13

Selamat membaca
°
°
°
°

'Tuhan tidak membenci'
'Ia hanya ingin ciptaan nya berjuang dan bersabar lebih keras lagi.'

°°°°°°°

Bibir itu mengerucut setiap mendapat cubitan mesra dari guru masak dadakan nya, Nakahara Chuuya. Padahal ia hanya sedikit salah memasukan detergen bubuk dengan garam dan Chuuya seketika mencubit serta menceramahi nya.

Apa sih..detergen bubuk dengan garam kan sama sama butiran halus.

Fikir Dazai, membuat Chuuya menghela nafas nya pelan.

"Seharusnya kau tidak perlu mengusik ku di dapur." Celetuk Chuuya.

"Aku kan sudah berniat baik ingin membantu Chuuya. Berterimakasih lah pada ku."

Chuuya memutar bola matanya jengah. Ia merebut spatula dari tangan Dazai dan menyuruh pria jangkung itu untuk pergi saja dari dapur.

"Terimakasih telah membantu ku menemukan ajal dengan cepat jika aku tidak melihat mu memasukan detergen ke dalam masakan sebagai bumbu."

Dazai kembali cemberut, "Aku minta maaf kan. Lagipula bentuk dan warna-"

"Sama? Padahal detergen jelas jelas memiliki wangi, bodoh!"

"Tapi kan aku sedang flu Chuuyaaa." Jelas Dazai lagi tak terima jika kesalahan itu atas kesengajaan nya. Dazai masih bersikeras membela diri.

"Flu? Mana ada orang flu mampu menghabiskan tiga batang es krim dalam 15 menit?"

"Chuuya aku sedang jujur-!" Dazai kembali meracau.

Mendapat colekan saus pada hidung nya. Chuuya melakukan hal itu untuk membuatnya bungkam. Senyum tampil di wajah Chuuya akan tetapi seketika berubah garang kembali karena Dazai masih berdiri di dapur.

"Tunggu apa lagi? Cepat sana pergi. Ketenangan ku terganggu karena niat baik mu."

"Buu, Chuuya galak. Padahal kalau kau senyum itu terlihat manis."

"Ha?!"

"Dengar ya kerdil, orang masak itu harus ikhlas." Ucap Dazai seraya melepaskan apron serta merapihkan nya kembali.

"Aku ikhlas sebelum kaauu.. benar-benar menghancurkan niat ikhlas ku." Ucap Chuuya dengan menekan kan suara di kalimat terakhir.

"Berarti tidak ikhlas dari awal. Berarti kau tidak suka ketika Odasaku menyuruh mu masak-"

"Paman Oda tidak pernah menyuruh ku untuk membuat makan siang!" Balas Chuuya mulai emosi, ia seperti nya mengesampingkan tempura yang hampir gosong.

"Masa? Apa iya? Itu kau marah marah setiap aku membantu mu tuh." Balas Dazai lagi dengan kedua tangan yang terlipat di dada, tak lupa dengan senyum menyebalkan yang Chuuya ingin sekali memukul wajah nya.

"Kau... SUDAH PERGI SANA!" Kali ini ia berteriak kencang.

Dazai harus segera pergi sebelum Oda benar-benar menghampiri mereka dan menginterogasi keponakan nya tersebut lalu akan berujung menyalahkan dirinya.

"Baiklah aku pergi. Jangan lupa gosong, itu..tu.." Dazai menunjuk menggunakan dagu.

"Ha?!! Tempura nya!"

"...tempura nya gosong ya? Chuuya tidak bisa masak! Ahahaha. Odasaku! Chuuya tidak bisa masak!" Adu Dazai dengan berteriak keluar dapur.

"OI SIALAN!"

🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

Kegiatan makan bersama itu terasa tenang hanya berlaku untuk Oda. Ia menikmati tempura yang sedikit terlalu matang tanpa menyadari sedang terjadi perang dingin di meja tersebut. Seperti contohnya saat ini.

Dazai sengaja menggeser mangkuk kecil berisikan saos ketika Chuuya hendak mengambil nya. Chuuya yang sangat menghormati dan menghargai tata cara di meja makan hanya dapat berbisik untuk mengutarakan emosi. Atau menendang kaki Dazai dari bawah meja.

"Apa yang kau lakukan?" bisik Chuuya seraya memberikan tatapan tajam.

Sementara lawan bicaranya itu hanya menaikan bahu seraya tersenyum penuh arti. Mengabaikan Chuuya yang masih berkutat dengan emosi.

🌺🌺🌺🌹🌹🌹

Kedua nya saling terdiam seraya memandang langit yang telah menggelap. Menikmati semilir angin malam dengan selimut tebal yang menutupi tubuh. Chuuya tidak menggeser ketika Dazai meletakkan kepala di atas bahu nya, ataupun Chuuya yang ikut menyandarkan kepala. Tak ada yang bersuara untuk beberapa menit, musik yang diciptakan hewan nokturnal menambah suasana tenang, Dazai maupun Chuuya menyukai nya.

"Chuuya." Suara britone memecahkan keheningan yang direspon sebuah gumaman pelan.

"Aku senang dapat bertemu dengan mu lagi. Maaf..aku datang terlambat." Dazai berucap lembut, menggenggam tangan sinoper.

"Aku tahu, maaf menghindari mu selama ini," jawab Chuuya di detik kemudian namun tak membalas genggaman Dazai, ia masih canggung dengan suasana ini.

Keduanya kembali terdiam. Dazai tidak peduli jika Chuuya tak ingin menceritakan masalah hidup padanya, karena ia yakin pria sinoper itu akan menceritakan kisah hidupnya dengan sendiri tanpa ia pinta. Kehangatan, Dazai hanya ingin membagi kehangatan pada sosok yang ia cintai. Meyakinkan nya bahwa semua akan baik-baik saja serta ingin Chuuya mempercayai bahwa ia akan aman jika berada dekat dengan dirinya.

"Aku..ingin bercerita."

Dugaan Dazai tepat sasaran. Pria Brunette itu tersenyum tipis kemudian mengangguk.

"Ceritalah, aku akan mendengarkan."

"Berjanjilah satu hal pada ku terlebih dahulu." Chuuya menjauhkan kepala dari sandaran, menatap sosok lawan bicaranya itu dengan tatapan memohon.

Dazai pun mengangguk mengiyakan dengan mengembangkan senyum tulus pada nya.

"Janji apa?"

"Jangan pernah membenci ku setelah mendengar cerita ini," minta Chuuya seraya menunjukan jari kelingking pada Dazai.

"Aku janji," sahut Dazai dengan menyambut tautan jari kelingking pada nya.

🌺🌺🌺🌹🌹

Yamaguchi, 10 year's a go

Iris biru itu itu hanya dapat terpaku melihat kobaran api besar yang melalap habis rumah kesayangan nya. Tubuh nya kotor karena abu serta bergetar pelan. Beberapa orang dewasa disekitar nya mengucapkan kalimat penenang, berharap bocah berusia 7 tahun itu tak menangis. Chuuya memang tak menangis, lebih tepat nya ia tidak terbiasa menangis.

Kebakaran besar yang melanda rumahnya menewaskan kedua orangtua beserta kakak tercinta nya.

Satu tahun setelah kejadian itu Chuuya ditempatkan pada sebuah panti yang terletak tidak jauh. Ia tidak peduli dengan siapa ia tinggal asal ia dapat hidup dengan nyaman. Di tahun pertama nya memang dia dapat hidup dengan tenang di sana, bersama anak-anak panti lain nya ia dapat tumbuh dengan ceria akan tetapi di pertengahan tahun, di awal musim semi panti kedatangan anak baru. Bocah berusia hitam legam dengan perban yang menutupi setengah wajah itu membuat sebagian anak panti takut untuk berteman dengan nya, minus Chuuya.

Ia justru penasaran hingga memberikan tatapan risih pada anak baru. Chuuya ingin menyapa nya namun ia sedikit takut ketika hanya dilirik. Seakan anak itu berbicara melalui mata tajam nya bahwa jangan mendekat.

Chuuya tidak peduli, ia tetap menyapa anak brunette tersebut.

"Hai..siapa nama mu? Boleh aku duduk di sini?" tanya Chuuya, ia duduk begitu tanpa tanpa diberi izin.

Anak brunette hanya mengangguk, menggeser sedikit tubuh nya untuk memberi ruang pada Chuuya.

"Dazai Osamu," ucap sang anak dengan suara pelan.

Membuat Chuuya berspekulasi kalau diam nya anak ini dikarenakan malu, bukan sosok yang menyebalkan atau menyeramkan.

(Musim dingin)

Senyum Chuuya tersungging lebar setelah memasangkan syal merah pada teman baru nya itu. Chuuya bilang itu syal favorit nya namun ia rela memberikan nya pada Dazai sebagai hadiah.

"Bagaimana? Sudah hangat?"

"Chuuya memakai apa jika memberikan syal ini pada ku?" Dazai bertanya dengan mata polos.

"Aku? Aku bisa menghangatkan tubuh ku sendiri. Lagipula kau lebih memerlukan itu, aku tidak ingin mendengar kau bersin karena kedinginan."

"Apa Chuuya selalu seperti ini?"

"Apa?"

Dazai terdiam beberapa saat, bocah itu menatap lawan bicaranya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Apa Chuuya selalu seperti ini? Mempedulikan orang lain?"

(Musim panas)

Dazai memergoki Chuuya ketika bocah senja itu menangis di bawah pohon namun bocah senja itu dengan cepat menghapus air matanya.

"Aku tidak menangis."

"Tapi hidung dan mata mu memerah. Kenapa kau menangis?" Dazai bertanya seraya ikut duduk di sebelah.

"Aku bilang aku tidak menangis!"

"Begitu? Baiklah," ucap Dazai, ia berpura-pura mempercayai pengakuan teman nya itu.

"Lalu dimana kumbang rusa yang kau tangkap tadi?" lanjut Dazai bertanya.

"K-kumbang? Aku tidak menangkap kumbang-"

"Jelas jelas kau memegang sesuatu di tangan beberapa menit yang lalu kemudian sekarang kau tidak memegang apapun." Dazai melirik ke arah tempurung lutut Chuuya.

Terdapat luka di sana, Dazai sudah mengetahui penyebab Chuuya menangis. Ia merogoh saku celana nya untuk mengambil hansaplas kemudian memakaikan nya pada luka Chuuya.

"Sekarang sakit nya sudah hilang."

Bocah senja hanya terdiam memperhatikan kegiatan Dazai. Pipinya sedikit merona mendapati perlakuan menghangatkan hati seperti itu. Ia menatap ke arah lain untuk menyembunyikan kebahagiaan nya.

"Aku tidak butuh bantuan mu."

"Aku tidak peduli. Aku akan tetap berada di sisi Chuuya tanpa kau minta sekalipun," ucap Dazai, menarik Chuuya untuk kembali menatap nya.







Bersambung

29/06/2021

Next?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top