Unlucky Mate by Vielnade28
[MID REVIEW]
Sebelum memulai ulasan kita kali ini, biarkanlah saya meminta maaf terlebih dahulu karena hiatus dari megulas karya kalian semua selama setahun lebih, membiarkannya menjamur tanpa pernah disentuh. Sekali lagi, maaf. Kesibukan dunia nyata bikin saya kehilangan keseimbangan manajemen waktu dan saya kesulitan mengaturnya lagi karena banyak sesi curhat yang bikin saya nggak bisa nyentuh lappi sama sekali.
Tapi tenang, sekarang saya ada waktu jadi saya bisa luangkan untuk mengulas cerita-cerita kalian. Itu pun jika kalian masih berkenan. Dimulai dari kisah Manusia Serigala buatan kak Vi.
Seperti biasa, peringatan dini buat kak Vi: Membaca ulasan di bawah dapat mempengaruhi keseimbangan hormon, mental, dan emosi. Harap mempersiapkan diri Kakak sebelum membaca lebih lanjut. Jika merasa masih kuat, silakan, baca ulasan super subjektif saya di bawah ini, Kak Vi dan harap memaklumi pendapat pribadi saya jikalau berbeda dan tidak berkenan di hati Kakak.
Tanpa banyak cincong, silakan enjoy ulasan ini, Kak:
1. ABSTRAK
Emily Youngblood tidak menyangka kalau keputusannya untuk mencari sahabat masa kecilnya akan membawa dirinya masuk ke dalam masalah yang lain dari yang lainnya.
-
Oke, begini, sebuah abstrak itu digunakan di bagian belakang sampul buku untuk menarik minat pembaca. Sebuah abstrak biasanya memaparkan secara ringkas dan (diusahakan) berurutan, mulai dari tokoh, latar, permasalahan, dan pertanyaan akhir sebagai penarik minat pembaca. Dari uraian singkat itu seharusnya kita bisa lihat sedikit unsur intrinsik seharusnya masuk ke dalam sebuah abstrak.
Memang ini bukan syarat mutlak. Beberapa karya fiksi modern seperti trilogi "Half Blood" dari Sally Green tidak memakai pakem ini dan memilih empat bait puisi dengan rima putus sebagai abstraknya.
Kak Vi sebenarnya sudah terlihat mampu mengusung abstrak dengan gaya seperti ini, tapi kurang mengolahnya dengan apik sehingga abstrak yang dimaksudkan misterius dan menarik minat pembaca malah mirip premis yang ditaruh di sampul.
Sebagian pembaca bisa mengapresiasi gaya abstrak seperti ini. Tapi sebagai saran, jika ingin abstraknya diterima pembaca kalangan lebih luas, permanis sedikit lagi abstrak ini, misalnya dengan membuatnya jadi puisi empat bait dengan rima yang sambung. Jamin deh, lebih indah dibaca.
2. SAMPUL
Kalau aspek yang satu ini, saya rasa saya tidak perlu berkomentar banyak. Malah kalau bisa, saya mau tahu dapat sampulnya di mana. Gambarnya bagus.
Belum bisa menggambarkan dengan baik isi cerita, tapi mengingat tema yang diusung adalah serigala, saya bisa maafkan unsur tambahan lain di dalam sampul selama ada serigala dengan tampang nelangsa di sampul utama. Kak Vi berhasil menghadirkan tema utama di sampul tanpa membuatnya jadi terkesan aneh.
Dan yang paling saya suka adalah pemberian aksen abu-abu pada sampul. Warna kelabunya lembut, tidak berkesan gelap. Nyaris sureal karena indah.
Pemilihan font saya rasa tidak banyak masalah. Ukurannya nggak galak, warnanya ramah untuk mata, tata posisinya pas, dan gayanya juga sesuai untuk kisah romance supranatural semacam ini. Tapi kalau boleh saran, gaya font kata "Mate" nya disesuaikan saja dengan gaya tulisan "Unlucky"nya yang sudah pas. Font tegas seperti itu terkesan kaku untuk sebah sampul yang magis, Kak.
3. TEMA
Sejujurnya, untuk saya yang besar saat imej werewolf sedang sangar-sangarnya berkat film Ginger Snap 2 dan 3, kisah werewolf penuh romansa selama satu dekade belakangan bikin saya rada mual. Sejak Teenwolf populer, ditambah booming dari twilight, imej werewolf yang penuh darah dan menebar teror ilang, ganti jadi cowok-cowok bucin yang hobinya buka-bukaan.
Dari jagad pernovelan sendiri, jangan ditanya. Saya jauhin. Kalau dari wattpad, lebih jauh lagi saya ambil jaraknya karena semakin ke sini imajinasi penulis semakin liar dengan menggabungkan tema reinkarnasi+dewa dewi+pencaran jodoh pra lahir dengan tema dan premis monoton yang itu-itu aja. Pusing liatnya.
Kak Vi kelihatannya mau ambil bagian dari semesta yang sudah sesak penghuninya itu dengan Unlucky Mate ini. Bukan keputusan aneh. Saya pun pernah menemukan kisah werewolf menstrim bagus di wattpad seperti Masked Saga milik M.J. Greenhill.
Secara premis, kak Vi mengambil hal-hal standar dan alhamdulillah, minus adegan penolakan dan penjilatan kembali ludah yang udah dilepeh (para pembaca werewolf pasti tahu maksud saya) plus nggak ada reinkarnasi, nggak ada sebutan moon goddess, nggak ada cowok terlalu ganteng dengan deskripsi ajegile, nggak ada pencarian mate yang lebay ampun-ampunan, nggak ada over-abusif-arogan-dingin alpha, nggak ada alfa posesif yang ngaku-ngaku seenak udel, dan nggak ada adegan penyatuan. Untuk itu, saya bener-bener apresiasi.
Yah, walaupun rebut-rebutan jodoh pra-nikah masih terjadi (heran deh, jodoh sebelum lahir udah ditentuin, masih aja ada pelakor, gimana saya yang jomblo ini #eeh) saya rasa itu bukan masalah. Kak Vi berhasil bikin premis cerita yang cukup bikin saya sebagai penikmat kisah anti menstrim keracunan sama arumanis ceritanya, tapi nggak cukup bikin saya overdosis karena ke-lebay-annya. Good job buat tema menstrim-nya.
4. ALUR
Alur pertama dibuka dengan adegan mimpi. Well....
Saya sebenernya punya aturan sendiri dalam membaca sebuah cerita. Jika adegan dibuka sama mimpi+tabrakan+telat dateng+heroin anak baru, siap-siap naskah Anda saya kirimi permintaan maaf. Saya bukan memusuhi adegan menstrim, tapi jika terlalu menstrim ... Saya bukan masokis, Pemirsa.
Oke, untungnya cuma dua dari kondisi di atas yang saya temukan. Jadi saya lanjut terus sama kisah ini.
Eh, tapi alur dibuka dengan adegan mimpi yang sedikit bikin kecele dengan dibawakan dalam sudut pandang orang ketiga pengamat sok misterius dengan membawa lebih dari 1 tokoh terlibat di dalamnya. Asli, rada puyeng. Terlebih ada selipan deskripsi di dunia riil yang nyelip kayak gini:
Waktu baca kalimat di atas, serius saya sempet mikir. Ini yang merem melek siapa?
Ketika baca paragraf di atas, saya langsung nyumpah dalam hati. Serius, gak ada peringatan, gak ada tanda, langsung jeng jeng!
Kalau ini dimaksudkan untuk twist, jatohnya bukan twist, tapi troll. Karena memberi twist pun ada tekniknya. Ada tanda yang harus dikasih ke pembaca. Kalau ujug-ujug gini, namanya troll. Tau-tau nongol, bikin kaget kagak, adanya malah kesel. Kalau ini novel biasa, saya udah sebel karena banyak bab udah berlalu, dan begitu dikasih troll ini, saya gak bisa bilang "Oh, gini toooh" karena ya emang nggak ada tanda yang saya lewatkan yang ngarah ke sana. Bener-bener tetiba muncul.
Kalimat di atas juga sama. Sebelumnya vampir, sekarang setengah mortal, lah aku kudu piye, Jal? Gak ada beda yang dijabarkan, gak ada tanda-tanda, deskripsi dari Emily pun minim, yak positif sudah:
Sekali lagi saya kena troll.
Untuk kesalahan yang pertama kayaknya lebih masuk ke aspek Latar tapi mumpung di satu gambar, saya gabung saja. Untuk latar di luar negeri, saling belit tiap kali ketemu itu agak aneh juga sih. Kayaknya tiap mereka ketemu ada aja pergulatan kecil begini. Kan saya mikirnya mereka ini jejadian, karena biasanya yang kayak gini yang jejadian yang adrenalinnya tinggi. Saya pikir ini nggak akan ada dampaknya juga, toh nggak dijabarin jelas.
Eh, kena troll lagi dan ternyata vampir jenis ini lumayan ngaruh ke cerita. Saya cuma bisa elus dada.
Lalu untuk lingkaran merah kedua, saya sih cuma protesnya secara umum ke semua cerita di genre werewolf: haruskah setiap kejadian genting selalu ngandelin intuisi super? Kebetulan yang indah sekali kalau itu kejadian. Saya juga mau dong.
5. PENOKOHAN
Secara, karakter per bab di novel ini terbatas dan banyak karakter yang saya rasa rada standar secara stereotip. Banyak yang sekadar lewat dan berlagak tapi nggak banyak latar belakang yang diungkap, jadi saya bakalan kasih spot buat tokoh-tokoh yang bikin saya tertarik saja:
Emily. Yap, siapa lagi kalau bukan tokoh utama kita. Walaupun karakter dia extrovert yang standar abis, saya kurang bisa simpati sama sikap polos dan naifnya dia yang kurang dieksplor. Padahal kalau lebih didalami, ini bisa jadi salah satu karakter yang gaplok-able saking naifnya dan bakalan diingat sama pembaca.
Amanda. Sejujurnya, saya kurang suka pembawaan interaksi mereka yang kasar. Seperti, awalnya nggak akrab, tapi terus main ke kamar, terus tukeran rahasia. Saya mikir kayak ... Apa ada yang saya lewatin? Karena mereka cepet banget akrabnya. Yah, saya bisa maklum karena ada keterbatasan halaman buat mengembangkan kemistri mereka lebih jauh.
Cara. Tokoh antagonis yang saya masih bingung bacanya gimana. Dibaca Ca-ra, saya takutnya dikira mau nerangin pelajaran, dibaca Ka-ra, kayak nama merk santan. Oke, Kak Vi, terlepas dari cara bacanya, Cara ini menurut para karakter di novel, kecuali Emily, adalah tipe misunderstood villain. Tapi kalau saya pribadi, jika punya anggota keluarga sesama vampir yang hobi nyolong badan orang, masuk ke kepala orang seenaknya, dan nyulik cowok ganteng, saya gak bakal ragu bilang "Dia gila", terlepas sebaik apa pribadinya di mata dunia, mau udah kenal berapa lama, atau udah sesayang apa, jahat ama gila itu beda-beda tipis.
Untuk hero alias tokoh utama cowok ... Maaf, kak Vi, saya nggak minat bahas lebih jauh tipe karakter Count in Distress kayak Wayne. Intinya cuma satu: dia butuh diselamatin, itu aja.
6. LATAR
Merupakan aspek nomor dua paling minus di cerita ini.
Gak cuma karena latarnya gak diungkap jelas (bukan gak diungkap karena emang di kota fiksi atau semacamnya, tapi kerasanya kayak nggak diungkap buat mengurangi risiko eror alias--maaf--males riset)
Ada kata Mrs. dan Ms. lalu umpatannya pake "Damn", salah nggak kalau saya asumsikan, ini kejadiannya di Amrik dan bukan di Inggris tempat lahirnya legenda werewolf itu sendiri?
Tapi sekalipun di Amrik, ada kejanggalan alias ketidak cocokan logis yang saya temukan di kisah ini, seperti:
Untuk orang yang baru pindaham, Mrs. Rowan itu kepo sangadh. Wajar sih, udah sepuh. Tapi untuk orang yang bisa akrab sama orang asing sekali pandang, agak aneh Emily gak kepo soal kota ini. Apalagi kota barunya dia itu pada dasarnya teritori musuh besar, booo. Oke, positif thinking aja. Anggap itu kecerobohan yang jadi kekurangan Emily.
Tapi kalau saya bandingkan dengan kenyataan di lapangan, agak aneh sih belum rencanain sekolah tapi udah pindah duluan. Kesannya pindahannya dadakan tanpa tujuan lebih dulu. Padahal Emily udah netapin tujuan sejak awal. Kecuali dia kira nemuin pasangan jiwa itu gampang sehari kelar, barulah dia seharusnya gak usah cari sekolah. Kalau saya perhatikan juga, nggak ada keterangan spesifik kenapa Emily pilih kota itu. Info dapet dari mana, namanya cocok apa nggak, fotonya bejimana, dijelaskan terlalu samar sepanjang cerita berjalan sehingga ketemunya Emily dengan tokoh utama prianya pun kesannya melempem dan minim feeling.
Lalu yang ini:
Saya berusaha positif. Mungkin Emily emang extrovert sehingga cara perkenalannya secepat itu, tapi tingkah laku Mike agak ganjil buat saya. Saya belum periksa tingkah laku di pedesaan, memang. Mungkin di desa, mereka sedikit lebih terbuka dan saya jarang berurusan dengan tokoh yang gampang percaya macam Emily. Saya juga gak biasa ama tokoh yang langsung akrab gini, jadi rasanya aneh.
Tapi waktu sadar, Emily udah ditolong, yah, sekali lagi bantahan saya dipatahkan.
Saya juga sempat mau nanya, kenapa Mike bisa tau nama dan alamat tujuan Emily, tapi terus saya ingat, mereka kecil kotanya.
Kak Vi udah menyusunnya dengan benar. Kurang lembut aja eksekusinya, jadi kesannya mereka terlampau akrab.
Dan jangan lupa yang ini:
Sebaiknya, ngomongnya bukan gedung. Di Amerika, misalnya, kalau bukan di kota besar, susah liat gedung. Mendingan bilang aja "Balai Kota".
Bertarung, luka parah, eh di sebelah ternyata ada tumbuhan penghenti pendarahan.
Oh, kebetulan yang indah.
Sungguh, sebaiknya kak Vi kurangin the power of kebetulan di cerita ini. Sekadar biar asal kausalnya terpenuhi dan kita sebagai pembaca jadi lebih geregetan.
7. SUDUT PANDANG
Sebenernya Kak Vi udah cukup bagus membawakan sudut pandang Orang Ketiga sebagai tokoh. Tapi sekali lagi, inkonsistensi bikin saya gagal fokus. Terutama di bagian penjelasan dan kilas balik. Sudut pandang orang ketiga sebagai tokoh berubah jadi pengamat dan transisinya terasa kasar. Kita yang awalnya melihat dari mata satu tokoh, mendadak kehilangan fokus dan melihat lewat kacamata pengamat.
Mungkin saya salah persepsi. Mungkin hanya berganti kacamata tokoh, tapi jika memang berganti, seharusnya ada penekanan yang lebih nyata, seperti pengulangan nama tokoh yang jadi pusat sudut pandang.
Nah, salah satu momen gagal fokus saya adalah di bawah ini:
Adegan ini mengisyaratkan narasi dibawakan lewat orang ketiga pengamat, padahal di awal chapter, sudut pandang dibawakan sebagai tokoh. Saya bingung.
Memang, kelemahan sudut pandang sebagai pengamat adalah paling banyak hanya 2 tokoh yang bisa terlibat, itu pun tidak bisa sepenuhnya sebagai penganat netral. Biasanya pengarang akan condong ke salah satu sisi agar pembaca tidak bingung dan rancu membedakan antara A dan B. Kak Vi kelihatannya mau menembus batas ini, sayang, kurang berhasil.
Saya gak bisa bayangin adegan di atas kecuali lagi nonton tv, menyaksikan sebuah adegan mimpi yang mendadak kepotong dan kemudian ada sepasang jari kelingking bertaut nongol di depan layar lalu di-zoom out untuk menampilkan siapa yang lagi janjian kelingking. Mungkin memang itu tujuannya dan visualisasinya, tapi transisi adegan pengamat milik kak Vi masih terkesan kita mengamati lewat media dan bukan pengamat langsung.
8. GAYA BAHASA
Sebenernya werewolf itu cocok dengan gaya bahasa ala-ala novel terjemahan. Pakai kau-aku, latar luar negeri, dan mengadopsi budaya mereka sekalian juga. Kak vi sebenarnya sudah rapih menyajikan ini. Gaya bahasa dalam dialog konsisten dengan kau dan aku. Lalu penggunaan tanda baca dan ejaan, yang saya yang tidak punya pengalaman jadi editor ini setidaknya masih nyaman baca. Jadi no problem untuk teknik penulisan dan dialog.
Tapi eh tapi....
Untuk kesekian kali, konsistensi Kak Vi kesandung.
Dalam bahasa indonesia, ada istilah yang berpasangan.
Laki-laki dan perempuan.
Cowok dan Cewek.
Nah, ini kenapa Laki-laki sebutannya udah bener, tapi Perempuan disebutnya "Cewek"?
Ada Apa Dengan Cewek?
Belum lagi kalau saya ingat fakta, di awal chap, lelaki sebutannya juga "cowok". Jadi yang bener yang mana?
Dan masih bersinggungan dengan latar, percakapan di bawah ini nih yang bikin saya mulai bertanya-tanya latarnya di mana.
Saya yang salah kaprah atau emang gaya anak-anak bule ini ngomongnya kayak anak gahol jekardah?
9. UNSUR EKSTRINSIK (Geografis, Sosial Budaya, Teknologi)
Unsur yang saya rasa paling minus di cerita ini. Saya sampai harus memastikan secara silang-seling antara kondisi di keadaan riil dan kisah ini, sekadar untuk memastikan saya masih waras dan belum halu.
Seringkali saya temukan beberapa kejanggalan logis dari budaya yang diadaptasi Kak Vi sehingga saya, untuk kesekian kali, bertanya-tanya ini latarnya di mana. Apa pindah tempat atau menetap? Apa bikin kota fiksi sekalian ama budayanya atau cuma kurang berani pake latar konkrit? Karena jujur, saya nemuin inkonsistensi di sini. Latar ala-ala Vampire Diaries, tapi kok dialognya Indonesia-ish. Mau kayak twilight, tapi kok penjabaran intrinsiknya bikin kening ini mengernyit.
Sekali lagi, nama-nama yang diberikan seperti nama Amerika atau Inggris. Tapi Inggris seingat saya tidak sering memaki dengan "Damn", jadi saya bikin asumsi latar ini terjadi di kota fiksi di sebuah tempat di Ameeika, tapi sekalipun di kota fiksi, konsistensi yang kurang, bikin unsur pembentuk cerita ini minus parah.
Contohnya pertama yang saya temukan, justru berasal dari ras werewolf itu sendiri.
Untuk ukuran ras yang bisa pulih cepat dan berubah jadi serigala, liat mereka bisa ngos-ngosan pas macul itu ... Lumayan lucu.
Kemudian di bawah ini:
Di bab sebelumnya, diterangkan Emily naik jeep. Nah, kenapa di sini dia mendadak nyari tumpangan? Jeep nya ke mana?
Berkat adegan ini saya sampai nyari syarat nyeberang negara bagian di Amerika dan Inggris. Harusnya jeep masih bisa nyeberang tanpa kendala berarti. Kecuali kalau ada dokumen yang kalau diperiksa, berpengaruh sama kerahasiaan kaum Emily, baru Emily di-drop aja. Itu pun nggak bisa sembarangan, terutama kalau perbatasannya di interstate alias jalan tol. Turun kagak, urusan sama polisi mah iya. Kalau di perbatasannya gak ada tol, gak masalah, bisa diturunin di klub yang ada di perbatasan atau biasanya suka ada pom bensin, itu pun orang-orang bisa pada curiga.
Saya mencoba positif thinking, mungkin jeep yang nganter Emily kebetulan punya tujuan lain dan cuma numpangin dia sampe ke titik A. Tapi mereka keluarga dan aneh juga nggak ada janjian, ujug-ujug nganter, eh diturunin di tengah jalan. Tolong lain kali perkara semacam ini disampaikan dengan jelas, karena hal-hal kecil kayak gini bikin saya bingung juga.
Lalu, ada ini:
Kecuali Emily masih di SMP, saya rasa jika saya anggap latar kisah ini ada di sekitaran Amrik atau Inggris (karena panggilan Mrs. Dan Ms. itu) nggak akan disebut pelajaran matematika secara tunggal. Mereka bakalan nyebut pelajarannya secara terpisah: trigonometri, kalkulus, dan aljabar, biasanya gitu.
Kemarinnya soda, besok steak, sekarang bolognese? Saya tahu makanan kantin Amerika itu wawawiwaw tapi seingat saya, mereka gak seekstrim itu bikin menu yang wah dalam dua hari berturut-turut. Makanya ada kantin yang beli di sana, bukan jatahan karena jatahan biasanya aneh. Banyakan jatah dari kantin itu ya roti, telur, buah dan sayur, susu, kentang. Steak itu ada harinya di tiap bulan, gak tiap hari. Oke, saya coba positif dengan mikir, mungkin emang kebetulan harinya kantin lagi ngeluarin steak atau mungkin dia yang beli bukan jatahan.
Tapi serius deh, saya sekarang jadi mau lihat anggaran sekolah Ms. Emily ini. Saya mau juga dong kalau tiap hari menunya begitu.
Secara keseluruhan, kalau dilihat dari jumlah karakter huruf per bab, Kak Vi berusaha bikin ini jadi novelet. Sebenernya nggak keliru. Kisah ini cukup ringan dan mengenyangkan untuk ukuran novelet. Tapi hanya karena tipis jumlah halamannya, bukan berarti beberapa logika bisa dilepas. Sebaliknya, pengarang novelet harus mutar otak biar informasi penting bisa disampaikan hanya dengan sebaris kalimat yang mudah dipahami, jadi gak akan timbul pertanyaan di kemudian hari.
10. KESIMPULAN
Bila kalian suka dengan stereotip standar yang menjamur di kalangan cerita Werewolf selama dua dekade ini, selamat, ini bacaan yang cocok untuk kalian. Kisah ringan, penuh romansa berliku dan tipu muslihat, ini cocok untuk mereka yang mencari bahan bacaan ringan dan santai dengan konflik yang bisa selesai dalam satu buku.
-
PENUTUP
Nilai Akhir: 2.0/5
Sisa Antusiasme: 20%
Lanjut Baca: NO
(Di luar minus logika dan pengembangan karakter, secara keseluruhan, ini cuma masalah selera kok)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top