The Qonquered Throne by Dhiacitrahayi
[MID REVIEW]
Sebenernya cara nge-cheat saya itu gampang. Kasih aja kisah vampir-distopia yang berbasis fiksi ilmiah, kisah werewolf klasik yang horor, atau kasih saya kisah cinta seorang Jenderal. Dijamin, saya bakal jadi orang paling subjektif di semesta.
Siapa yang bisa mengalahkan pesona Jenderal di kepala saya? Nggak ada. Saya suka kisah cerita Jenderal, jauh lebih suka daripada kaisar yang tinggal perintah sana sini nggak ada yang berani ngelawan.
Nah, di salah satu karya kak Dhiacitrahayi ini, saya berkesempatan mengintip ramuan kisah beliau soal perjuangan dan cinta seorang Jenderal di sebuah dunia fiksi yang beliau bangun sendiri.
Yosh, kita mulai saya ulasannya!
-
1. Abstrak
Seorang Jenderal Kekaisaran menikahi gadis desa yang tinggal di perbatasan. Tidak ada senyum, tidak ada kebahagiaan, dan hanya ada rasa sakit. Mampukah keduanya bertahan dalam pernikahan tersebut?
Atau...
Bisakah mereka menyelami perasaan masing-masing hingga menemukan cinta untuk mereka berdua?
-
Berganti-ganti abstrak buka hal aneh bagi para pengarang wattpad. Demi memaksimalkan potensi mengundang yang dimiliki karya, permainan kata haruslah seapik dan sesingkat mungkin biar pembaca nggak keburu kabur ketika membaca abstrak.
Kak Dhia berulang kali mengganti abstrak, itu yang saya perhatikan. Semuanya oke, singkat dan padat. Tapi mungkin yang lebih menyampaikan isi cerita adalah abstrak yang ini. Tidak ada protes yang bisa saya sampaikan soal ini, jadi good job, kak.
2. Sampul
Sampul pertama The Coquered Throne itu cuma potongan-potongan gambar dan diberi tulisan. Tipikal cover simpel is the best. Dan untuk sampul kali ini juga mengusung tema yang sama: simpel is the best.
Jujur, saya bingung mau komen apa dengan sampul simpel seperti ini. Perpaduan pedang dan senjata serta latar gelap yang minimalis sudah cukup menggambarkan kisah ini menurut saya.
Jika pun ada yang bisa saya komentari, itu hanya pemilihan jenis font pada judul. Untuk kisah epik kerajaan, font di atas masih bisa masuk. Tapi jika sudah menyangkut supranatural, font di atas gayanya agak terlalu realistis, mengingatkan saya pada buku-buku pelajaran. Jadi mungkin agak nge-gaya sedikit font-nya, bisalah, ya, Kak?
3. Tema
Seperti yang saya bilang, nge-cheat saya itu gampang. Kasih kisah seorang Jenderal, saya pasti melipir.
Ya, cuma melipir dulu ya. Kalau ada reinkarnasi atau balik ke masa lalu ya udah, Sayonara. Kalau Jenderalnya adikuasa dan overposesif juga Sayonara.
Untungnya saya nggak menemukan kisah cinta yang nggak sehat maupun plot yang nggak sehat di kisah ini. Saya cuma nemu tanggal upate terakhir yang bikin agak-agak sesak napas.
Di tengah banyaknya kaisar dan raja-raja yang sok nampang di jagad wattpad, saya disajikan kisah Jenderal yang terbagi antara loyalitas pada keluarga, kerajaan, dan perasaan. Saya diperlihatkan lagi konflik yang dibangun dari nol, dibawakan dari sudut pandang Sheya yang polos padahal membawa takdir besar di pudaknya dan Jenderal Shui yang sok-sokan penting padahal ujung-ujungnya sering dibantuin.
Di tengah banyaknya hero dan heroine yang bisa dengan cepat membangun konflik dan alur dengan segala adikuasa mereka, baik lewat jalur reinkarnasi, putar waktu, maupun kekuatan mahabesar, saya diperlihatkan perjuangan sepasang insan yang biasa-biasa aja dan itu jadi pesona tersendiri yang bikin gereget.
Ini satu dari sedikit tema yang akan bikin saya bertahan untuk membaca. Walaupun tema kerajaan secara tulisan itu kurang menarik minat (saya lebih menikmati fantasi epik itu dari film) tapi karena kisah ini soal Jenderal, saya coba bertahan dan sejauh ini, selain sedikit pusing karena konflik kerajaan yang ribet, saya nggak menemukan kendala berarti.
4. Alur
Seperti layaknya semua konflik kerajaan lain, jika tokoh utama kalian seorang rakyat biasa dan pasangan hidupnya anggota inti kerajaan, pastinya ada satu peristiwa penghubung yang sudah jadi stereotip. Yep:
"Skenario Penyelamatan"
Tokoh utama cewek/cowok (biasanya mah yang sering ketiban apes, cewek) ketemu si tokoh ningrat. Si ningrat hutang budi dan tanpa sengaja jadi membuat si rakyat jelata terlibat dan ada pihak dalam istana ngelihat kemungkinan ini untuk menjatuhkan sang ningrat dan jeng jeng jeng masalah dimulai.
The Qonquered Throe bukannya lolos dari stereotip ini. Malahan, dia ngikutin dan inilah yang jadi pemicu utama konflik. Saya bukannya nggak suka skenario ini, mengingat hampir semua karya saya berawal dari masalah yang sama. Tapi sebenarnya saya berharap, bukan skenario ini sih yang mengawal mula.
Pokoknya, setelah ketemu sang Jenderal dan semua berjalan, saya tidak menemukan banyak kilas balik mengganggu. Alur secara konsisten terus maju. Tidak ada percabangan alur yang bikin saya mual. Semua percabangan masih dalam taraf wajar untuk ukuran fantasi epik walaupun mungkin untuk ukuran fantasi normal udah kelewat batas wajar. Cuma, karena memang tokoh membludak, alur yang bercabang jadi terasa penting semua.
Cuma ... kelemahan di kisah epik-fantasi, dari segi alur adalah tempo cerita. Biasanya pengarang aan sangat asik membangun kisah dari nol hingga tidak mempertimbangkan napas pembaca yang udah kelampau santai. Ini sebenarnya masalah selera karena saya pribadi lebih suka alur dinamis yang nggak kasih saya napas kebanyakan. Cuma ya ... namanya ngebangun tensi, nggak bisa ujug-ujug karena ini bukan novel aksi. Pesan saya cuma satu, jangan sampai 100 chapter, atau nanti kita sebagai pembaca adakan tumpeng buat Kakak.
Dan lagi, ini roman-fantasi. Romansa, saya tebalkan kata itu di benak saya yang walaupun udah girang banget sama kisah Jenderal, harus terima nasib karena romansa bakalan sering jadi sandungan setiap tokoh di mari. Dan bener aje.
Bukan saya protes sama penggunaan romansa yang bisa jadi pedang bermata dua. Malahan, saya suka. Cinta jadi melemahkan dan bisa menggiring tokoh ke dalam kehancurannya, itu tipikal cerita romansa favorit saya. Yeah, persetan dengan romansa.
Cuma, yah ... sebagai non-penikmat romansa, ttiap hari dijejelin romansa bikin pala pening juga. Masalahnya, hampir semua motivasi pemicu (walau bukan utama) dari semua tokoh di kisah ini tuh romansa. Kisah cinta yang bertepuk sebelah tangan, kandas, dipisahkan maut tapi tak sudi berpisah, cinta pilih kasih, cinta karena kasihan, cinta karena kompromi, cinta karena dendam, dendam karena cinta, aduh mulai ngelantur dah.
Bagus, sih, maksudnya jadi kayak semua orang itu abu-abu. Nggak ada yang sepenuhnya baik ataupun jahat. Tapi mbok ya, jumlah bucin di cerita itu dikurangi gitu. Soalnya saya jadinya ngerasa, kayaknya dunia Sheya lebih baik tanpa cinta dah. Yang terlibat cinta jadi gila semua. aku kudu gimana?
5. Penokohan
Kelemahan fatal dari penokohan pada kisah epik fantasi seperti ini adalah: membludaknya jumlah tokoh.
Eyang Tolkien aja penyakitnya sama. Disebutin semua silsilah keluarga sampe kakek nenek, eh yang kepake juga cuma beberapa.
Di kisah ini kejadian sama hampir terjadi, tapi dalam batas yang masuk akal. Saya dikasih sedikit silsilah keluarga, disuruh menghapalkan nama-nama penting yang disebutkan secara tersirat, dan selebihnya hanya harus berjuang mengingat semua istilah bahasa yang digunakan. Bukan perkara sulit, jadi akan saya sebutkan saja tokoh-tokoh yang menarik minat dan menurut saya akan menjadi sedikit kunci ke depannya (dan semoga non-bucin lah ya. Bucin di cerita ini agak bikin pegel mata):
Sheya, tokoh utama perempuan kita. Tipikal perempuan standar dalam kisah kerajaan, alis sangat malang. Tapi bukan berarti bisa dikasihani. Sheya agaknya akan jadi karakter tangguh yang ditempa berbagai kemalangan. Dengan latar belakang yang sebenarnya kalau dieksplor bakalan jadi twist bagus, Sheya ini tipikal perempuan yang saya suka banget. Cuma ya, itu lagi, pembangunan konflik di kisah kerajaan itu lamanya ampun dah.
Shui, tipikal Jenderal standar yang cukup bisa direlasikan ke dunia nyata. Nggak kelewat abusif, tapi juga nggak nyante. Nggak asal bak-buk, tapi juga bukannya lemot mikir. Yah, agak letoy ngadepin adik sih, tapi kita bisa hitung itu sebagai kelemahan. Saya suka sebenarnya karakter dia ini, cuma ketidak tegasannya sama perasaan dan sifat ala-ala anggota inti kerajaan yang asal samber asal dikasih kesempatan itu bikin saya rada antipatik. Tapi Jenderal sih ... Jenderalnya itu lho ... Gantengnya itu loh ... Gelarnya itu loh...
Shorya, roh pelindung yang mendampingi Shui. Intinya yang nasihatin Shui setiap kali mau menyeleweng. Saya suka keberadaan dia walau belum signifikan apa perannya. Entahlah, saya punya fetish sama tokoh bijak, kayaknya.
Inaike, temen berantem Sheya dari kalangan Jugook alias lelembut. Saya suka karakter dia yang ceplas-ceplos. Pokoknya, dibanding Sheya dan Shui yang minta saya jitak karena kebanyakan batasin diri, saya suka Inaike yang asal jeplak nggak kenal kondisi. Komik relief banget di cerita. Saya sejujurnya merasa, yang bikin cerita nggak monoton dan kaku dan bikin ngantuk ya dia.
Martimuran, tipikal antagonis misterius yang padahal mukanya aja belum keliatan, tapi santetnya udah nyampe duluan. Saya sebenarnya nggak punya protes banyak soal karakter satu ini, tapi jika ingin mengenalkan karakter misterius, saya secara pribadi akan memilih sebuah bab yang sedikit cepat di awal (maksudnya lebih awal dari perkenalan pertama Martimuran di cerita ini), sekadar memberikan petunjuk yang lebih tersurat kepada para pembaca dan mengulang-ulang namanya. Soalnya Sheya bukan tipe karakter Sang Terpilih, jadi bisalah Martimuran dikenalkan lebih awal. Biasanya lewat kekejamannya.
6. Latar
Dunia dari kisah ini dibangun di atas dunia fiksi yang keseluruhan aspek di dalamnya adalah pepaduan asimilasi dan tidak ada sangkut pautnya ke dalam dunia nyata. Jika ada, itu murni hanya kebetulan semata #lho
Dunia yang dibangun di seluruh cerita ini terasa lembut. Cuma, karena saya kebanyakan baca karya yang berat di deskripsi, penjelasan lembut seperti ini terasa kurang nendang, apalagi semakin ke belakang, semakin ditonjolkan kalau kisah ini sebenarnya roman-fantasi, bukan sekadar epik-fantasi. Yeah, yeah, saya tahu. Kadar kesadisan saya perlu dikurang-kurangi.
Saya juga dijejalkan banyak sekali istilah aneh yang walaupun tidak menyinggung atau berbenturan dengan budaya di dunia nyata mana pun, tetap bikin sel-sel otak saya kerja keras untuk mengingatnya. Penyebutan di awal begini lumayan membantu, tapi masih bikin saya lupa-lupa ingat.
Ada baiknya jika ada satu bab dikhususkan untuk glosarium seperti yang ada di tetralogi Ther Melian. Plis, jangan ulangi kesalahan fatal dari novel sejenis Red Rising yang sodok otak saya pakai berbagai jenis istilah asing yang nggak ada gambarannya, cuma ada kata-nya, dan nggak ada glosariumnya.
7. Sudut Pandang
Sudut pandang sebenarnya mencoba konsisten, berganti-ganti antara Sheya dan Shui di setiap bab, tapi semakin kompleksnya cerita membuat pergantian lain dibutuhkan dan partisipasi tokoh lain sulit diabaikan sehingga bertambahlah beberapa tambahan sudut pandang lain sepeti Houhan, Shorya, dan bahkan Inarha.
Karena saya sebagai penganut aliran sama tapi dalam derajat yang lebih nggak waras, saya nggak bisa bilang apa-apa perihal sudut pandang ini. Soalnya pergantian sudut pandang terjadi di setiap satu bab selesai, bukan di paruh akhir cerita ataupun setengah-setengah (yang bahkan masih dilakukan penulis sekelas Sarah J. Mass)
Jadi saya rasa pembawaan sudut pandang seperti ini patut dipertahankan. Selama tidak terlalu banyak sudut pandang (kayak cerita saya yang penyakitan dan suka kumat) dan disiplin di setiap bab baru, bukan di pertengahan bab.
8. Gaya Bahasa
Untuk sebuah fantasi berlatar kerajaan, bahasa yang digunakan di kisah ini nggak lebay. Ala-ala novel jaman sekarang, malahan. Jadi jangan takut bakalan pusing dan mual-mual.
Yah, tapi bagi kalian yang mengharapkan sebatas kisah jenderal main mata sama perempuan ya, harap kosongkan isi otak kalian untuk menyerap semua konflik di dalam kisah ini baik-baik, jangan cuma makan romansanya aja. Karena intrik di kisah ini nyata dan saya suka pembawaan konflik yang diberikan.
Secara standar saya, gaya bahasa yang dibawakan cukup standar. Tidak buruk, tidak terlalu sempurna. TIdak cacat, tapi juga belum ada ciri khas. Saya rasa masih ada waktu untuk pengembangan gaya bahasa lagi jika waktu dan kesempatan memungkinkan ya.
9. Unsur Ekstrinsik
Kisah ini dibangun di sebuah dunia fiksi yang agaknya diilhami dari berbagai percampuran budaya timur, mulai dari Melayu, Asia Tenggara, Korea, Jepang, dan tentu saja Tiongkok.
Asimilasi yang saya rasakan sepanjang cerita terasa halus, jadi saya tidak punya banyak protes yang bisa disajikan di tahap profesional. Jika pun ada, itu hanyalah kurangnya visual yang digunakan walaupun saya tahu, butuh biaya dan waktu yang nggak sedikit untuk dikorbankan jika ingin menggunakan visual dan kita sama-sama tahu, di Indonesia belum berlaku cerita berbayar yang bisa bikin hati lega sedikit, jadi biarkan para pembaca berimajinasi.
Jika ada yang pada mulanya mengganggu saya, mungkin peran para Jugook di kisah ini. Saya awalnya ngerasa mereka kurang relevan di epik seperti ini, mengingat kisah yang pakai mereka itu, kalau nggak kepeleset jadi murahan ya pasti ujung-ujungnya bikin kasihan. Tapi untungnya, penyatuan unsur supranatural berjalan mulus di kisah ini. Seperti yang dilakukan author sekelas Danielle L. Jensen dengan Dark Shores miliknya, semua unsur supranatural menyatu tanpa ada halangan berarti. Atau belum, setidaknya. Hahaha. Semoga nggak kayak One Piece ya, ketika Haki mengalahkan skill, di situlah cerita mulai kacau.
Yah, masih menyinggung soal penggunaan Glosarium, kata-kata begini bikin saya kadang harus muter ke bab berikutnya untuk nyari tau di mana definisinya. Lama-lama biasa sih, cuma buat estetika aja sama sedikit bantuan buat saya yang pikun banget ini.
Tapi secara keseluruhan, pembangunan unsur ekstrinsik dari nol seperti ini, tanpa menyinggung budaya mana pun, tanpa terjebak penjelasan yang percuma, tanpa ada benturan logika yang bagus, membuat saya tidak banyak protes soal Unsur Ekstrinsik. Good Job, Kak.
10. Kesimpulan
Sebuah karya yang bisa saya bilang permata tersembunyi di banyak kisah fantasi kloningan sastra Cina. Sebuah penyegaran di menjamurnya genre reinkarnasi dan perputaran waktu yang lama-lama bikin eneg. Sebuah kisah yang mengajarkan arti perjuangan dari nol, mengajarkan betapa abu-abunya politik di kerajaan. Di sini kita tahu bahwa kawan bisa menjadi lawan tapi lawan belum tentu jadi kawan. Semua pilihan bisa menuntun ke akhir yang menyedihkan, jadi di tengah semua pilihan dan konsekuensi buruk itu, apa yang kiranya membuat seseorang dapat bertahan?
Semua pelajaran itu dibungkus apik walau masih kurang sempurna di dalam sebuah kisah kerajaan di dunia fiksi yang penuh dengan roh dan campur tangan kahyangan. Sebuah karya kerajaan yang sayang dilewatkan tapi sayang updatenya kelamaan sehingga saya harus mengulang bacaan tiga bab ke belakang tiap ada kesempatan.
-
PENUTUP
Nilai Akhir:
Skor: 3.5/5
Sisa Antusiasme: 65%
Lanjut Baca: YES (Walaupun saya nunggu babnya kekumpul banyak dulu deh)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top