putar mengelilingi kota Bandung. Tangan kanan dan kiri Ka'is penuh oleh hasil buruan kekasihnya.

''Masuklah, sudah malam.''

Kantong-kantong itu kini berpindah tangan keb tangan Anaya.

Ka'is berdiri menunggu Anaya masuk namun sekian menit berlalu gadis itu tak beranjak dari tempatnya. Ka'is menghela nafas, jam telah menunjukan pukul sepuluh malam dan ia harus kembali ke Jakarta malam ini juga karena besok ada pekerjaan yang tak bisa ia tunda. Ka'is mendekat pada Anaya ia mengerti keenganan berpisah yang Anaya rasakan karen ia pun merasakannya. Ka'is membelai lembut rambut panjang Anaya.

''Masuklah, tidak enak dengan orang tuamu.'' Gurat lelah terlihat jelas di wajah tampan Ka'is' meski begitu ia tetap tersenyum dan menatap Anaya lembut.

Anaya meletakkan kantong belanjaannya di bawah, ragu namun ia tetap mengulurkan tangannya menangkup wajah Ka'is dengan kedua tangannya. Kakinya berjinjit dan menarik wajah Ka'is mendekat.

Perlahan bibir keduanya saling bersentuhan, hanya sesaat karena setelah itu Anaya kembali menarik wajahnya.

Tangan Ka'is merengkuh pinggang Anaya tak membiarkan gadis itu menjauh, sebelah tangannya yang lainnya meraih tengkuk Anaya kemudian menciumnya. Bibir Ka'is menghisap dan menyesap bibir Anaya, lidahnya membelai lidah Anaya menggoda gadis itu untuk membalas permainannya.

Nafas keduanya memburu. Ka'is melepaskan ciumannya, membelai bibir bawah Anaya dengan ibu jarinya. Ia mendaratkan kecupan di kening sebelum benar-benar melapas Anaya. "Masuklah." Anaya mengangguk malu.

Ka'is melambai sebelum memasuki mobilnya. Anaya memperhatikan sampai mobil Ka'is tak terlihat sebelum memasuki rumah.





Tbc...

**

Hari ini double up ya untuk cerita ini

16 September 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top