Grys: The Beginning of The Fallen Kings by Rose Inverno

[MID REVIEW]

Terlepas dari apa arti Grys bagi para pembaca awam, sub judul dari kisah ini sudah menarik hati. Kak Rose memilih perpaduan yang bagus untuk judul dan sub judul. Rasanya mudah diingat. Kata "Grys" juga membantu saya mengingat judul ini lebih baik, membedakannya dengan buku lain berjudul mirip.

Akan tetapi,

Untuk judul sendiri, "Awal Mula" sebenarnya bukan kalimat yang begitu baik untuk mempromosikan, terutama bagi mereka yang tidak suka buku bersekuel. Awal mula, jelas adalah kata yang menegaskan bahwa masih ada buku selanjutnya setelah buku ini tamat. Satu lagi tipe promosi yang agak terlalu jujur. Saran saya, persingkat sub judul dengan The Fallen Kings saja. Judul itu sedikit lebih menjual tanpa membuang esensi penting cerita. Soal apakah kak Rose mau menjelaskan sejak awal mula kejatuhan para raja atau mau melebihi permulaan itu, tergantung kehendak kak Rose sendiri.

1. Sampul
Kece badai menggelegar.
Jika kisah ini dimaksudkan untuk menjadi fantasi bernuansa gelap, sampul cerita sudah mewakili dengan baik keinginan itu.

Langit kelam, judul dengan warna kelabu, dan titik penting sampul yang berpusat pada cermin kusam di tengah gambar, kak Rose udah benar memakai sampul ini sebagai pemanis untuk memikat pembaca.

Jika ada yang harus diperbaiki, saya rasa adalah ukuran font dan peletakan nama pengarang. Agak mepet gimanaaa gitu sama sub judulnya.

Hanya itu sih. Selebihnya untuk sampul, good job!

2. Abstrak
Grys planet indah yang tercipta dari cahaya bintang-bintang tak terbatas. Pada zaman kuno planet itu dipimpin oleh sang raja tertinggi, Arc Vermillion dan ketiga raja lainnya. Planet itu kini dijaga oleh empat klan terkuat Grys. Masing-masing dari mereka memegang empat pecahan kristal Sciere. Kristal itu membuat perlindungan tak terlihat sepanjang dinding atmosfer Grys. Tetapi sebuah tragedi menghancurkan kerjasama empat klan. Salah satu dari mereka berkhianat. Membuat kristal tak berfungsi semestinya. Para iblis dengan leluasa memasuki atmosfer.

Di tengah kekacauan itu pewaris kastel selatan yang tersisa mencoba mencari sekutu. Sylvia-- pewaris kastel selatan yang tersisa mencoba mencapai kerajaan Utara. Berharap maaih ada yang berjuang bersamanya.

Ditengah kehancuran para penghuni senja kembali berjuang. Mencoba melakukan kudeta bagi klan timur. Perebutan takhta, perang, kesengsaraan, danair mata. Para Fallen berjuang kembali merebut harga diri mereka.

Kisah perebutan takhta pada saat kekaisaran berkuasa. Saat para iblis menapaki jalan mereka di Grys. Perlawanan dari mereka yang mencari kedamaian.
-
Oke....
Biarkan saya tarik napas. Saya merasa baru saja lari jarak pendek seratus meter, bukan baca abstrak.

Abstraknya sebenarnya menarik. Konflik inti dan latar cerita diperkenalkan. Sebuah niatan bagus bagi novel fantasi tinggi semacam ini. Kak Rose meminta secara halus kepada para pembaca untuk bersiap-siap masuk ke dunia Grys.

Tapi saya yang udah siap pun nyatanya langsung keteteran di abstrak.

Kak Rose terlalu banyak mengenalkan istilah dalam dunia Grys di abstrak, di tempat yang seharusnya tidak membuat pembaca tarik napas dalam-dalam.

Mumpung karya ini udah masang sub judul "awal mula", yang artinya mungkin nggak didahului prekuel apa pun (bahkan mungkin karya ini sendiri adalah sebuah prekuel), nggak seharusnya pembaca dijejali begitu banyak istilah dalam pandangan pertama.

Pembaca lain yang sudah paham dan hapal gelagatnya fantasi tinggi mungkin akan biasa saja. Tapi bagi mereka yang baru saja mau mencoba baca karya fantasi tinggi, melubernya istilah asing di abstrak hanya akan menakuti mereka. Segmentasi pembaca jadi semakin sempit.

Kak Rose sebaiknya mulai bermain dengan kalimat tunggal dan majemuk standar. Mereka bagus sebagai abstrak. Mereka juga lebih mudah dipahami dibandingkan kalimat majemuk bertingkat.

3. Tema

Sebenarnya tema peperangan itu tema favorit saya, selain karena peperangan bisa berkembang jadi kisah politik rumit tempat cinta receh sama sekali nggak punya kekuatan, kisah kelamnya peperangan bisa jadi pesan moral yang amat baik.

Kak Rose agaknya ingin menyampaikan hal ini juga, tapi agak terpeleset di beberapa bagian sehingga calon kisah kelam ini ada di ambang antara fantasi kelam beneran atau roman-fantasi yang coba ditempeli unsur-unsur pesimistik.

Aksen kelam yang sudah bagus, latar belakang cerita yang menarik, dan sepertinya bahan stok untuk karakter menarik juga sudah tersedia.

Sayangnya, eksekusi yang dibawakan minim kesan. Lumayan menumpuknya penjelasan secara tell dan sedikitnya show, tidak adanya penjelasan singkat secara implisit soal hukum alam, dasar dunia, atau apa pun mengenai Grys di dalam setiap chap memberi kesan kalau latar peperangan di sini akan berakhir sebagai tempelan atau berantakan. Selain itu, banyaknya unsur fantasi tak lumrah dan minim sebab musababnya dari mana di cerita ini membuat saya berkali-kali harus mengerutkan kening dan akhirnya mafhum, mungkin kak Rose emang mau bikin aliran lain yang benar-brnar baru.

Itu bukan hal buruk sebenarnya, dengan catatan: jika dibawakan dengan baik.

Tidak bosan saya mengingatkan, ulasan di bawah dapat menyebabkan gangguan pencernaan dan hormon. Saya pembaca fantasi dan cukup keras pada genre ini, jadi jika belum siap dengan semua pertanyaan saya, silakan gulirkan layar ke bawah lain kali aja.

4. Alur
Untuk sebuah fantasi tingkat tinggi, kak Rose memulai cerita dengan cara yang paling banyak dilakukan penulis fantasi tingkat tinggi:

Pembuangan informasi latar.

Awalnya saya sedikit antusias dan bertanya-tanya, akan seperti apa prolog dengan sampul sekelam ini. Apa akan ada darah, pertarungan, atau pengkhianatan?

Tidak ketiganya, ternyata.

Justru, saya mendapat suguhan pertama yang lebih mirip eksposisi. Benar-benar sesuai dengan kata para pembenci prolog: "Prolog itu pemborosan."

Sekarang saya paham kenapa mereka bisa berpikir begitu. Gaya prolog begini yang sebaiknya dipoles baik-baik atau dihindari karena sebenarnya gak penting-penting amat buat ditampilkan.

Setelah dibuka dengan prolog yang lebih mirip salinan ensiklopedia, pembaca digiring masuk langsung ke adegan pertarungan di dalam hutan kelam.

Itu keren. Sebuah perbaikan yang baik.

Setelah diberi yang pahit di awal, chap satu mulai memperlihatkan potensi mereka. Saya mulai terbawa dengan pertarungan yang terjadi sekalipun masih bingung dengan sistem barang di sana, sistem kerajaan, pasukan, dan siapa lawan siapa.

Saya terus membaca, suka adegan mereka hingga tanpa sadar sudah menggulirkan layar sampai ke beberapa paragraf terakhir dengan rasa penasaran yang semakin tergelitik.

Sayangnya....

Serta merta terdengar sebuah jeritan memekakkan telinga saya:

KLIIISSEEE

Oke, bukan kontra pada alur yang klise, apalagi klise yang masih laku di pasar. Tapi adegan itu, ketika Sylvia yang Direwolf, bertemu Direwolf lain yang belum pernah ia temukan ... Seorang keturunan murni dari golongan jantan yang nggak tau siapa atau kenapa bisa luka parah terus amblas pingsan....

Seketika itu juga, dorongan buat menggulirkan chap secara asal sampai ke chap terakhir menjadi amat sulit ditahan.

Terutama setelah saya sadar, Grys butuh perbaikan di satu aspek penting: logika cerita.

Sebenarnya logika cerita adalah kesalahan umum yang sering terjadi. Tapi karena ketidak matangan alur dan logika ceruta saling berkorelasi dan ambangnya dua aspek itu saya dapatkan di Grys, saya menetapkan alur adalah masalah nomor puncak di dunia Grys.

Untuk sebuah cerita fantasi dengan latar yang solid, plot dari Grys seperti pasak baru yang tergeletak di tanah. Tanpa tali dan tentunya tidak menancap kuat. Ada, tapi mengambang, sering bergeser oleh angin dan getaran tanah akibat fokus cerita yang terombang-ambing, dan dasar dari plotnya kurang menancap kuat.

Itu kuda nggak pernah nongol wujudnya sampe chap berakhir. Siapa yang naik kuda, kuda itu punya siapa, apa yang meringkik beneran kuda, apa kaum orc yang naik kuda (silahkan bayangkan sendiri), masih belum terpecahkan.

Sebaiknya kak Rose menjelaskan dugaan seperti ini, terlepas salah atau benar dugaan tokoh.

Bagaimana dengan sihir teleportasi aja?

Oke, kak Rose secara implisit menjabarkan, Sylvia kayaknya low bat sejak pake sihir teleport karena dia gak bisa lagi pake kekuatan ajaib kecuali berubah wujud (yang mungkin gak ajaib banget karena berubah wujud itu emang kemampuannya Sylvia) tapi sebaiknya keadaan ini diperjelas. Memberitahu sistem Mana (atau apa pun istilah tenaga sihir di dunia Grys), keterbatasan teleport, atau jumlah maksimal sihir teleport per hari bisa jadi awal mula yang bagus.

Saya bingung. Dijelaskan tidak ada siapa pun di sekeliling Grey, tapi kata "sisa" pasukannya ini seolah secara implisit mengatakan kalau ada yang tersisa. Mungkin maksud kak Rose adalah mayat, jadi dua kata itu mungkin sebaiknya diganti agar maksudnya tidak ambigu.

Oke, jadi Sylvia niatnya mau menyelidiki dugaan penyusup di perbatasan, jadi utusan ke daerah utara, atau mau jalan-jalan sore? Saya dapat tiga agenda ini sekaligus dalam satu paket perjalanan perdana Sylvia di dua chapter awal.

Kelihatannya Sylvia super sibuk sampai rencana jalan-jalan sore harus dirapel juga sama penyelidikan perbatasan dan tugas diplomat yang cari bantuan.

Dan kalau memang Sylvia jadi utusan, wewenang apa yang dimiliki pengawalnya sampe boleh gak memberi izin keluar dari kastil sejengkal pun?

Apa Sylvia berbohong saat mengaku sebagai utusan Wynter pada Grey? Hanya kak Rose yang tau.

5. Penokohan
Para pembaca fantasi tinggi tentunya hapal, siksaan paling nggak enak yang diberikan oleh pengarang kepada oara pembacanya adalah nama karakter yang kadangkala langsung se-RT dikenalin.

Untungnya kak Rose nggak parah amat. Ada memang karakter yang bikin saya bertanya, apa gerangan peran beliau di cerita ini, tapi mengingat cerita ini masih berlanjut, saya tidak akan menilai terlalu dini.

Untuk pembawaan karakter, kak Rose kurang di satu aspek: konsistensi.

Seringkali saya melihat kontradiksi yang terjadi pada tokoh-tokoh di kisah ini, sejauh yanv sudah dijabarkan kak Rose sampai chao terbaru.

Sylvia sebagai tokoh utama perempuan digambarkan sebagai stereotip favorit pasar: tipe perempuan kuat, anti lenjeh, pemberontak, tapi hatinya selembut hello kitty alias gampang juga kepo depan cowok.

Nah, di beberapa bagian, saya mendapati beberapa kontradiksi Sylvia yang sedikit... Menggelitik.

Saya nggak lihat alasan kenapa Sylvia harus ngedadak frustrasi padahal dia katanya lagi ngobrol sesekali ama naganya, bukan dipaksa duduk tanpa ada teman ngobrol atau digangguin obrolannya. Saya juga nggak melihat Sylvia punya kecenderungan buat histeris dadakan, jadi misteri kenapa dia mendadak bawa-bawa nama kurcaci itu masih jadi sebuah misteri.

Berapa kali pun saya scroll ke atas, saya nggak menemukan bukti Grey ngebantah, jadi mungkin acuan berubah pikiran yang dimaksud di sini adalah saat Grey mengempas Sylvia dari benaknya itu. Yah... Jika tepisan defensif karena pikiranmu seenaknya dimasukin bisa dihitung sebagai bantahan.

Dan harus saya akui, untuk ukuran putri di daerah konflik yang katanya benteng terakhir, Sylvia punya mulut yang agak kikuk. Bukan sesuatu yang harus diperbaiki, sebenarnya. Putri yang sering keceplosan itu sesuatu banget, tapi sebaiknya harus didasari logika yang kuat, tentang sebab-akibat akan kenapa Sylvi yang tadinya udah bagus banget nggak ceroboh mengungkapkan nama asli bisa keceplosan dan akhirnya jadi tukeran identitas juga di chapter yang sama.

Dan kasihan Fritz, belum berbuat apa-apa, udah dikatain sialan.

Sebagai tambahan, saya dapati Sylvia naik jabatan mendadak di penghujung chapter. Awalnya diperkenalkan sebagai putri, tapi kemudian chapter 12 ke belakang, Svia mendadak naik jabatan jadi ratu.

Oke, kapan saya kelewatan upacara penobatannya?

Kemudian karena Grey dan Stefan masih dalam tahap perkenalan, saya nggak akan banyak berkomentar soal mereka.

Tapi chapter 10 dan 11 bikin saya mikir, apa tiga tokoh utama kita punya mood yang sering berubah?

Stefan katanya bilang, kesabaran ayahnya menipis. Tapi waktu turun ke desa dia bilang, dia punya sedikit waktu luang.

Kemudian, Sylvia kayaknya marah banget di awal, tapi kemudian sepakat buat cerita, terus sepakat buat balapan sama Grey menuju tempat tujuan mereka selanjutnya. Di satu paruh chapter yang sama.

Err... Sungguh... Apa saya melewatkan banyak paragraf?

6. Latar
Kak Rose membawakan latar dunia Grys dengan apik dan tidak terburu-buru. Dibanding aspek tokoh, konsistensi teknik penunjukkan di aspek latar jauh lebih mumpuni.

Kak Rose menjaga untuk tidak meluapkan info soal denah Grys ke benak pembaca. Jengkal demi jengkal tanah Grys dikuak sedikit demi sedikit dan itu hal yang bagus.

7. Sudut Pandang
Sudut pandang konsisten di sudut pandang ketiga. Sebuah oasis yang indah di tengah menjamurnya kisah dengan pembawaan orang pertama.

Tapi kak Rose seringkali terpeleset.

Chapter 4 contohnya.

Chapter yang awalnya dibawakan dengan sudut pandang ketiga terbatas, mendadak berubah jadi sudut pandang ketiga serba tahu di beberapa paragraf sebelum akhirnya balik lagi jadi sudut pandang ketiga terbatas. Bukan kesalahan fatal. Pengarang sekelas Merissa Meyer pun masih melakukan kesalahan ini saat menggarap novel Winter.

Kalau kak Rose memang awalnya berniat menggunakan sudut pandang ketiga serba tahu, pisahkan yang baik persepsi antara Grey dan Sylvia. Karena sudut pandang serba tahu pun, lebjh ngaman digunakan jika ada satu tokoh yang digunakan sebagai acuan persepsi untuk memasuki benak tokoh lain. Menggabungkan dua persepsi mereka ke dalam satu chapter tanpa tanda pemisah itu agak merepotkan untuk dicerna.

8. Gaya Bahasa
Adalah aspek yang saya berikan tempat duduk nomor dua di dalam daftar masalah kepenulisan Grys.

Tanda koma, kata depan (di, ke, dari) format penulisan miring,  dan gaya penceritaan yang masih terlalu tell menjadi masalah utama di dunia Grys milik kak Rose.

Dari dua paragraf sejambreng di atas, hanya ada satu koma yang digunakan dan itu pun penempatannya keliru.

Entah ada masalah apa antara kak Rose sama koma sampai klausa yang jelas-jelas masih nyambung dipisah sama koma, ternyata dipotong pake titik. Saya berulang kali pengap dan mengernyit heran baca cerita ini karena tidak ada tanda koma dan banyaknya kalimat yang terpotong mendadak karena tanda titik di intra kalimat.

Untuk kata depan, karena saya rasa sudah banyak panduan untuk itu dan sudah cukup banyak kesalahan ini saya dapati di penulisan Grys, saya rasa sebaiknya kak Rose mengingat kembali, mana penggunaan kata di dan ke yang dipisah dan mana yang tidak.

Kemudian,

Saya mengerti rasanya memiringkan kalimat per kalimat dialog itu pegel.  Apalagi kalau tokoh kita bisa telepati. Katakan hai pada fungsi memiringkan huruf karena ucapan batin masuk ke dalam tulisan yang dimiringkan.

Tapi jumlah bukan alasan buat nggak memiringkan tulisan. Saya masih bisa cermat melihat kalau percakapan di atas terjadi di batin. Tapi pembaca lain mungkin bakalan bingung dan jadi nggak bisa membedakan kapan Sylvia ngomong lewat telepati sama lisan.

Lalu untuk gaya penceritaan yang terlu tell, berikut contohnya:

Jika ini cerita yang dibawakan dengan sudut pandang pertama, saya tidak akan mempermasalahkan sedikit unsur tell yang meluber. Pikiran emang kadang suka ngawur. Tapi untuk seorang pengamat yang terbatas maupun serba tahu, rasanya agak aneh kalau sampai terlalu meluber begini penjelasannya dalam satu paragraf. Apalagi jika bukti-bukti nyata yang menguatkan oaragraf ini tidak pernah dapat kesempatan ditampilkan.

9. Unsur Ekstrinsik (Politik, Sosial, Budaya)
Menjadi unsur paling ajaib nomor tiga di cerita ini.

Mungkin itu hanya penilaian subjektif saya sebagai pembaca yang nurut sama pakem umum fantasi dan sebagai orang yang masih berpegang teguh pada hukum dunia ini jika memang istilah dari dunia ini diseret-seret ke dunia fantasi.

Saya ambil Direwolf sebagai contoh. Secara ilmiah, nggak ada arti khusus dari nama itu kecuali satu genus Canines yang udah punah. Tapi di beberapa buku fantasi, terlebih yang melibatkan para serigala jejadian, Direwolf identik dengan "Serigala Murni". Artinya, Direwolf, di novel-novel fantasi itu adalah werewolf yang paling murni dan belum pernah kecampur sama sekali ama darah Manusia.

Nah, di Grys rupanya nggak begitu.

Dan saya sama sekali heran ketika kak Rose menggunakan istilah "Direwolf" yang udah dikenal umum sebagai serigala murni, sebagai istilah untuk "Hibrida vampir-werewolf" di dunia Grys. Jujur, saya mengerutkan dahi cukup dalam waktu baca Sylvia menghisap darah dan jiwa seekor rusa, bukan makan dagingnya seperti selayaknya serigala.

Itu tidak salah.

Setiap daerah di Indonesia punya sebutan beragam untuk "mobil" jadi kenapa Direwolf nggak boleh jadi hibrida di Grys?

Tapi sebagai seorang hibrida, menurut saya, sisi serigala Sylvia belum melepaskan diri dari kesan "pajangan".

Adegan perburuan bareng Grey itulah yang bikin saya bisa bilang begini.

Kenapa Sylvia harus memburu kijang itu sebagai serigala sementara dia akan menghabisi kijang itu dengan cara ala vampir? Kecuali kijang di dunia Grys beda (misal: lebih sensitif sama makhluk apa pun yang humanoid, jadi Sylvia lebih milih memburunya dalam wujud binatang), atau vampir dan were beda cepatnya (kecuali ada keterangan lebih lanjut), saya rasa sisi serigala Sylvia sebaiknya diolah ulang.

Lebih jauh, Sylvia ternyata masih butuh kuda (saya penasaran kuda dan sifat were di Grys sampai mereka bisa jadi partner padahal hubungan mereka pada dasarnya predasi), kuda-kuda di sana (entah kuda biasa atau kuda khususnya bangsa vampir di sana, tidak dijelaskan) kayaknya akrab banget sama hibrida vampir-werewolf sampe biarin dua di antara mereka ada dalam jarak dekat, stamina Sylvia belum terbukti tahan lama, fenotip yang saya lihat dari gen were Sylvia hanya kemampuan dia berubah wujud, dan karena kelemahan were dan vampir di beberapa novel udah sama-sama perak, maaf, menurut saya Sylvia belum eksis sebagai werewolf.

Ketika baca part ini, saya berulang kali bilang ke diri sendiri: "Oke, ada pegasus si kuda bersayap, griffin si singa kepala elang, Sphynx yang di beberapa cerita bersayap, jadi kenapa serigala nggak boleh punya sayap?"

Tapi saya tetap aja nggak bisa membayangkan.

Boleh saya tahu alasan kenapa were di Grys punya sayap malaikat? Jika vampir punya sayap kelelawar karena katanya mereka bisa jadi kelelawar atau buat perjanjian dengan iblis sampai bisa dapat sayap, kalau were kenapa sampai bisa punya sayap begitu?

Dan sebagai penutup,

Carnellian, oke, istilah ini diperkenalkan di chap selanjutnya, tapi perkenalan istilah secara tiba-tiba begini, terkesan janggal, apalagi karena kak Rose sebelumnya menggunakan istilah Storenesia.

Maaf saya sudah mengoceh terlalu banyak. Maaf jika saya terdengar ilmiah di buku yang seharusnya berbau fantasi, tapi saya paling nggak bisa mengabaikan esensi logika sebuah cerita. Karena fantasi adalah cerita yang meski kadang nggak nalar, tetap harus ada dasar logika yang bikin fantasi ini masuk di akal.

10. Kesimpulan
Kak Rose udah bagus berinisiatif membuat cerita fantasi tinggi yang nggak semua orang mau dan komitmen buat bikin.

Tapi kak Rose masih harus belajar lagi untuk memperbaiki beberapa aspek, terutama gaya bercerita. Gaya bercerita kak Rose mirip remaja yang sedang mencari minat dan bakat, masih butuh polesan dan latihan di sana-sini.

Kadang, kisah kelam Grys berbaur dengan kisah asmara dan sejujurnya, itu sedikit mengurangi antusiasme saya. Cinta semacam itu kadang bikin alur peperangan terasa lucu.

Logika dan asal muasal dunia juga kak Rose butuh perdalam lagi. Berikan alasan, penjelasan, sebab musabab yang jelas sehingga sekalipun kak Rose bikin tatanan baru kalau kaum were juga bisa punya sayap malaikat, Direwolf itu hybrid, gelang itu bisa jadi pedang, kak Rose nggak dikira ngubah seenak hati istilah yang sudah dianggap umum di dunia fantasi atau dikira minim riset.
-
Penutup

Nilai akhir: 2.0/5

Sisa Antusiasme: 15%

Lanjut baca: TIDAK (tapi jika ada revisi, kabari saja lagi)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top