1. You

Gadis tersenyum memandang sebuah gambar potret keluarga yang berada di atas meja kerjanya. Ada sebuah kata yang tertulis di setiap gambar itu. Papa, Keira, dan Mama. Bagi Gadis, melihat hasil karya anak didiknya adalah hal yang sangat membuatnya bahagia. Ia bisa mengetahui apa saja yang ingin di sampaikan murid-muridnya lewat sebuah goresan tangan berwarna-warni di atas kertas gambar. Dan gambar potret keluarga salah satu muridnya yang bernama Keira Alyssa Al - Khatiri, membuat dirinya selalu tersentuh setiap kali melihatnya.

Gadis beranjak dari kursinya, sesaat setelah ia selesai memilih beberapa gambar yang pantas untuk dipasang di majalah dinding. Ia pun berjalan ke tengah ruangan kelasnya sembari tersenyum menatap murid-muridnya yang sedang bersenda gurau menunggu bel pulang berbunyi.

"Miss, gambar siapa saja yang akan dipasang buat besok?" tanya Tari, salah satu muridnya.

Gadis tersenyum. Ia menghentikan langkahnya dan berdiri tegap memandang semua murid-muridnya yang tampak menggemaskan.

"Okey kids, everybody sit down and be quite please!" seru Gadis meminta murid - muridnya untuk duduk dan tenang.

Semua muridnya pun segera terdiam dan membetulkan posisi duduknya untuk memerhatikan guru mereka.

"Miss Anind sudah memilih lima gambar yang akan dipasang di mading besok. Jadi, besok kalian bisa melihat sendiri, gambar siapa saja yang miss Anind pasang, okey?" ujar Gadis kepada seluruh murid-muridnya.

"Yes Miss!" seru beberapa murid - muridnya.

"Ada yang tahu, tanggal 22 Desember besok itu diperingati hari apa?" tanya Gadis kepada murid-muridnya yang masih berumur sekitar lima tahunan.

"Besok hari Selasa Miss," seru Daffa.

"Iya, besok hari Selasa," timpal Putri yang duduk dibangku terdepan.

Gadis terkekeh memandang murid-muridnya yang sangat jujur dan menggemaskan itu. Celetukan-celetukan polos khas merekalah yang membuat Gadis seakan lupa dengan masalah hidupnya.

"Bukan itu yang dimaksud Miss Anind, besok itu hari ibu. Iya kan Miss?" protes Maliq keras, salah satu murid laki-laki terkritis di kelas.

Gadis mengangguk sembari tersenyum membenarkan ucapan Maliq.

"Yes, you're right Maliq. Besok adalah hari ibu," ujar Gadis.

"Hari ibu itu apa Miss?" tanya Keira.

Gadis tersenyum menatap salah satu siswi tersayangnya itu sebelum menjawab, "Hari ibu itu adalah hari perayaan untuk seorang ibu. Hari yang mengingatkan kita untuk selalu sayang kepada ibu kita. Jadi besok, jangan lupa ucapkan selamat hari ibu untuk ibu kalian di rumah."

"Yes Miss," seru anak - anak serempak.

Suara gaduh pun kembali terdengar, anak-anak mulai membicarakan rencana mereka untuk memberikan ucapan selamat kepada ibu masing-masing. Gadis mengerutkan dahinya, saat melihat Keira hanya terdiam sembari menatap teman-temannya. Gadis memang guru baru di taman kanak-kanak ini. Taman kanak-kanak yang berbasis internasional, bilingual dan full day school. Ia pun belum mengetahui latar belakang semua anak didiknya.

"Okey kids, attention please!" seru Gadis meminta perhatian murid - muridnya.

Semua murid-muridnya pun kembali memperhatikan Gadis. Hanya beberapa yang masih asik mengobrol.

"Bagi kalian yang akan mengikuti lomba besok, Miss Anind minta persiapkan diri kalian baik-baik. Are you ready, kids?" tanya Gadis.

"Yes, I'm ready." Semua anak-anak menjawab pertanyaan Gadis dengan bersemangat.

Bel pun berbunyi. Semua anak-anak bersiap-siap untuk segera pulang.

"Get ready!" seru Bryan.

"Not yet," balas anak-anak yang masih sibuk membereskan peralatan mereka.

Gadis tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Be patient Bryan," ucap Gadis yang membuat Bryan mempertontonkan gigi-gigi susunya yang putih dan rapi.

Setelah melihat teman-temannya terdiam dan melipat kedua tangannya di atas meja, Bryan pun kembali memulai untuk berdoa.

"Get ready! Let's pray together!" pekik Bryan memimpin untuk berdoa.

Gadis tersenyum kembali, mendengar suara lantang anak didiknya saat berdoa sebelum pulang. Ini adalah cita-citanya sedari dulu, menjadi seorang guru. Walaupun ia tak menyangka jika saat ini, dirinya menjadi guru di sebuah taman kanak-kanak.

"Finish, greeting!" seru Bryan saat sudah selesai memimpin doa.

"Good afternoon Miss Anind," salam anak-anak serempak.

"Good afternoon class, and see you," balas Gadis.

"See you, Miss," sahut anak - anak didiknya.

Semua murid-murid Gadis berbaris teratur untuk bersalaman dengannya. Keira terlihat berdiri di barisan terakhir. Gadis kecil cantik itu memang selalu terlihat sabar dari pada teman-teman sebayanya. Dia juga salah satu anak pintar di kelasnya. Selalu ceria dan aktif di dalam kelas.

Keira tersenyum kepada Gadis sebelum tangan kanan mungilnya terulur untuk menjabat tangan gurunya.

"Miss, besok boleh nggak Papa sama Mama Keira yang datang?" tanya Keira setelah mencium punggung tangan Gadis.

"Boleh dong, Kei. Undangannya kan memang untuk orang tua Keira," jawab Gadis.

"Papa itu panggilan untuk Opa, kalau Mama itu panggilan untuk Oma," jelas Keira yang membuat Gadis terkejut.

"Oh begitu, terus orang tua Keira kemana?" tanya Gadis kembali.

Sejak kedatangannya di kelas ini, senyum manis Keira sudah mencuri perhatiannya. Ia selalu jatuh hati dengan apa yang Keira lakukan.

"Ayah sedang ada pekerjaan di Bali," jawab Keira.

"Sama Bunda juga ya?" sela Gadis yang membuat bibir mungil Keira sedikit tersungging ke atas.

"Siapa saja boleh kok menemani Keira besok. Keira sudah hafalkan dengan puisinya?" tanya Gadis.

Keira mengangguk dengan semangat, membuat Gadis semakin jatuh hati dengan gadis kecil di hadapannya.

"Semoga Keira menang ya besok," sambung Gadis.

"Aamiin. Keira pulang dulu ya Miss Anind, assalamualaikum," pamit Keira sembari tersenyum.

"Wa'alaikumsalam," balas Gadis.

Kedua sisi bibir Gadis terangkat kembali. Kemudian ia menghela nafasnya perlahan. Kedua kakinya melangkah kembali ke meja kerjanya, membereskan beberapa buku tugas anak-anak didiknya ke dalam lemari. Selesai membereskan buku-buku, Gadis beranjak untuk meninggalkan kelas. Tak lupa ia juga mengambil setumpuk gambar yang sudah dipilih untuk dipasang di majalah dinding. Senyum manisnya selalu menghiasi wajah cantiknya setiap saat. Dan itulah yang membuat dirinya dengan mudah diterima oleh murid-muridnya.

---

Keira duduk bersila di atas ranjangnya. Kedua matanya fokus menatap sederet kata yang tersusun di salah satu halaman majalah Bobo Junior yang berada di tangannya. Mulutnya berkomat-kamit dengan lirih, mengeja setiap huruf yang dibaca. Ia tak menghiraukan kedua tangan omanya yang sedang menata rambut panjang sebahunya.

"Selesai," seru Oma Keira.

Keira pun meletakkan majalahnya, kemudian berbalik menghadap Omanya yang masih terlihat cantik di usia senjanya.

"Duh anak mama cantik banget," puji Oma Keira sembari mengulurkan tangan kanannya untuk membantu cucunya turun dari ranjang.

Keira tersenyum simpul.

"Cantik dong Ma, kan Mamanya juga cantik," balas Keira, yang membuat omanya gemas untuk segera mencium pipi chubby milik cucunya.

"Pakai sepatunya, terus kita turun buat sarapan," sambung Oma Keira.

Keira pun mengangguk sembari tersenyum. Ia segera memakai sepatu pentofel hitamnya. Lantas menatap refleksi bayangan dirinya di depan cermin. Dengan rok kotak-kotak di atas lutut, kemeja lengan pendek putih dengan dasi hitam yang sudah terkait di kerahnya, serta jas kecil dengan badge identitas sekolah di salah satu dadanya, membuat Keira merasa bangga mengenakan seragam favoritnya.

"Yuk Ma!" ajak Keira menarik tangan Omanya sesaat setelah menggendong tasnya.

Omanya tersenyum. Ia mensejajarkan langkah mungil Keira menuruni anak tangga.

"Pagi Aunty," sapa Keira kepada kedua tante kembarnya.

"Pagi Cantik," balas tante-tantenya serempak.

"Idih, ponakan Aunty cantik banget hari ini. Mau kemana Neng?" ledek tantenya yang bernama Ayasha.

"Mau ke pasar," celetuk Keira setelah meletakkan tasnya di atas kursi.

Semuanya pun tertawa. Keira tahu, jika salah satu tante kembarnya suka sekali menggodanya. Sama seperti opanya.

"Bener nih Neng mau ke pasar? Kalau begitu yang mengantar Om Reza saja ya!" timpal Opanya.

Keira mengerucutkan mulutnya menatap opanya yang berjalan ke arahnya. Opanya mencium singkat bibir Keira yang mencebik lucu sesaat setelah berada di hadapan cucunya. Lantas ia segera mengangkat tubuh kecil Keira untuk digendong.

"Idih, jeleknya anak Papa kalau merajuk begini," cibir Opa Keira.

"Papa kan sudah janji mau mengantar Keira ke sekolah hari ini!" protes Keira yang membuat semua orang di ruang makan tersenyum.

"Papa bercanda Sayang, hari ini Papa yang mengantar Keira," ujar Opa.

"Papa nggak menemani Keira nanti?" tanya Keira sedih sembari mengalungkan kedua tangannya di leher opanya.

"Papa nanti ke sekolah Keira lagi setelah meeting-nya selesai, oke cantik?" bujuk Opanya.

Keira tersenyum lantas mengangguk mengerti. Ia segera mencium hidung mancung opanya seperti biasanya.

"Ayo kita makan! Nanti terlambat lagi," seru Oma mengingatkan.

Keira pun turun dari gendongan opanya, lantas kembali duduk di kursinya, di samping omanya. Keira dan keluarganya menikmati sarapan pagi mereka dengan ceria seperti biasanya.

---

Keira beranjak dari tempat duduk berundaknya yang berada di atas panggung, sesaat setelah Ibu Rossa memanggil namanya. Kini giliran Keira yang mewakili kelasnya untuk membacakan sebuah puisi karyanya sendiri. Keira berjalan perlahan ke arah tengah panggung. Ia tersenyum saat melihat Opa dan Omanya memberi semangat dari tempat duduk mereka. Langkah mungil Keira terhenti, kedua mata Keira menatap ibu gurunya, Anindya Gadis Pratista, yang berdiri tegap di samping panggung. Beliau tersenyum manis sembari memberi semangat kepada Keira.

Jantung Keira sudah berdetak dengan kencang. Ia menghela napasnya setelah kedua matanya menyapu seluruh penjuru aula yang sudah di penuhi banyak orang. Ia mencari sosok ayahnya, namun ayahnya belum juga datang.

"Puisi untuk Mama," ucap Keira yang mulai membuka suaranya.

Suasana aula pun menjadi hening. Dalam hati, Gadis selalu berdoa, agar Keira bisa menyelesaikan puisinya dengan baik. Ia pun baru mengetahui, jika Keira tidak memiliki seorang ibu. Kenyataan yang baru diketahui beberapa menit yang lalu itu, membuat Gadis merasa tak tenang.

Tanpa mama, aku tidak ada di dunia.

Tanpa mama, aku bukan siapa-siapa.

Tanpa mama, aku bukan orang yang berguna.

Oma Keira menggenggam tangan suaminya dengan erat. Jantungnya berdetak tak karuan di dalam sana. Hatinya benar-benar merasa teriris sekaligus bahagia melihat cucu kesayangannya berdiri tegap mewakili teman-teman sekelasnya. Pandangan matanya mengabur karena air bening sudah mulai berkumpul di kedua pelupuk matanya. Tiap bait puisi yang Keira bacakan, membuat hatinya terenyuh iba. Ia tahu, puisi itu adalah hasil karya Keira yang telah digubah sedikit oleh guru barunya.

Bersama mama, aku tak pernah merasa sendiri.

Bersama mama, aku selalu merasa terlindungi.

Bersama mama, hidupku menjadi lebih berarti.

Semua ibu-ibu wali murid meneteskan air matanya saat mendengar puisi dari Keira. Begitu juga Oma Keira. Hanya dia yang selama ini menjadi Mama untuk Keira.

Terima kasih mama, karena telah membesarkanku.

Terima kasih mama, karena telah menyayangiku.

Terima kasih mama, atas segala yang telah diberikan kepadaku.

Terima kasih mamaku tercinta.

Gadis tersenyum haru. Sekuat tenaga ia menahan air matanya agar tak terjatuh. Ia tahu betul apa yang dirasakan Keira saat ini. Tepuk tangan yang menggema pun terdengar. Keira membungkukkan badannya sesaat setelah selesai membacakan puisinya.

"Okey Keira, the next is one minute competition. Are you ready?" ujar Ibu Rossa.

"Yes Mom," balas Keira.

"Silahkan ambil kertasnya Keira," titah Ibu Rossa.

Keira pun berjalan ke arah fish bowl. Mengambil kertas berisi sebuah kata yang akan menjadi kunci dari rangkaian kalimatnya dalam waktu satu menit. Tangan kanannya mengacak beberapa lipatan kertas berwarna-warni yang sudah bercampur dengan bola-bola kecil berwarna-warni. Keira memilih kertas berwarna ungu. Warna kesukaannya. Ia kembali melangkahkan kakinya ke posisi semula. Dengan perlahan ia pun membuka kertas itu.

Tangan Keira bergetar sesaat setelah membaca sebuah kata yang berada di kertas pilihannya itu. Ia menelan salivanya dengan susah payah. Raut wajahnya menjadi muram. Gadis menghela napasnya. Ia tahu, ada sesuatu yang membuat Keira menjadi terdiam membeku di tempat.

"Waktunya di mulai dari sekarang," ucap Ibu Rossa.

Keira masih terdiam. Ia melipat kembali kertas berwarna ungu itu. Kedua matanya menatap Opa dan Omanya bergantian, lantas beralih menatap Gadis untuk meminta pertolongan. Ia tak sadar jika ada sepasang mata yang sedang memperhatikannya dari jauh, ayahnya.

"Bunda," ucap Keira.

Gadis, Opa dan Oma terhenyak mendengar kata yang Keira ucapkan. Begitu pula dengan ayah Keira yang terpaku di tempatnya. Ia berdiri tegap dalam diam. Mata tajamnya tak berkedip memandang putri cantiknya berdiri resah di atas sana. Dadanya terasa sesak seketika. Rasanya, ia ingin segera membawa putri cantiknya itu turun dari atas panggung.

"Bunda," ucap Keira kembali dengan meneteskan air matanya.

Oma Keira tak kuasa menahan air matanya. Keira segera menyeka air matanya.

"I'm sorry," ucap Keira.

Gadis segera melangkahkan kakinya ke arah panggung. Begitu pula dengan ayah Keira yang mulai melangkahkan kakinya ke arah yang sama. Ia sama sekali tak memedulikan beberapa pasang mata yang menatapnya aneh.

"Bunda adalah seseorang yang sangat mencintai kita," ucap Gadis yang membuat Keira menahan langkahnya untuk beranjak.

Ayah Keira menghentikan langkahnya. Ia tertegun mendengar suara seseorang yang tak asing di telinganya. Seseorang yang selama ini dirindukannya.

Gadis pun tak peduli jika apa yang dilakukannya akan membuat Keira didiskualifikasi. Ia hanya ingin membantu Keira saat ini. Ia tak ingin gadis kecil tersayangnya menjadi sedih. Gadis menatap Keira dari bawah panggung.

"Bunda adalah seseorang yang membuat kita yakin dengan kemampuan yang kita miliki. Ia selalu berkata bahwa tidak ada yang lebih baik dari kita," lanjut Gadis sembari melangkahkan kakinya menaiki anak tangga panggung, "kebahagian Bunda ada di dalam tawa kita. Kesedihan Bunda ada di dalam duka kita."

"Bunda adalah segalanya, tanpa dia, kita tidak akan bisa hidup," lanjut Gadis sembari menumpukan kedua lututnya untuk berdiri sejajar dengan Keira.

Air mata Keira mengalir deras. Ia terisak. Berulang kali ia mencoba menghapus air bening yang mengalir di pipinya, namun selalu gagal.

Ayah Keira bergeming di tempatnya. Ia seperti patung yang terdiam membeku dengan mata berkaca-kaca saat menatap kedua wanita tercintanya bersatu di atas panggung. Kedua wanita yang telah mengisi seluruh hatinya selama ini.

"Kita mungkin tidak memiliki Bunda, tapi Bunda akan selalu ada di sini," sambung Gadis sembari memegang dada Keira.

Keira mengangguk, lantas memeluk Gadis dengan erat. Gadis pun membalas pelukan Keira dengan tak kalah eratnya. Sebulir air bening menetes dari matanya. Keira menangis sepuasnya dalam pelukan Gadis, ibu gurunya.

"I love you, Keira!" seru Omanya sembari berdiri dari kursinya, membuat Keira menoleh ke arahnya.

Kedua telapak tangannya bertemu untuk bertepuk tangan. Suara tepuk tangan pun menggema. Semua orang berdiri dari kursinya, memberikan standing applause kepada Gadis dan Keira. Keira pun tersenyum menatap Oma, Opa dan juga Ayahnya yang sudah berdiri di tengah-tengah aula. Ayahnya tersenyum simpul.

"Ayah!" teriak Keira.

Ayah Keira segera berjalan menghampiri putrinya. Gadis berdiri terdiam membeku kala melihat siapa ayah Keira. Jantungnya seakan berhenti berdetak dalam hitungan detuk. Matanya pun kembali memanas.

Keira segera turun dari panggung. Ia sudah tak memedulikan lagi apa yang akan terjadi nanti. Ia berlari ke arah ayahnya. Ayahnya segera mengangkat tubuh kecil Keira ke dalam gendongannya. Kemudian mencium pipi putrinya dengan penuh sayang.

"Anak Ayah hebat," bisik Ayah Keira.

Keira mengeratkan kedua tangannya yang mengalung di leher ayahnya. Ayah Keira menatap ibu guru Keira yang tak lain adalah sahabat terbaiknya, Gadis. Ia pun segera membawa Keira keluar dari aula. Menenangkan Keira dari kejadian yang tak pernah terprediksi sebelumnya.

"Keenan," lirih Gadis.

Tbc.

****

I come back my beloved readers,
Bagaimana, terharu tak?!
Semoga feelnya bisa tersampaikan dengan baik dihati kalian. Aamiin.

Ini cerita yang aku bikin berdasarkan tantangan dari kakak @widy4HS semoga bisa menghibur ya. Ini adalah cerita bersambung yang super pendek. Cerita ter-mainstream yang pertama aku buat. Hehehe.

Terima kasih sudah mau membacanya kembali. Terlebih dengan jejaknya yang sudi tertinggal.

Miss you All, my beloved readers. And lope you pull.

Muuuaaaaaaach :*

Repost 220517.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top