3. Just give me a reason
"We need to talk Dis!" ucap Keenan.
Mulut Gadis sedikit terbuka, namun lidahnya terlalu kelu untuk berbicara. Tangannya mulai meronta agar Keenan melepaskan genggaman tangannya yang cukup kuat. Keenan tak acuh dengan reaksi Gadis saat ini. Ia menarik tangan Gadis untuk keluar dari dalam rumah menuju ke sebuah gazebo di halaman panti. Gazebo yang sering mereka gunakan untuk belajar dan berkumpul bersama dulu.
Keenan dan Gadis saling terdiam. Hanya suara jangkrik yang menemani keheningan mereka. Keenan menatap Gadis dari samping. Kedua mata Gadis menerawang menatap apa pun yang berada di hadapannya. Keduanya sedang mencoba menetralkan detak jantung masing-masing yang sedang berdegup kencang.
"Ada urusan apa kamu datang kesini? Kalau soal Keira, kamu bisa datang ke sekolah," ucap Gadis tanpa menoleh ke arah Keenan.
Keenan bergeming. Kedua matanya masih memandang Gadis dengan lekat. Rahangnya sedikit mengeras. Ia tahu Gadis sedang berusaha menghindarinya.
"Maaf, aku masih ada pekerjaan yang lain. Permisi," pamit Gadis.
Gadis segera beranjak dari tempat duduknya. Helaan napas beratnya berembus. Langkahnya terhenti ketika salah satu tangannya kembali tertahan oleh genggaman tangan Keenan. Keenan yang mulai sedikit emosi memutar tubuh mungil Gadis agar saling berhadapan. Gadis menunduk. Ia tak berani menatap Keenan. Dadanya bergemuruh hebat saat ini. Sesak, takut, cemas, semua bercampur menjadi satu.
"Kenapa kamu pergi meninggalkanku Dis? Kenapa?" tanya Keenan, "Kenapa kamu pergi meninggalkanku setelah aku memenuhi semua permintaan kamu?!"
Gadis bergeming. Kedua matanya mulai memanas. Ia mengatupkan mulutnya rapat-rapat.
"Jawab Dis!" bentak Keenan.
Lima tahun lebih Keenan menahan semuanya. Sesulit apa pun permintaan Gadis saat itu, Keenan menjalani dengan sabar. Namun tidak untuk sekarang.
"Lihat aku, Dis!" perintah Keenan sembari mengangkat dagu Gadis agar menatapnya.
Dengan ragu dan takut, Gadis pun menatap Keenan. Ia tahu Keenan sedang emosi saat ini.
"Kenapa kamu pergi meninggalkanku? Kenapa kamu membiarkanku sendirian menghadapi semuanya? Kenapa Dis?! Jawab!" tanya Keenan emosi.
"Aku pergi untuk melanjutkan pendidikanku. Kamu tahu itu!" jawab Gadis.
"Kenapa kamu nggak pamit sama aku? Kamu hanya ingin menghindariku dan Kara bukan?!" sungut Keenan geram.
Gadis tersenyum sinis, "Nggak ada alasan untuk menghindari kamu ataupun Kara. Aku hanya ingin fokus dengan pendidikanku."
"Bullshit! Kamu itu nggak bisa bohong sama aku, Dis. Dan nggak akan pernah bisa!" balas Keenan kesal, "pernahkah kamu menanyakan, apakah aku bahagia dengan permintaanmu, Dis?"
Gadis kembali tersenyum menutupi gejolak di dadanya, "Kamu bahagia Keenan. Kamu sangat bahagia, terlebih ada Keira."
"Ya, aku bahagia semenjak kehadiran Keira. Karena Keira yang telah membuatku tetap bertahan hingga detik ini," sahut Keenan.
Gadis terdiam. Ia menelan salivanya susah payah. Kedua matanya semakin terasa memanas. Ia berharap, air matanya tak menetes saat ini.
"Kamu membuatku menjadi seseorang yang egois dan jahat untuk Kara. Aku nggak pernah menganggap Kara ada setelah menikahinya. Semua yang aku lakukan untuk Kara saat itu karena ada bayangan kamu di dalam dirinya," cerita Keenan.
Gadis terperanjat mendengarnya. Pandangannya mulai mengabur menatap Keenan.
"Semua yang aku lakukan hanya untuk kamu, Dis. Aku hanya menganggap Kara sebagai adikku, tidak lebih. Hingga akhirnya aku menyakiti Kara, membuatnya semakin menderita karena bayangan kamu," lanjut Keenan bercerita, "Kara rela menghentikan semua pengobatan dan juga kemoterapinya. Setiap hari dia menahan rasa sakit hebat di kepalanya. Dan semua dia lakukan hanya untuk mempertahankan Keira."
Air mata Gadis pun menetes perlahan. Dadanya serasa sesak seketika.
"Bukan cuma kamu yang merasakan sakit, Dis. Aku dan Kara pun sama. Kita saling menyakiti satu sama lain," ujar Keenan.
"Aku minta maaf, karena aku nggak bisa membahagiakan Kara seperti yang kamu minta. Mungkin kamu bisa membagi kekasihmu dengan sahabatmu, tapi tidak denganku Dis. Aku nggak bisa membagi hatiku untuk sahabatku sekalipun," jelas Keenan.
Gadis menangis tergugu. Air matanya sudah tak bisa lagi dibendungnya. Ia bergeming ketika Keenan meraih tangannya untuk digenggam.
"Kembalilah kepadaku Dis, aku mohon," pinta Keenan sembari menatap wajah Gadis yang berlinang air mata.
Gadis menggeleng. Mulutnya masih terkatup.
"Kenapa?" tanya Keenan.
Gadis melepaskan tangannya dari genggaman tangan Keenan, lantas disekanya air matanya yang masih mengalir.
"Kisah kita sudah berakhir Keenan. Lupakanlah semuanya. Biarkan aku hidup dengan tenang, aku mohon!" pinta Gadis.
Rahang Keenan kembali mengeras mendengar ucapan Gadis, "Kamu bilang lupakan? Apa kamu sudah berhasil melupakan semua tentang kita?!"
Gadis mengangguk. Keenan menghela napas beratnya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya.
"Sejak kapan?!" pekik Keenan geram.
Gadis terdiam. Hatinya bergejolak hebat. Dadanya sangat nyeri dan sesak.
"Jawab Dis!!!" teriak Keenan.
"Sejak aku menemukan pengganti dirimu," dusta Gadis.
Keenan berdiri mematung. Ia menatap kedua mata Gadis dengan lekat. Sedari dulu Gadis tak pernah bisa membohongi dirinya. Seperti saat ini, Gadis memainkan kedua jemari tangannya tanpa sadar. Kebiasaan Gadis ketika dirinya berbohong. Matanya mampu tak berkedip sedikit pun, namun gerak tubuhnya berbanding terbalik. Keenan sangat hafal dengan kebiasaan Gadis itu. Terlebih ketika Gadis menjadi kekasihnya tanpa sepengetahuan Kara.
"Benarkah itu?! Kamu tahu, otak itu diciptakan untuk mengingat, bukan untuk melupakan. Jika kamu ingin melupakan kenangan lama, maka kamu harus menciptakan kenangan baru, bukan melarikan diri!" sindir Keenan telak, membuat Gadis mematung di tempatnya, "kenangan adalah sebuah cerita yang tidak bisa terlupakan dalam sebuah kehidupan, entah itu kenangan indah ataupun kenangan pahit."
"Kamu itu tidak pandai bersandiwara Gadis. Apa yang kamu rasakan akan selalu tampak di raut wajahmu," tutur Keenan mengingatkan.
Gadis tersentak kembali. Keenan adalah satu-satunya orang yang sangat mengenali dirinya selain ibunya. Hanya kedua orang itu yang tidak bisa dibohonginya.
"Cukup Keenan!!! Masa lalu itu sudah berlalu. Ada masa depan yang harus dijalankan. Yang lalu biarkanlah berlalu, Keenan. Jadi aku mohon, jangan pernah mengungkitnya kembali! Biarkan aku hidup dengan tenang," jelas Gadis menahan tangisnya.
"Haruskah aku menyusul Kara agar kamu bisa hidup dengan tenang, Dis?" ucap Keenan.
Gadis terperanjat. Ia terdiam. Jantungnya seakan berhenti berdetak sekaligus jatuh merosot dari tempatnya. Air matanya kembali menetes.
Helaan napas Keenan berembus. Ia tak merasa lega. Namun setidaknya ia sudah meluapkan semua perasaannya yang terpendam selama ini. Keenan sangat mengerti, bahwa mencintai tidak berarti harus selalu memiliki. Cinta memang mampu membuat seseorang menunggu begitu lama, namun ada kalanya kita pun harus menyadari kapan untuk pergi.
"Aku akan membiarkan kamu hidup dengan tenang, seperti yang kamu minta. Aku akan pergi menjauh, seperti yang kamu lakukan dulu. Aku dan Keira akan pergi, setelah kamu mengatakan bahwa kamu tidak mencintaiku lagi," ucap Keenan.
Gadis terpaku. Lidahnya benar-benar terasa kelu. Batinnya bergejolak saling berperang. Keduanya saling beradu pandang. Keenan akan kembali memenuhi keinginan Gadis seperti beberapa tahun lalu. Ia pun harus merenggut kebahagiaan Keira beberapa jam yang lalu. Keira akan kembali kehilangan sosok ibu yang selalu menjadi impiannya.
"Aku sudah tidak mencintaimu lagi Keenan," ucap Gadis parau menahan sesak di dadanya.
Keenan terdiam. Ia sudah tahu jika Gadis akan mengatakan hal itu. Semua memang harus diakhiri. Kedua sisi bibir Keenan tersungging ke atas. Tangan kanannya mengusap pucuk kepala Gadis seperti kebiasaannya dulu. Dibelainya wajah Gadis dengan penuh sayang. Ia seakan memutar kembali kenangan indahnya bersama Gadis saat menjadi sepasang kekasih.
Sedangkan Gadis hanya bisa bergeming. Menerima segala perlakuan Keenan yang sangat dirindukannya selama ini. Ia menahan napasnya untuk meredam rasa sakit di hatinya. Mencoba menahan air bening dari kedua matanya yang akan menetes kembali.
"Kamu baik-baik ya, Dis! Aku hanya bisa pergi menjauh darimu. Tapi aku tidak akan pernah melupakan kebersamaan kita, hingga aku bisa bertemu dengan Kara kembali," ucap Keenan yang membuat kedua mata Gadis semakin merebak.
"I'll always love you, Gadis," lanjut Keenan.
Keenan tersenyum, lantas mencium kening Gadis dengan penuh sayang. Air mata Gadis pun meleleh ketika memejamkan kedua matanya. Ia sudah tak kuasa menahan rasa sakit di hatinya. Ia tak ingin usahanya untuk melupakan Keenan selama ini berakhir dengan sia-sia.
Keenan menghapus air mata Gadis sebelum beranjak pergi. Gadis masih menangis tergugu. Tangan kanannya menutup mulutnya rapat-rapat untuk meredam isakan tangisnya. Ia menoleh ke belakang ketika mobil Keenan menghilang dari pandangannya.
"I'll always love you too, Keenan," ucap Gadis di tengah isakannya.
---
Gadis menatap gambar Keira di atas meja kerjanya. Gambar potret keluarga yang digambar Keira sebelum mengikuti hari ibu. Gambar yang selalu mampu membuat dadanya merasa perih dan sesak.
Gadis tak menyangka jika Keenan benar-benar memenuhi keinginannya kembali. Andai saja ia tidak ijin menenangkan hatinya tiga hari yang lalu, ia pasti bisa bertemu dengan Keira sebelum berpisah. Entah mengapa ia begitu ingin bertemu dengan Keira. Gadis sangat merindukan sosok Keira yang selalu menjadi semangatnya di sekolah.
Gadis beranjak dari tempat duduknya setelah memasukkan gambar Keira ke dalam tasnya. Ia pun bergegas untuk pulang. Hatinya benar-benar tak tenang. Hanya Keira yang telah memenuhi isi kepalanya saat ini.
Dengan malas, Gadis berjalan memasuki ruang tamu Panti, "Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam," balas Ummi Salma dan tamunya serempak.
Langkah Gadis terhenti. Ia terkejut ketika melihat tamu yang sedang duduk bersama dengan Ummi Salma. Kedua wanita paruh baya itu tersenyum kepada Gadis. Namun Gadis tak bereaksi sedikit pun. Ia masih terkejut dengan apa yang dilihatnya.
"Bunda," panggil Gadis.
Tbc.
****
"Rajin banget update ceritanya Keenan, kayaknya sudah nggak butuh gue lagi nih," seru Raka kesal.
"Ya elah Om Raka, masih aja iri sama Keenan," balas Keenan, "ngalah gitu sama yang kecil."
Author masih asyik menonton film action kesayangan dari layar flat yang terpasang di dinding. Ia tak menghiraukan para cast ceritanya yang sedang berkumpul.
"Kakak mah tukang PHP. Katanya mau melanjutkan YOU extended version, mana?! Malah bikin ceritanya si Keenan," protes Abyan.
"Buset dah! Kenapa yang tua-tua pada rewel gini sih," sungut Keenan kesal, "yang muda yang berkarya, yang tua duduk manis aja!"
"Sudah-sudah, kenapa jadi pada ribut gini sih. Ayah sabar dong, si kakak caem ini pasti nepatin janjinya kok buat melanjutkan cerita kita," ucap Keiza menenangkan Abyan.
"Iya Kak, bakal dilanjutin kok ceritanya Kak Keiza sama Bang Byan, tapi nanti kalau Justin Timberlake jadi Presiden di Indonesia!" timpal Raka.
"Omongan Om Raka nggak enak banget deh!" sahut Gadis.
"Bodo! Mulut-mulut gue, kenapa lo yang sewot Dis!" balas Raka.
Cinta hanya terdiam memandang suaminya yang sudah mulai tersulut emosi. Ia lebih baik memilih diam dari pada terkena ocehan panas dan menyengat dari suaminya, Raka.
"Kakak!!! Kapan DIA naik cetak??? Kasihan fans Cinta Raka tuh!"
Author menghela napas, lantas menatap cast ceritanya satu-persatu. Tatapannya berakhir pada si tampan Raka, "Sabar yo Cah ganteng! Aku tak semedi sek. Ceritamu kui khayalane bedo mbe liyone, sabar yo!"
"Sabar terus, keburu lapak lo sepi Kak!" pekik Raka.
"Aku iki tipe setia, berharap readers ku yo setia mbe aku. Nak gak yowes, berarti gak jodohku," sahut Author.
Raka mendengus kesal. Sedangkan Abyan hanya mengembuskan napas beratnya. Dan Keenan tersenyum mendengarnya. Para cast wanita hanya mengangguk setuju.
Repost 230517.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top