2
✨Happy Reading✨
Anaya memarkirkan motornya dan turun. Setelah melepas helm gadis itu merapikan rambutnya yang berantakan tertiup angin tadi. Saat akan mengetuk pintu di depannya terbuka dengan sendirinya, seorang pria dengan setelan kemeja hitam yang di gulung hingga bagian siku berdiri mendominasi menatap Anaya yang hanya mematung di tempatnya.
Seingatnya pria yang menikahi kakak sepupunya tidak berwajah seperti pria di depannya. Tidak mungkin kan wajah kak Adrian berubah? Pertanyaan konyol hinggap di kepala Anaya.
"Masuklah."
Anaya menggelengkan kepalanya. Ia mundur beberapa langkah memberi jarak. "Anda bukan pemilik rumah." Gadis itu tampak waspada.
Alis Ka'is terangkat, senyum simpul terukir dibibirnya. "Memang bukan. Pemilik rumah sedang bermesraan di kamar mereka. Masuklah jika tak ingin masuk angin." Ka'is memiringkan tubuhnya memberikan jalan untuk Anaya masuk.
Hari sudah beranjak malam, dan cuaca memang sedikit dingin malam itu. Sepertinya akan turun hujan mengingat sore tadi cuaca cukup mendung.
Anaya ragu, namun pada akhirnya ia masuk juga. Anaya duduk di sofa ruang tamu saling berhadapan dengan pria yang menyambutnya tadi.
Anaya mencoba menyibukan dirinya dengan ponsel ditangannya, membuka grup demi grup whatsapp yang ia ikuti. Mencoba mengalihkan perhatiannya dari pria yang terus menatapnya intens, membuat Anaya sedikit tidak nyaman. Tatapan pria ini terlihat, entahlah.. Anaya tak bisa menjelaskannya.
Lama mereka terdiam membuat Anaya kebingungan. Tak ada percakapan di antara keduanya. Anaya mencari keberadaan Nita yang tak kunjung menunjukan batang hidungnya, gadis itu bangkit sambil merapikan tasnya.
"Sepertinya kak Nita tidak akan keluar. Tolong sampaikan permintaan maaf saya padanya, saya tidak bisa menunggunya lebih lama lagi karena sudah malam." Dengan tergesa-gesa Anaya melangkah menuju pintu keluar.
"Sepertinya kamu melupakanku.."
Seruan bernada kecewa itu membuat langkah Anaya terhenti. Anaya berbalik menatap pria yang lagi-lagi tatapannya tak bisa ia artikan. Sekilas bayangan seorang pria yang mengajaknya berdansa di pesta pernikahan kakak sepupunya Anita dan Adrian terbanyang.
Dia..
Ka'is menghela langkah mendekati Anaya. Ia berhenti satu meter dari Anaya yang terpaku.
"K-kamu.." Tenggerokan Anaya tercekat, gadis itu tak tau harus menjawab apa.
"Bagaimana bisa kamu melupakanku begitu saja sedang aku terus menerus terbayang-bayang olehmu."
Ka'is kembali melangkah membuat Anaya memundurkan langkahnya. Jantung Anaya berdegub kencang di bawah tatapan pria yang terus maju selangkah demi selangkah, membuatnya terus mundur selangkah demi selangkah.
"K-kamu.."
"Sihir apa yang kamu berikan padaku, hm?"
"Bagaimana bisa kamu membuatku terus membayangkan dirimu?"
"Apa yang telah kamu lakukan kepadaku?"
"K-kamu.."
Otak Anaya tiba-tiba kosong. Ia hanya mampu mengucapkan kata itu. Punggung Anaya membentur pintu, Ka'is mengukung Anaya dengan kedua tangannya di kedua sisi.
"Aku menyukaimu dan rasanya aku nyaris gila karena terus memikirkanmu."
Nafas Anaya tercekat, ia bisa merasakan hembusan hangat menerpa wajahnya. Jarak wajah mereka begitu dekat, ini adalah pertama kalinya bagi Anaya sedekat ini dengan lawan jenisnya.
Anaya berusaha menormalkan detak jantungnya. Yang perlu ia lakukan adalah bersikap tenang seolah tak mendengar apa-apa. Anaya terus menasehati dirinya, ia mengangguk kemudian ia mencoba mendorong tubuh Ka'is dengan tangan mungilnya.
"Tolong minggir!"
Dorongan Anaya tak berarti apa-apa bagi Ka'is, tubuh tegapnya tak bergeming barang seincipun membuat Anaya sedikit frustasi.
"Jika anda tidak ming.."
"Jadilah kekasihku." Ucapan Ka'is lagi-lagi membuat Anaya menelan kembali kata-katanya.
Ka'is mencondongkan wajahnya, mata Anaya melebar, gadis itu menelan ludah susah payah. Anaya pikir jika Ka'is akan menciumnya ternyata..
"Aku tak menerima penolakan. Jadi diammu ku anggap 'iya.' "
Ka'is berbisik di telinga Anaya, setelah itu dengan santainya kembali menarik wajahnya membuat mata cantik Anaya berkedip-kedip. Gadis itu menatap pria yang telah kembali duduk ke tempatnya semula dengan senyum mengejek menggantung di bibirnya, menatapnya tanpa rasa bersalah. Jangan tanya seberapa kesal Anaya saat ini. "Kamu!!"
____________________
Wajah Anaya tertekuk, ia tersenyum masam mengabaikan pria yang bersiul-siul sambil menyetir di sampingnya tampak begitu bahagia. Tatapan gadis itu mengarah keluar jendela namun tidak dengan pikirannya ia terus saja terbayang dengan kejadian beberapa menit lalu.
Seperti biasanya sebelum berangkat bekerja Anaya dan kedua orang tuanya sarapan bersama. Ka'is pria itu tiba-tiba datang dan dengan seenaknya memperkenalkan diri pada kedua orang tuanya sebagai calon suami masa depannya. Membuat orang tua Anaya terutama ibu gadis itu yang memang selalu bertanya tentang kekasih anak gadisnya sangat antusias.
Dengan modal kesopanan, penampilan dan pekerjaan yang memang tergolong cukup mapan dengan mudahnya Ka'is mengantongi restu dari keduanya dan meraih cap calon suami idaman membuat Anaya tak habis pikir. Oh ayolah, ia bahkan baru bertemu pria ini semalam. Tentunya kali kedua pertemuan merekq dengan di pesta pernikahan Nita waktu itu.
Anaya memijit pelipisnya. Jangan tanya bagiamana sekarang ia bisa berakhir di antar bekerja oleh pria itu, jika bukan paksaan dari ibunya Anaya tidak akan pernah sudi bersama pria asing lama-lama.
"Kamu ingin memiliki berapa anak setelah menikah?" Ka'is memecah kesunyian, ia melirik Anaya lewat ekor matanya.
"Apa?" Anaya menoleh menatap Ka'is tak percaya, ia rasa ada yang salah dengan pendengarannya.
"Pesta pernikahan seperti apa yang kamu inginkan?" Ka'is melontarkan pertanyaan lainnya. Ia yakin Anaya mendengar dengan jelas pertanyaan pertamanya.
"Ka'is hentikan! Kumohon jangan seperti ini. Kita saja bahkan belum saling mengenal." Anaya berucap frustasi. Ia kewalahan dengan pendekatan Ka'is yang tak mengenal tarik ulur ini. Keduanya saling menatap dalam diam.
Tanpa Anaya sadari mobil telah berhenti di depan gedung tempat ia bekerja. Ia terlalu sibuk menerka pikiran pria di depannya yang lagi-lagi menatapnya dengan tatapan yang sulit Anaya jelaskan.
Ka'is melepaskan sabuk pengamannya kemudian bergerak mendekati Anaya. Gadis itu mencengkram tas di tangannya dengan mata yang semakin melebar seiring kedekatan mereka berdua.
Ka'is menikmati setiap reaksi gadis di depannya yang menurutnya sangat menggemaskan. Kemudian tatapannya terkunci pada bibir merah jambu yang tampak sangat menggoda. Jakun Ka'is naik turun seiring tertelannya ludahnya.
"Mungkin menurutmu terdengar aneh dengan cara pendekatanku yang terkesan tak mengenal tarik ulur. Tapi sungguh aku menyukaimu. Untuk apa proses yang lama jika pada akhirnya kamu malah di ambil orang karena aku yang terlalu lama bergerak."
Suara berat Ka'is mengalun yang entah mengapa membuat Anaya sesak nafas. Demi tuhan ini tidak baik untuk kesehatan jantung. Dimana ketenangannya saat ia menghadapi para playboy yang mencoba merayunya? Anaya mengutuk dalam hati. Nafasnya semakin tersendat saat merasakan sapuan panas dari nafas hangat yang menerpa wajahnya.
Ka'is memiringkan wajahnya yang semakin mendekat dengan Anaya. Tangannya terulur melepas sabuk pengaman di tubuh gadis itu. "Sudah sampai." Ia kembali ke tempat duduknya.
Dengan cepat Anaya keluar dari mobil, ia merutuki dirinya yang bisa-bisanya memikirkan jika Ka'is akan menciumnya. Itu bukan salahnya! Bukan! Semua salah pria itu. Ya, tentu. Semua pokok permasalahan di hidupnya bersumber dari Ka'is, lagi pula semua orang akan berpikiran sama jika berada di posisinya seperti tadi. Bukan kesalahannya jika ia berpikiran mesum!!
Anaya berjalan sambil mengangguk-angguk. Memikirkan berbagai teori yang membenarkan keyakinannya, mengabaikan tatapan heran dari para rekan kerjanya.
Tbc..
**
16 September 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top