4. Parfum Yang Dikenal
Alena sedang duduk termenung di jendela kamar apartemennya yang ditinggali bersama Aileen. Entah apa yang sedang dilakukan Aileen hingga larut begini belum juga pulang. Sebagai kakak, Alena sangat khawatir terhadap adiknya yang hanya berbeda beberapa menit darinya itu.
'Huhhft' helaan napas Alena untuk kesekian kali.
Matanya tak henti guna sekedar melihat mobil yang masuk kearea apartemen mewah yang kini mereka tempati. Rehan dan Melodi sengaja membelikan satu unit apartemen yang dijaga ketat oleh security dan beberapa kamera pengawas agar putrinya dalam perlindungan yang baik.
Pranggg ...
Alena tersentak saat pigura fotonya dan juga Marcuss jatuh berserakan karena tertiup angin.
"Aku lupa menutup jendela, anginnya kencang sekali," ucap Alena menutup jendela kamarnya.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari, tapi Aileen belum juga pulang. Sambil membersihkan pecahan kaca, Alena berdoa agar adik kembarnya itu dalam keadaan baik-baik saja.
"Arghhh," ringis Alena saat pecahan kaca itu mengenai jarinya, dan di saat itu pula Aileen kehilangan kehormatannya sebagai wanita.
Saudara kembar Alena rupanya tidak memberikan ampun pada kesempatan yang datang kepada dirinya. Gadis itu, Aileen, benar-benar kehilangan akal sehatnya karena cintanya kepada Marcuss. Hanya karena cinta yang terbalaskan, Aileen rela menyerahkan kehormatan sebagai seorang gadis kepada Marcuss dengan menyamar sebagai Alena.
Apa yang tengah gadis itu pikirkan?
Di kamar hotel yang Aileen dan Marcuss tempati, Aileen merebahkan tubuhnya di samping Marcuss. Seakan menikmati peran yang kini dia lakoni, Aileen menatap wajah tampan Marcuss, mengelus setiap inchi wajah kekasih kakaknya dengan perlahan. Keinginan mendapatkan Marcuss Sean semakin meruncing di dalam benak Aileen.
Apapun yang terjadi, bahkan meski Alena dan seluruh keluarganya mengutuk Aileen, dia akan rela. Asalkan Aileen mendapatkan Marcuss, hidup bersama dengan lelaki yang dia cintai.
"Tumbuhlah di rahim Mama, Nak," doa Aileen mengelus perut ratanya untuk ke sekian kalinya.
Air mata Aileen menitik, membayangkan betapa kecewanya Alena kepada dirinya saat kakak kembarnya itu tahu apa yang tengah dia lakukan bersama Marcuss. Namun cinta yang sudah bersemayam dalam diri Aileen tidak mampu lagi digoyahkan.
Aileen bangkit dan berjalan memunguti bajunya yang berserakan di lantai. Aileen menelepon seseorang untuk membawakan baju ganti ke kamar hotel yang telah dia sewa atas nama Marcuss.
Setelah petugas membawakan pakaian gantinya, Aileen segera masuk ke kamar mandi membersihkan tubuhnya dari peluh yang keluar akibat aktivitasnya dengan Marcuss. Aileen tersenyum melihat tanda kemerahan di leher dan gundukan kembar miliknya.
Aileen segera berganti baju dan pergi meninggalkan kamar hotel sebelum Marcuss bangun dan menyadari bahwa itu bukan Alena kekasihnya. Dengan langkah perlahan karena selakangannya terasa nyeri, Aileen menghentikan taxi yang sudah dia pesan lewat online.
Tak lama, Aileen sampai di gedung pencakar langit yang dia tinggali bersama Alena. Aileen mendongak ke atas, tapi apartemennya berada di lantai 31, lantai bertipe Suites.
"Semoga Kak Ale masih tidur," ucap Aileen berjalan menuju apartemennya setelah dia membayar argo taxinya.
'Oh shit, aku lupa paswordnya,' batin Aileen merutuki kebodohannya.
Setiap tiga bulan sekali, petugas apartemen pasti memberitahu mereka untuk mengganti password demi keamanan mereka. Dan bodohnya,satu minggu yang lalu Aileen lupa menanyakan kode password apartemen mereka pada Alena.
Dengan helaan napas, Aileen menekan bel apartemen. Selang beberapa menit, Alena membukakan pintu.
"Ail ini hampir pagi, ayo cepat masuk," ucap Alena membukakan pintu untuk Aileen.
Aileen berjalan dengan hati-hati memasuki apartemen mereka.
"Ail kenapa dengan jalanmu? Kau baru jatuh?" tanya Alena khawatir akan keadaan adiknya.
Aileen gelagapan dengan pertanyaan kakaknya.
"Eh? Oh iya aku tadi terpeleset di taman kampus. Tanahnya becek dan ya begini aku membeli baju baru untuk ganti," jelas Aileen sambil menunjukkan wajah seriusnya.
Alena mengangguk. "Aku menunggumu pulang, tidurlah mungkin kamu sangat lelah," kata Alena.
Alena menatap wajah Aileen yang terlihat seperti pucat, mata Aileen juga nampak sangat ketakutan. Gadis itu selalu memutuskan kontak mata saat Alena mencoba menyelami manik mata hitam legam miliknya.
"Maaf membuat Kakak khwatir, Kakak juga tidurlah. Happy nice dream, Kak Alena."
"Too, Aileen," jawab Alena tersenyum lembut mengelus bahu adiknya.
Aileen bernapas lega saat melihat kakaknya sudah memasuki kamar. Dengan cepat dirinya menuju dapur, meraih air dingin untuk mengisi kerongkongannya yang terasa kering tak ada cairan.
"Maafkan Aileen, Kakak, mungkin ini akan menjadi awal mimpi buruk bagi Kak Alena," lirih Aileen dengan hembusan napas lelahnya.
.
Marcuss terbangun dari tidurnya, kepalanya terasa berdenyut hebat saat dia bergerak. Dia mengerjapkan matanya berkali-kali, meneliti sekeliling ruangan asing yang kini dia tempati. Bayangan semalam, saat dia bersama Alena membuat Marcuss langsung bangkit dari tubuhnya.
"Alena ... Alenaa?" teriak Marcuss memanggil Alena.
Mata Marcuss menatap bercak darah di seprai berwarna putih. Lelaki itu merutuki kebodohannya karena sudah mengambil apa yang belum menjadi haknya.
"Damn it!" umpatnya meremas rambutnya kasar.
Marcuss merasa menjadi lelaki paling bodoh, dia sudah menghancurkan masa depan Alena dengan menidurinya. Wanita yang lembut dan penuh kasih kini telah ia renggut kehormatannya. Perasaan bersalah semakin menggelayuti hati dan pikiran Marcuss. Lelaki itu takut jika Alena mungkin tidak akan pernah memaafkan kesalahan yang sudah dia perbuat dalam hidupnya.
Dengan secepat kilat, Marcuss memakai pakaiannya yang berserakan di lantai. Tidak lupa, Marcuss meninggakan uang untuk sewa kamar semalam.
"Aku harus menemui Alena," putusnya melajukan mobil mewahnya menuju ke aparteman Alena.
Sesampainya di sana, Marcuss berdiri dengan gugup di depan pintu. Apa yang harus dia katakan nanti? Apakah Alena akan mencacinya? atau bahkan Alenanya akan memutuskan jalinan kasih mereka? Membayangkan Alena akan meninggalkan dirinya sudah membuat Marcuss belingsatan tidak karuan rasanya.
"Marcuss, kau di sini?" tanya seseorang bernada lembut di belakang Marcuss.
Marcuss berjingkat kaget, kemudian dia menoleh. Alena tersenyum lembut ke arah Marcuss seakan tidak terjadi apapun. Gadis itu terlihat bahagia, tidak seperti tengah memendam amarah.
"A-alena?"
"Memangnya siapa lagi yang kamu harapkan? Kau seperti kaget melihatku," tanya Alena heran.
"Hm, maafkan aku soal semalam," pinta Marcuss menggenggam tangan Alena, matanya menyiratkan kesungguhan bahwa dia benar-benar menyesal.
Alena menyerngitkan keningnya bingung.
"Ah tidak apa, ponselku mati jadi semalam aku tidak bisa menghubungimu semalam," jelas Alena.
'Jadi dia pergi tanpa meninggalkan pesan karena ponselnya mati, huhh syukurlah,' batin Marcuss.
"Jangan marah, aku tidak bisa hidup tanpamu," lirih Marcuss membawa Alena ke dalam pelukannya.
Alena tersentak, aroma tubuh Marcuss seperti aroma parfume seseorang yang sangat dia kenali. Tapi Alena segera menepis pemikiran konyolnya.
"Marcuss, kita ada di luar apartemen. Lihat, kita jadi bahan tontonan," kekeh Alena mencairkan suasana.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top