Prolog: Regan
"Om dan Tante, maksud kedatangan saya sekeluarga kemari, saya ingin meminta izin meminang putri Om dan Tante. Saya ingin menjadikan Ody istri saya. Meminta semua tanggungjawab atas Ody untuk diberikan kepada saya."
Aku gemetaran. Meski sudah latihan berkali-kali di depan kaca. Tapi di bawah tatapan Ody sekeluarga, aku mendadak grogi setengah mati. Tatapan penuh dukungan yang diberikan Ody mampu menenangkan debar jantungku.
Malam itu, Ody cantik dengan kebaya berwarna nude pink. Riasan wajahnya sederhana. Aku bahkan bisa melihat kedua pipinya merona ketika aku selesai mengucapkan kalimat itu. Dia sempat menunduk sebentar, lalu kembali menatapku. Tersenyum tipis dan malu-malu.
Ody masih menatapku. Aku tidak tahan untuk tidak membalas senyumnya. Dia lalu terlihat menyeka pipi kanannya. Apakah dia menangis bahagia?
Aku pernah menyakitinya berkali-kali. Bahkan sekadar melihatnya menyeka pipi, aku takut.
Ody, apakah kamu bahagia?
Kuharap seperti itu. Seperti senyummu malam itu yang masih terkenang hingga detik ini.
Dan sekarang, atau tepatnya dua minggu setelah malam itu, dalam genggaman tangan papa Ody, aku menjawab mantap. Kubuang segala cemas yang tak perlu. Mengembuskan napas sekali lagi.
"Saya terima nikah dan kawinnya Maudy Pertiwi binti Hernawan dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."
Lalu kurasakan sekelilingku membeku. Ini seperti brain freeze. Kenyataan seakan melambat dan aku butuh waktu untuk menyadarinya. Suara-suara terdengar di sekitarku. Bahuku ditepuk lembut, berkali-kali. Kualihkan tatapanku pada Mama yang duduk tak jauh dariku. Mama tersenyum lebar. Matanya berkaca.
Tidak. Aku sadar sepenuhnya. Pelan-pelan suara itu masuk ke telingaku. Teriakan 'sah' yang langsung menggema ketika aku selesai mengucapkan qabul, masih terngiang jelas.
Tak selang berapa lama, Ody muncul di pintu utama gedung. Aku bisa melihatnya dari layar LCD yang terpasang di dekat Mama duduk. Aku belum berdiri, masih menenangkan jantungku yang menggila sebelum menyambut Ody.
Ody sudah beberapa langkah di belakangku, aku lantas berdiri. Ketika jarak tinggal dua langkah, kuulurkan kedua tanganku. Mengambil alih pegangan Ody dari mama dan kakaknya.
Jemari kami saling menggengam erat. Tatapan kami bertemu.
Duniaku. Seluruh duniaku, ada dalam tatapan itu.
Entah sejak kapan aku meletakkan duniaku di sana.
Mungkin sejak menghabiskan banyak waktu dengan wanita ini ketika masa putih abu?
Barangkali sejak wanita ini menawarkan tempat terbaik untuk pulang—dalam peluknya?
Atau, ketika wanita ini memilih pergi menjauh dan aku baru sadar jika duniaku juga pergi bersamanya?
Aku tidak tahu pasti persisnya kapan.
Namun, aku tahu, aku menitipkan duniaku pada wanita yang tepat.
***
Jumat, 21 Juni 2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top