In the Shadow of The Storm by Ren Tachibana

Salah satu karya terbaru @rentachi sebelum Fruit of Alder dan Sysphean. Sebuah karya dengan bahasa paling matang dari kak Ren sendiri dan salah satu karya yang bikin saya nggak bisa tidur sebelum sampai akhir kisah. Good job buat bikin mata saya merah bermalam-malam, kak Ren. 

Gak banyak karya roman-fantasi, terutama dengan label dark fantasy yang bikin saya klepek-klepek waktu baca. Tapi kak Ren punya kombinasi otak kanan dan kiri yang bikin saya iri setengah mati sedari awal, jadi saya gak heran karya terbarunya yang lebih matang dari Bereft Saga nyatanya membuat saya yakin memasukkannya ke tab rekomendasi. 

1. Abstrak

JESSICA JONES meets DRACULA: Fleeing a man who steals memories with a touch, Aveline Arden finds an unlikely respite in the home of a cursed vampire trying to survive in a world that wants to see his kind destroyed

_______________________

Without a home to return to, Aveline Arden seeks to start a new existence in the unassuming Maine town of Greyridge, but her plans for the simple life are derailed by the presence of the local vampire, Cain Elding.

Their paths are sewn together by threads of deceit and secrecy as the monster haunting Aveline's past draws nearer and Elding battles a legacy he never wished to own. Strange traditions clash with modern sensibilities, loyalties are challenged, and both mortal girl and cursed vampire struggle to survive together.

A covert war spills into human society. Adversaries move unseen in the dark, the board is set, and the game must be played.

Aveline's about to learn how scary the world can get.

Terjemahannya:

JESSICA JONES dengan bumbu DRACULA: Melarikan diri dari pria yang dapat mencuri ingatan lewat sentuhan, Aveline Arden menemukan kekuatan baru di rumah seorang vampir yang dikutuk yang mencoba bertahan hidup di tengah dunia yang ingin melihat kaumnya hancur.

_______________________

Tanpa rumah untuk pulang, Aveline Arden mencoba menjadi orang yang baru di sebuah kota sederhana di Maine, Greyridge, tapi rencana hidupnya berantakan akibat kehadiran seorang vampir bernama Cain Elding. 

Takdir mereka terjalin di atas tipuan dan rahasia terutama saat monster yang menghantui masa lalu Aveline mendekat dan Elding bertarung dengan warisan yang tidak pernah ia inginkan. Tradisi yang aneh bertemu dengan sensitifnya modernitas, kesetiaan dipertaruhkan, dan sang gadis serta sang vampir harus berjuang untuk dapat sama-sama bertahan. 

Perang tersembunyi jatuh ke tengah-tengah manusia, musuh bergerak di balik bayangan, papan permainan telah diletakkan, dan sebuah permainan harus dimainkan.

Aveline kelak tahu betapa dunia bisa sangat menakutkan.

2. Sampul

Oke, gimana caranya bikin tulisan macam begono? Kekuatan garis dan efek yang ringan memberi kesan indah tersendiri. Warna perak yang dipilih cocok dan tidak tumpang tindih dengan warna orange menyala di sampul. 

Awalnya, saya nggak begitu ngeh, siapa yang dijadikan cover. Tapi setelah saya tahu siapa tokoh yang divisualisasikan di cover ini, saya malah jadi sering mesem-mesem sendiri. 

Salah satu ciri khas yang saya hapal dari Ren, beliau tidak suka wajah model yang beliau jadikan sampul divisualisasikan utuh. Di seluruh cover, pasti ada efek dan tambahan latar untuk memanipulasi gambar model. Sampul satu ini pun tidak ketinggalan. Tapi agaknya, saya menyayangkan keputusan itu. Dibandingkan cover-cover yang lain, In The Shadow adalah yang paling minim infonya dalam sekali pandang lewat sampul. Cuma mata Cain yang terang dan langit keemasan yang bisa kita tangkap. Badai yang dimaksud pun kita masih dibuat bingung apa artinya dan baru akan terungkap setelah membaca isi sebagian novelnya. 

3. Tema

Tema urban fantasi lekat dengan tema dewasa karena dekat dengan metropolitan dan ingar bingarnya dalam kegelapan. Tapi Ren berhasl mengangkat kegelapan lain dari sebuah kota. Kegelapan yang datang bersama dengan sebuah Pengungkapan. Sebuah perubahan. Sekarang, andaikan kisah ini bukan roman dan bumbu politiknya bisa diperdalam, saya yakin akan jadi tema urban fantasi yang lebih mencolok dibanding karya-karya senada. Sayang, jika seperti itu adanya, rating kisah ini agaknya harus naik juga. Hahaha. 

Permainan yang ditawarkan di kisah ini sangat sederhana tapi dibungkus dengan pita cantik bernama tipuan. Saya suka bagaimana sebuah rahasia dan ketenangan bisa menjadi senjata mematikan. Dan mengingat kisah romansa dilarang mengangkat tema berat yang bakalan bikin otak kiri ikut serta mikir, teka-teki di novel ini lumayanlah buat mereka yang memang pengen baca roman tapi males mikir. 

Seenggaknya, saya nggak akan memprotes para penikmat roman kalau mereka bilang kisah ini berliku. Emang kisah ini berliku dan itu bukan sekadar karena chapnya banyak dan dibagi beberapa part. Tapi seenggaknya, tiap part cuma 3k words. Mata saya nggak pegel. Cuma merah-merah dikit lah.   

4. Alur

Alur yang digunakan campuran. Terdapat beberapa bab yang mendadak mundur ke beberapa bulan sebelumnya. Tidak masalah, karena per tahun dan bulan selalu dicantumkan di awal kisah. 

Semua kejadian dan pertanyaan terjawab sampai akhir chap. Dengan jawaban yang tentu saja terselip di beberapa kalimat dalam satu chap. Tapi setidaknya semua karakter punya perkembangan yang jelas dan tidak ada 'kekuatan kebetulan' yang berkuasa di sini. Semuanya murni karena hukum sebab-akibat. 

5. Penokohan

Lyn konsisten sebagai tokoh utama yang kuat tapi juga penuh misteri. Kebingungan dan kegalauannya tidak begitu jelas di chap pertama, tapi kemudian menjadi jelas di chap-chap selanjutnya. Tokoh Lyn konsisten dengan sifat tenangnya, walaupun saya mendapati beberapa galat karakter yang sedikit keluar jalur di beberapa adegan, sisanya, Lyn memainkan peran sebagai protagonis perempuan dengan apik. 

Cain sebagai karakter lelaki idaman. Ideal bagi semua orang, termasuk bagi saya yang seringkali antipati pada karakter pria dalam novel roman. Cain menghormati pendapat Lyn, tidak memaksakan kehendak kepadanya, dan bersedia memberi Lyn ruang privasi untuk berpikir dan merenung seorang diri, sesuatu yang amat langka di novel roman yang kebanyakan tokoh lelakinya macam lintah ketemu darah. Gak bisa lepas. 

Shiro tampil keren sebagai tokoh deuteragonis. Dia menjadi penghubung yang pas bagi Lyn dan Cain yang sama-sama menghormati. Dia penyegar di kisah kelam Lyn dan juga pisau yang tidak segan menebas lawan yang mengancam saudaranya jika memang dibutuhkan. Sudut pandangnya berperan aktif dan tidak sia-sia dibawakan. 

Marc menjadi tokoh antagonis yang tidak mengundang simpati. Tragis, tapi tidak cukup untuk membenarkan dan menghapus semua kekejian yang dia lakukan. Kak Ren  tidak menaruh tokoh antagonis yang patut diberikan empati di novel ini dan saya hargai itu. Saya butuh cerita yang membuat pembaca tidak akan mempertanyakan moral dan etika karena diberikan kisah antagonis yang tak kalah tragis dan mengundang empati dari tokoh utama. 

6. Latar

Latar dari kisah ini utamanya adalah kehidupan urban di perkotaan. Sesuatu yang umum disebut urban-fantasy. Banyak kisah sejenis yang pada akhirnya tersandung dan jadi sekumpulan kata tanpa makna yang dijejalkan secara paksa dalam setap part, tapi kak Ren berhasil membawa Greyridge hidup. 

Saya dapat merasakan kota Greyridge di tahun 2016 sampai detik ini, dengan kabutnya, kotanya yang sunyi, pemakamannya, rumah sunyi, dan pelabuhannya yang tenang. Saya juga bisa merasakan seolah saya ada di London yang bising, maupun di Arashikawa yang tenang tanpa tersentuh peradaban manusia. 

Kuatnya latar waktu dan cerita membuat kronologis yang tertempel di akhir kisah bukan sebuah bualan atau tempelan. Kisah ini seolah nyata benar terjadi di tahun itu dan kota Greyridge itu benar-benar ada. 

7. Sudut Pandang

Pengarang menggunakan POV 3 terbatas, sebuah terobosan baru bagi kak Ren yang biasanya memakai POV 1. Dan untuk sebuah terobosan baru, harus saya akui, kak Ren sukses membawakan ceritanya dari sudut pandang berbeda. 

Mungkin akan ada yang keberatan jika POV Shiro nyelip satu bab di tengah-tengah POV Cain dan Aveline yang mendominasi, tapi saya nggak keberatan, selama memang punya andil dalam cerita. 

Dan memang, Shiro punya andil besar dalam cerita. Di lebih dari satu cara. 

Ren konsisten memakai ketidak tahuan sebagai batasan sudut pandang dan banyaknya teka teki simpel sepanjang kisah membuat saya berdecak di akhir ketika mendapati, nyatanya saya nggak sanggup lihat petunjuk yang demikian gedenya.

8. Unsur Ekstrinsik (Latar belakang pengarang, latar belakang cerita, nilai-nilai)

Gaya bahasa ringn nan modern yang digunakan kak Ren sesuai dengan latar urban fiksi yang menjadi landasan cerita fantasi ini. Selain itu, Kak Ren rapih dalam menyajikan cerita, baik dari segi memaparkan kisah maupun menuliskannya dalam kata-kata yang mudah dipahami. Bahasanya sesuai untuk perpaduan latar dan alur dari masa lalu dan masa depan yang bercampur. Puisi yang beliau ungkapkan juga sarat makna dan berlarik indah. 

Cerita diambil dengan latar modern dan ada kronologis khusus untuk menceritakan alur dari mulai sebelum masehi sampai tahun 2017. Kronologisnya konsisten dan saya mengagumi bagaimana kak Ren menjabarkan teknologi dan budaya kontemporer secara konsisten tanpa ada info dumping. Selain itu, dua pelajaran moral penting saya dapat dari kisah ini. 

Perempuan itu tangguh dengan cara mereka sendiri, adalah pelajaran pertama yang saya dapatkan di sini. Perempuan tidak hanya kebagian peran sebagai korban yang harus diselamatkan. Mereka bisa membuat rencana dan mereka bisa tampil kuat, baik itu dengan sanggup seleding sana-sini, membuat rencana sederhana tapi ampuh, maupun mendukung dengan segenap darah dan jiwa (dalam artian harfiah). Kak Ren berusaha membuat kesan ini kuat di setiap cerita beliau dan saya suka bagaimana penyampaian beliau. Tidak terasa sama sekali unsur arogansi feminisme ataupun unsur yang merendahkan perempuan. 

Perubahan seumpama kematian, kau tidak akan sadar sampai dia muncul di depan matamu. Sebuah perubahan harus dihadapi para makhluk supranatural dan tekanan dari Manusia bikin mereka yang tidak mau terbiasa seringkali akhirnya tertindas dan musnah sendiri. Perubahan itu memang mengerikan, tapi bukan berarti tidak bisa diatasi. Tidak berarti pula semua orang menentangnya. Cerita sanggup membuat saya merenung. Kira-kira siapkah saya menghadapi perubahan atau bahkan kematian?

Sekali lagi, good job, kak Ren. 

9. Kesimpulan

In the Shadow of The Storm adalah batu bertuah di tengah banyaknya novel paranormal romance yang didasarkan dark fantasy. Kelamnya kehancuran, pilihan berat yang harus diambil, tekanan pihak luar yang ofensif, dan keluarga yang menjadi obat dari semua kesusahan itu, menjadi bumbu yang sangat menghibur dan menampar untuk dibaca. Meski menonjolkan romansa, kisah ini berhasil menunjukkan bahwa cinta semacam itu bukanlah kekuatan serba bisa. 

Tapi karena atmosfer gelap, beberapa degan berdarah, beratnya topik, dan beberapa adegan cukup romantis antar suami-istri yang rawan bikin baper dan halu para jomblo, saya sarankan pembaca di atas 18 tahun yang membaca karya ini. 

Penutup:

I need one Shiro in my life

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top