Just LenKu -9

[death]

Kamar Miku terkunci rapat. Di dalamnya, ia menulis surat.

"Produser. Jika kau terus-menerus membuat Len meninggal dalam lagumu, aku tak akan bernyanyi untukmu. Kalau kau bersikeras dengan alur cerita seperti itu, berikan peran itu padaku."

Dan ini Len, di tempat yang berbeda, waktu yang sama.

"Produser. Jika kau membuat Miku tersiksa, lebih-lebih karenaku, aku tak akan bernyanyi untukmu. Lebih baik kau membuatku mati di dalam lagumu."

[death -2]

"Kau masih saja cantik, padahal sudah lama kita bertemu." Len membelai wajah Miku yang kini berhiaskan senyum. "Tidak salah aku memilih bersama denganmu. Yang lain pasti iri dengan kemudaanmu."

Miku tak bergeming, senyumnya masih terpahat.

"Uhhh. Dingin. Nanti aku akan kembali." Len menggeser penutup penyimpanan es, meninggalkan Miku tak bernyawa di dalamnya.

[chase]

"Len! Lihat!" Miku memamerkan medali emas dan piagam di tangannya. Juara pertama lomba lari jarak menengah dengan tingkatan yang cukup tinggi nan bergengsi.

"Kau menang? Huh, aku sudah menduganya dari awal, kok."

"Hmmm. Kau tidak tertarik sama sekali?"

"Aku tidak terkejut, Miku."

"Mau foto denganku?"

"Tidak. Kau bau, mandi sana."

Miku mencengkeram erat trofinya. Berlari bukan masalah baginya, tapi mengejar cinta? Jika diumpamakan lomba, tingkat desa saja ia masih tak dapat juara.

[confess]

Seminggu setelah lomba lari jarak menengah.

"Nih baru keren." Len mendengus bangga, memamerkan trofi emas setinggi tas untuk mendaki dan selembar piagam di tangan kiri.

Juara umum lomba pidato tingkat nasional. Setingkat lebih tinggi dari prestasi yang diraih Miku.

"Pamer kau!"

"Hei! Minggu lalu kau juga pamer!"

"Hmph! Baiklah! Kuakui kau hebat!" dengus Miku.

"Hehehe." Len terkekeh. "Kau ju--"

"Apa?"

"Bukan apa-apa. Hei, aku lapar. Ayo beli ramen."

"Traktir! Pajak menang!"

"MINGGU KEMARIN KAU TIDAK MEMBELIKANKU APAPUN!"

Berbicara di depan umum memang mudah bagi Len. Tapi, untuk mengakui keunggulan Miku, sesepele apapun, sepertinya sulit sekali. Apalagi mengutarakan sesuatu yang sebenarnya sudah lama ia pendam.

[poem]

"Anoo... Miku. Coba baca ini! Tadi ada kakak kelas yang menitipkannya."

Miku menerima amplop merah jambu dari Luka. Kalau tampang Luka dideskripsikan saat ini, nanti pairing dan genrenya (setidaknya dalam imajinasi pembaca yang kelewat tidak polos macam authornya) akan melenceng cukup berlawanan arah dari yang seharusnya, jadi kita skip saja. Singkatnya, Miku mulai membaca surat itu.

Hei kamu, yang sedang membaca surat ini.

Kamu yang punya wajah semulus porselen. Semanis gula murni.

Iris toskamu bak samudera. Tak kalah indahnya, helai rambutmu yang senada. Hidung bangir yang menghiasi wajahmu, tak lupa senyum secerah mentari pagi itu. Sungguh paduan yang sempurna.

Miku memasukkan kertas dan menutup amplopnya. Tatapan matanya beralih tajam pada Luka, yang sejauh pengetahuannya hanya memberi surat itu.

"Bilang ke orang itu," ujarnya tegas. "bahwa puisi keindahan akan kalah dengan keberanian."

Miku berlalu. Luka beranjak dari posisinya, menemui Len yang bersembunyi di balik loker.

"Sudah kubilang kau harus menembaknya, Len!"

"Kau ini! Aku hanya minta tolong memberi surat!"

"KALAU GINI PEMBACA SALAH PAHAM! INI BUKAN GENRE SHOUJO AI--"

"LU NYA AJA YANG KEGEERAN INI MAH! DASAR!"

[recover]

Miku akhirnya keluar dari rumah sakit. Kecelakaan mobil yang dialaminya beberapa minggu lalu sukses meremukkan beberapa tulangnya.

Dia masih hidup, kok.

"Serem deh waktu lu sempet ga sadar-sadar." ujar Rin sambil mendorong kursi roda.

"Ah, masa?"

"Lu tau gak gimana lu bisa sadar lagi?"

"Gimana coba?"

"Gini." Rin berdehem. "Kembaran gue, mantan lu, dia yang bikin lu selamat."

"Hah? Len? Bukannya di hari gue kecelakaan itu dia harusnya ke Australia?"

"Dia yang bawa lu ke rumah sakit. Dia bahkan donorin darahnya buat operasi lu."

Iris Miku membulat sempurna, tergenang air dibawahnya. Ia sun

"Di saat darahnya diambil, dia sempet ngomong gini ke gue."

"Apaan?"

"Gue rela kok ngelakuin semua ini buat dia. Gue sebenarnya masih sayang Miku. Sejujurnya gue gak dendam sedikitpun sama dia, walaupun dia mutusin gue tanpa alasan yang jelas."

Miku tak mampu berkata apa-apa lagi.

"Satu lagi... Dengan ini, gue aku kata- kata dia yang sebenernya klise ini, aku tak bisa hidup tanpamu, itu benar... Tapi gue juga gak mau dia pergi begitu saja. Kan, nanti gue yang bisa dituduh sebagai pembunuh."

"Rin. Gue nyesel. Gue janji, Len bakal balikan sama gue secepatnya, dan kita bakal nikah secepatnyaaaaaaaa!"

"Pffft. Sekarang baru nyesel. Ya nunggu Len balik dari Melbourne dulu lah."

[jealous]

Len pusing tujuh galaksi. Terlambat lima belas menit menemui sang kekasih hati ternyata berujung buruk sekali. Salahkan sang tamu bulanan yang senantiasa datang untuk membuat si gadis Hatsune bertambah sensi. Benar-benar bikin Len naik tensi.

"Haduh! Gue cuma ngerjain Biologi doang!" Len mengacak rambut sewarna pisang miliknya (RAMBUTNYA, BUKAN PISANG ANU) sampai kusut seperti jem-- (GAK, AUTHOR GAK NGERES) jembatan butut (IYA JE IYA)

"Terus?"

"Yah kan kebetulan aja gue sekelompok sama Gumi! Gurunya yang nentuinnnn!"

"Terus?"

"Anak-anak juga maunya ngerjain tugasnya di rumah diaaaa! Daripada mereka kesusahan ngumpul! KITA FULL NGERJAIN TUGAS KOK YAGUSTIIIII!"

"Terus?"

"AH ELAH NYEBELIN LU MIK TERUS TERUS DOANG KEK TUKANG PARKIR!" Len membanting botol Teh Pucuk Harem yang sudah kosong.

(disclaimer : teh pucuk harem terinspirasi dari dn author ffn yang saia kebetulan nemu)

[toilet]

"Huft. Yaudah lu pesen makan aja dulu. Gue mo ke toilet."

GREP

Jemari langsing Miku mencengkeram Len. Miku hanya bertanya dengan ekspresi datar. "Ngapain?"

"MAU NYARI SEMPAK AJAIB DORAEMON TERUS BANTUIN KING KONG SAKTI NYARI KITAB SUCI TERUS BANTUIN NARTO NGALAHIN MAK DARA BIAR DIA BISA JADI HOKAGE!" Len ternyata berbakat jadi rapper. "MAU KENCING LAH!"

[pervert]

"Jangan lama-lama. Kencing ya kencing aja." Miku masih memicingkan matanya. Masih menatap Len tajam, seolah-olah kekasihnya itu sepiring black forest lezat nan menggiurkan tanpa tertutup tudung saji yang diincar oleh sekoloni lalat.

"Dasar. Segitunya ga mau ditinggal. Mau ikut gak?" ujar Len bete. Tak disangka tanpa dinyana, ucapan yang terlontar sebelumnya justru seolah menjadi tiket masuk ke neraka.

"CABUL LO BANGSAT!"

PLAK! JDUAK!

Len berlalu ke toilet sambil memegang 'senjata' di bawah perut lengkap dengan pipi berhias cap tangan merah.

[bill]

Len kembali dari kamar mandi. Dua potong shortcake sudah tersaji. Begitu juga dengan dua gelas es krim bercampur susu stroberi.

Miku di sini, menyeruput minuman tanpa ekspresi. Masih datar dan dingin, bagai gunung es menjulang tinggi.

"Masih ngambek?" Len bertanya, mencairkan suasana.

Hanya hening responnya. Mungkin hanya 'hmmm' pelan nan singkat, jika dibandingkan dengan intro penyanyi rohani yang mulai tenar belakangan ini.

(buat yang gak tau, Nissa Sabyan. Gini-gini author jeje update dikit lha.)

"Mbak, mbak." Len menarik apron milik pelayan bersurai putih yang kebetulan melintas di sebelah kursinya.

"Iya?" jawab yang dipanggil sambil memberi tatapan gue-cowok-woi-koplok pada Len.

"Bill-nya dipisah ya." Len menyeringai.

"Eh. Len. Abis ini kita pulang yok. Ato nggak kita kerumahmu deh nonton Attack On Buto Ijo yang season 3. Heheheh." Miku berkeringat dingin dan pucat pasi, menendang tulang kering Len dengan wajah tersenyum mengajak mediasi.

Now playing Hmmm Nissa Sabyan 10 jam.

CHAP 9 END

HUWAWA! Happy 55th birthday untuk sekolahnya author tercinta!
/tebar bunga/ /bukan V Flower oke/
/tapi V4 Flower/ halah/

Saia mulai merambah fanfiction.net lagi belakangan ini tapi masih belom ada keinginan untuk nulis disana.

Andaikan sistem review di fanfiction.net bisa separagraf-komen-separagraf-komen kayak di wattpad pasti spam komen author lejen disana 1 chapter bisa 1000++ /har har/

yah ini sebagai ekspresi kekecewaan jeje saja. di ffn, para author deserves a lot more of respect untuk karya mereka, apalagi mereka yang mengabdi fandom pinggiran. /ngomong uopoh/

Pai pai. Ciao. Hasta la vista beibeh.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top