[Len x Reader Special Drabbles]

A/N :

(dah lama ya ga ngasi A/N di atas /hawr hawr/)

Heyea! Chap ke 10! Di luar ekspektasi kalian dan ekspektasi saia sendiri sebenernya /plak/ saia akan membuat FANFIC XREADER YEEEHAAAAW!1! /naik kuda awkarin/ /ga/

Jadi ini xReader pertama kerjaan saia. Masih bercampur drabble tentunya. Entah mengapa jeje senaang banget bikin drabble beginian. padahal klean belom tentu seneng bacanya /UHUK/ maap kalo tidak begitu mengena feelingnya hoho. selamat membaca <3

-0-

[slide]

[Y/N] kecil berlari di taman bermain sambil tertawa-tawa. Rambut kucir duanya berantakan kemana-mana. Keringat membasahi kaos oblong yang dikenakannya.

[Y/N] memandang sekelilingnya, melirik kesana-kemari. Itu dia! Perosotan terowongan bercat merah jambu di tengah taman. Kosong!

"Yeaaaay! Nggak ada yang pakeeee!" jeritnya senang sambil berlari menghampiri perosotan itu.

Dengan lincah, [Y/N] memanjat tangga perosotan. Setibanya di puncak, ia terkejut melihat seorang bocah berambut pirang yang duduk di perosotan.

"Aah! Aku keduluaaaaan! Kesaaaal!" [Y/N] bersungut-sungut. Sudah capek-capek ia berlari, ternyata ia tidak bisa langsung memakai perosotan itu. Anak yang duduk di perosotan itu menoleh. Bukannya cepat meluncur, ia diam saja di tempatnya duduk. Emosi [Y/N] mulai memuncak. Apakah si pirang ini tidak tahu kalau perosotan ini bukan miliknya?

"Kau ini kenapa diam saja? Kau tidak mau meluncur?" [Y/N] bertanya dengan tidak sabaran. Kalau kau tidak mau, sini aku duluan saja, pikirnya.

"Aku takuuuuuut..." ujar si pirang dengan suara bergetar.

"Takut apa?"

"Aku takut turun..."

[Y/N] menatap iris azure si pirang dengan raut wajah bingung. Kalau ditinggal kasihan. Dimarahi juga jangan. Entar kalo mewek terus bawa keluarga bisa ribet ini urusan.

[Y/N] berpikir keras. Ternyata readers sekalian punya otak /plak!/

"Kita turun bareng aja!"

"Haaah? Gimana? Emang bisa ya?"

"Aku duduk di depan ya, kamu eeee... namamu siapa sih..."

"Len!"

"Nah! Len dibelakangku ya! Sambil pegangan pundakku!"

Alih-alih berpegangan di pundak, Len justru memeluk [Y/N]. Mungkin saking takutnya.

"Kita turun yaaaa! Wiiiiiiiii!"

"Uwaaaaaaaaaaa!"

[Y/N] berteriak kegirangan, Len berteriak ketakutan.

"Bagaimana?" [Y/N] tersenyum pada Len.

"Aku mau lagi!"

[doctor]

"Hooooi! [Y/N]!"

"Kunaon?"

"Gini..." Len berdehem. "Bapak kamu dokter kelamin ya?"

Cih. Gombal receh. Gombal out-to-date. Gombal basi. [Y/N] mengangkat alisnya sebelah, tak habis pikir entah ada angin apa entah bagaimana bisa seorang Kagamine Len menggombal.

"Bukan. Kenapa?"

"Abis muka kamu kayak titid."

[Y/N] menampar Len dengan kamus Oxford. Dear produser, inilah akibatnya kalau kalian terlalu banyak meminta Len menyanyikan lagu-lagu pervert.

[sky]

Sang surya mulai beranjak kembali ke peraduannya. Cakrawala bersemburat jingga. Angin sepoi-sepoi dengan mesra menerpa. Hawa dingin mulai terasa.

Dan di tepi jalan yang sepi pengguna, dua orang insan tengah berjalan bersama. Sang gadis nampak begitu intens menatap langit senja.

"[Y/N]..."

"Kenapa?" [Y/N] menoleh pada Kagamine Len, kekasihnya.

"Kenapa kau senang sekali melihat langit?"

[Y/N] tersenyum. Ia merapikan syal yang dikenakannya.

"Rasanya tenang kalau melihat langit. Seolah-olah bebanku hilang semua."

Len masih diam, tak mengerti apa yang sebenarnya dipikirkan oleh [Y/N].

"Waktu pertama kita ketemu, kamu ingat nggak aku sedang apa?"

Len menoleh ke arah gadis itu, "Kau sedang melihat langit, kan?"

"Kala itu, aku sedang berharap memiliki seseorang yang bisa mengisi kekosongan di hidupku. Seseorang yang baik, pengertian, dan manis sepertimu..." [Y/N] memainkan rambutnya sambil menunduk. "Ne, Len..."

"Apa?"

"Cobalah memandang langit..."

Len menengadahkan kepalanya. Benar kata [Y/N], indah sekali. Mentari di ufuk barat, spektra warna hangat nan memikat, burung-burung yang beterbangan kembali ke sarang, bahkan kelap-kelip malu-malu dari satu-dua bintang.

"Indahnya..."

CEPLOK!

"...burung sialan."

[Y/N] tertawa.

[debt]

"Dasar orang-orang tidak berguna. Musnahkan mereka!"

Sang pengawal bertangan besi menahan sang wanita tua. Sang wanita berusaha memberontak, tapi sia-sia saja. Dari takhtanya, sang putera makhota hanya menatap datar. Seringainya muncul ketika seorang gadis menyeruak dari kerumunan.

"LEPASKAN WANITA ITU!"

"Kau siapa, nona muda?" Sang Pangeran kejam menuruni takhtanya, mendekati sang gadis yang menatapnya dengan penuh amarah.

"Aku [Y/N]... dan dia adalah ibuku..."

"Menarik juga. Kau tahu ibumu telah berhutang banyak pada kerajaan Kagamine?"

"Dengarkan aku, Kagamine Len. Lepaskan dia."

Orang-orang mulai takjub melihat keberanian sang gadis muda. Sebagian dari mereka optimis, mereka yakin nasib rakyat kerajaan Kagamine akan berubah setelah ini. Sebagian lagi tahu bahwa nasib kerajaan mereka tidak akan berubah. Ironisnya, mereka tidak berpikiran untuk membantu gadis ini memberi perlawanan agar hak mereka sebagai rakyat terpenuhi.

"Dasar gadis keras kepala. Lalu, siapa yang akan menerima hukuman yang seharusnya untuk ibumu?"

"Biar aku yang menerimanya."

Mereka sudah menduga ini akan terjadi, tapi entah ini akan berlangsung baik atau tidak.

"Pengawal." Len bertitah. "Lepaskan wanita tua itu."

Sang pengawal mendorong wanita paruh baya itu dengan kasar. Ia jatuh terduduk, perlahan mencoba bangkit sembari bertumpu pada dinding.

[Y/N] tidak merasa takut sama sekali. Para pengawal yang seolah memahami situasi menghunus pedang pada [Y/N]. Len memegang dagu sang gadis sembari mendekatkan wajahnya.

"Mau apa kau?" [Y/N] menggertak. Terselip sedikit rasa canggung dalam suara tegasnya.

"Kau sudah berjanji padaku..." Len menyeringai. "...jika kau akan menggantikannya."

"Lepaskan aku!"

"Bodoh."

Len mengecup bibir [Y/N] dengan kasar. [Y/N] tersentak. Ia pun berusaha memberontak, tapi sia-sia saja. Air mata mengalir di pipinya. Entah apa kata orang terhadapnya setelah kejadian ini.

Perlahan, Len melepaskan ciumannya. [Y/N] tertunduk diam.

"Itu saja. Dan dengan ini, hutangmu kunyatakan lunas."

[small]

Len dengan cekatan membersihkan kandang burung. Sesekali terdengar umpatan yang terlontar dari mulutnya.

"Kenapa sambil marah-marah?"

"Oh, ternyata kau." Len mendengus. "Tadi aku kalah suit dari Oliver. Aku gajah, dia semut. Akhirnya aku lagi yang membersihkan kandang James."

[Y/N] tertawa kecil. "Ya, ukuran bukan penentu keberhasilan."

"Yap. Aku yakin, meski burung Oliver kecil, malam minggu ini pasti dia menang!"

"Hah?" Alis [Y/N] terangkat sebelah.

"Ka--kan malam minggu besok ada kontes suara burung!" Len buru-buru mengklarifikasi, sadar kalau kalimatnya barusan sungguh ambigu alias bermakna ganda.

[desk]

Len berlari ke kelas. Tubuhnya masih penuh keringat. Ia berharap kelasnya belum dikunci. Pasalnya, dari seluruh siswa di kelasnya, hanya ia yang mengikuti ekstrakulikuler silat dimana pelatihnya sangat senang menambah porsi latihan siswanya. Sudah cukup sekali saja tas dan barang-barang lain milik pemuda itu menginap di sekolah karena kelasnya terlanjur dikunci sebelum Len sempat mengambil barang-barangnya.

Len menekan kenop pintu. Belum terkunci. Ia menghela nafas lega. Ketika Len memasuki kelas, manik cerulean miliknya menangkap sosok seseorang di meja baris ketiga.

"Eh? [Y/N]? Kenapa belum pulang?"

Curiga dengan [Y/N] yang diam saja tak merespon, Len mendekatinya dan menyentuh bahunya. Awalnya ia mengira [Y/N] tertidur ketika ekstrakulikuler bahasa Jepang, tapi ternyata ia salah setelah menyadari suara isakan dari [Y/N].

"Kenapa?"

[Y/N] mengangkat kepalanya. Masih tidak menjawab, ia menunjuk beberapa tulisan di mejanya. Beberapa dibuat dengan tip ex, pulpen merah, bahkan spidol.

Len geram ketika membaca apa yang tertulis di sana. Bully, bully, dan bully. Semuanya hujatan. Hujatan yang sebenarnya sangat tidak tepat jika ditujukan pada [Y/N], bahkan cenderung mengada-ada.

"Minggir." ujar Len dengan nada suara yang sarat akan emosi. [Y/N] menuruti perintahnya.

"Yang jauh."

Len mundur beberapa langkah. Mengambil ancang-ancang.

KRAK! BRUK!

[Y/N] tidak percaya dengan matanya. Len baru saja membelah meja yang tadi menjadi sandaran kepalanya.

Bukan hal yang mengejutkan karena memang Len adalah salah satu anggota andalan klub karate sekolah mereka. Tapi, seorang Kagamine Len yang penuh emosi benar-benar sesuatu yang seolah tak lazim.

"Katakan kalau ada yang menyakitimu. Mereka akan berurusan denganku."

[snack]

"Oi, [Y/N]..."

Len menghela nafas. Dasar [Y/N]. Kalau sudah ngemil, rasanya seolah dunia hanya milik berdua. Maksud berdua disini adalah [Y/N] dan cemilannya. Benar-benar seperti keputusan juri dalam lomba, tidak bisa diganggu gugat.

Len sudah mencoba berbagai cara. Mencolek bahu, menendang kaki, menarik rambut, menendang kursi, bahkan teriak "NOTICE ME, SENPAAAAAI!" di kuping yang bersangkutan. Tak ada yang berhasil. [Y/N] masih menggerogoti sebungkus keripik kentang ukuran medium.

Pencitraan, pikir Len. Biasanya yang ukuran jumbo 5 menit sudah habis. Ah, Len dapat ide. Tangannya menarik bungkus keripik kentang. [Y/N] akhirnya menoleh. Mulutnya masih dipenuhi keripik. Tatapannya seolah bertanya "kenapa sih?"

"Akhirnya nengok juga lu!"

"Oh, mau minta? Udah abis itu. Bentar, gue beli lagi ya." [Y/N] berlalu meninggalkan Len.

Len garuk tembok.

[deflate]

"Kok aku gendutan sih!?" [Y/N] heboh sendiri di depan cermin.

"Hmmmm." Len memutar mata. Pokoknya kalau topik pembicaraan sudah mengangkat tema naiknya kiloan badan, pembicaraan harus segera dihentikan.

"Liat nih pipi aku! Kayak bakpao! Kayak ikan buntal!"

"Ikan buntal lebih lucu kalau lagi gembung kali."

"BENERAN?"

"Biar apa gue bohong?"

"Sip. Gak usah ngatain gendut."

"[Y/N] GENDUUUUUUT!"

"KAMPRET!"

[speaker]

"[Y/N]! Temenin ke kelas sebelah, dong! Mau pinjem speaker!" ajak Len.

"Buat apa?"

"Buat ngerasin suaraku pas ngomong cinta ke kamuuuu!"

"Bullshit. Kamu nembak aku aja lewat sosmed. Gak berani ngomong langsung, payah."

[delete]

"Master [Y/N], hari ini aku harus menyanyi apa?" tanya Len manis.

"Len, kurasa aku sudah tidak membutuhkanmu lagi."

"Master!? Kenapa!? Padahal, aku senang sekali bisa bernyanyi untuk Master... Aku ingin bersama master selamanya... Aku tidak mau berpisah!"

"Kagamine Len, aku tidak akan menggunakanmu lagi."

"Tidak, Master, tidak..."

"Ini yang terbaik bagimu, dan bagiku juga."

Len menangis di belakang layar. Mengapa [Y/N] tiba-tiba seperti ini? Apakah ia melakukan sesuatu yang salah? Kontrol suara? Ketinggian nada? Ketepatan ketukan? Tempo? Apa yang salah?

"Aku perlu meng-upgrade dirimu, maka kau akan bisa bernyanyi lagi."

"Benarkah?" Iris Len berbinar mendengarnya.

"Ya. Aku mendapatkan versi Append dirimu dengan banyak fitur baru seperti voicebank. Kau pasti bisa bernyanyi dengan lebih baik lagi!"

"Master tidak membuangku?"

"Tentu saja tidak! Aku akan segera memproses perubahan untukmu, jadi bersiaplah!"

"Baik, Master [Y/N]!"

-♡-
fanfic ini... tamat:)

A/N : pegel juga nulis yn yn mulu /har har/
-♡-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top