Chronicles of Mat Yakin by Richard Khemen

[MID REVIEW]

Ahoy, saya kembali. Lapak ini hidup lagi.

Oke, sebelum kalian membantai saya ramai-ramai, izinkan saya untuk berucap maaf terlebih dahulu.

Maaf menghilang terlalu lama. Maaf bikin kalian menunggu lama. Maaf bikin karya kalian dianggurin. Dan maaf udah bikin utang numpuk.

Tanpa banyak cincong, saya ucapkan terima kasih buat pak Khemen, salah satu pengarang yang secara tidak langsung sudah membantu mengangkat saya dari mogok baca lewat "The Chronicles of Mat Yakin" (jangan komen kenapa saya ubah panggilan dari 'Om' jadi 'Pak')

Tapi sebelum mengulas, sekali lagi saya mau minta maaf. Gara-gara mogok baca saya, pak Khemen jadi keburu merombak cerita ini dan gagal jadi pasien ulasan komplit saya yang pertama. Maafkeun ya pak. Tapi tak akan saya tinggalkan, Mat Yakin akan tetap jadi pasien bedah saya.

Jadi untuk pak Khemen, silakan. Semoga ulasan sedikit ini bisa membantu.

1. Abstrak

Mat Yakin, seorang bocah korban perang yang hidup melata di jalanan telah dipilih untuk mewarisi kesaktian seorang datuk, nun di sebuah pulau entah berantah.

Setelah tunggang langgang melewati serangkaian petualangan berbahaya di lautan serta harus pula menghadapi segala keangkeran pulau itu, Mat Yakin akhirnya berhasil menemui sang datuk. Tak tahunya, wasiat itu justru menghadapkannya pada sebuah mimpi buruk yang menghantui benaknya seumur hidup, yakni gugur secara kesatria dalam sebuah peperangan.

Hingga alih-alih menunaikan wasiat tersebut, Mat Yakin justru mencari berbagai cara untuk menemukan harta karun yang tertimbun di pulau itu. Justru hal itu semakin menyeretnya ke dalam serangkaian petualangan yang berujung maut.

-

Sebenarnya saya suka abstrak ini. Pembawaannya lebih serius dari cerita beliau yang lain dan membuat saya lebih menjiwai atmosfer historis cerita ini.

Yah, walaupun saya tahu, cerita apa pun yang berhubungan dengan pak Khemen itu haram buat diseriusin.

Abstrak pak Khemen, walau rapih dan berhasil memberi kesan yang tetap menarik minat, selalu berasa banget unsur komediknya.

Menegaskan bahwa ini masih petualangan seorang bocah ababil yang masih mencari jati diri. Tapi hei, saya pernah dibuat nangis satu hari karena kisah yang awalnya jenaka sekali berubah jadi tragedi, jadi Mat Yakin bisa aja nge-zonk saya kan?

Bukan berburuk sangka. Cuma berusaha realistis biar gak ada trauma kedua. Saya nggak mau lagi ketipu sama peringatan "anda akan terpingkal-pingkal". Sori, Pak, nggak kena.

2. Sampul

Mat Yakin jadi salah satu cerita pasien bedah saya yang paling sering ganti sampul. Dengan logo yang sama, sampul ini sudah beberapa kali ganti warna dan bentuk latar. Awalnya putih polos, lalu ada gambar pria mirip Jason Mamoa megang keris dan bukannya trisula, terus ganti jadi laut, dan sekarang ganti yang merah penuh api membara ini.

Sejujurnya, saya suka sampul yang ini. Lebih terasa aroma peperangannya. Proporsi dan tata letak tulisannya juga lebih pas. Tidak ada objek yang jadi poin of interest selakn tulisannya jadi menempatkan logo di tengah itu menarik sekali. Latar yang penuh api juga jadi estetik yang bikin saya bertanya-tanya, akan jadi separah apa peperangan di sini nanti.

Jika ada satu hal yang ingin saya berikan sebagai masukan, itu adalah pemilihan sampul yang ini. Entah kenapa, warna sampul jadi membara, padahal warna jenis begini biasanya untuk klimaks cerita bertipe kronologi.

Jadi menurut saya lebih pas sampul yang biru ini.

Sebagai kisah pembuka, laut yang gelap dengan kesan misterius dan kapal-kapal abad pertengahan yang perkasa begini rasanya pas. Sementara gambarnya bisa meningkat seiring suasana cerita yang berubah.

3. Tema

Abad ke-enam belas? Pikiran saya langsung menyasar ke arah perompak dan bajak laut. Mumpung abad 15 dan 16 adalah era keemasan perompak.

Dan sudah jadi rahasia umum di antara pembaca saya, kalau saya itu paliiing suka era bajak laut! Kalau sampai Mat Yakin terbukti menguciwakan nama serem bajak laut....

Ehem, oke ... tema masa keemasan maritim dunia bukan tema yang mudah digarap. Banyak film dan buku yang jatuh dan gagal saat menggarap tema ini. Tapi sekali orang itu punya niat, kisah ini bisa apik, contohnya? Trilogi Pirates of Carribean.

Karena kisah Mat Yakin hanyalah kisah pembuka, saya belum bisa menyatakan dengan yakin apa yang akan terjadi ke depan dengan kisah ini. Tapi sebagai pembuka, Mat Yakin sudah memberikan impresi yang sangat baik. Konflik pencarian jati diri, awal mula masalah, musuh yang diperkenalkan, kebanggaan identitas yang berbenturan, ideologi yang berseberangan, sampai kendala bahasa, semua itu memang menjadi masalah di zaman itu. Dan kabar baiknya, pak Khemen berhasil menyajikan semua konflik itu sebagai pembuka tanpa ada kesan yang terasa sangat dilebih-lebihkan.

Tidak ada drama gak guna dan tidak ada irelevansi sejarah uang bikin saya keki sendiri, jadi good job, pak Khemen!

4. Alur

Sebenarnya alur dibuka dengan pembukaan yang cukup berkesan.

Yep, baku hantam.

Atau lebih tepatnya Mat Yakin yang dihantam.

Saya suka tipe pembukaan ketika tokoh utama dihajar sampai babak belur, jadi untuk pembuka, sebenarnya Mat Yakin sudah membuat saya tertarik. Tidak bertele-tele, akrab di pasaran, sekaligus membuka konflik.

Tapi masalah yang diangkat sebagai topik itu agak membuat saya jengah. Maklum, masih polos. Hahaha. Ini cuma masalah selera sebenarnya. Saya lebih suka kalau Mat Yakin kepergok habis mukulin anak kepala desa atau habis mencopet. Tapi jika tidak seperti itu, namanya bukan komedi.

Dari sisi serius, Mat Yakin memiliki alur maju yang konsisten. Sejauh ini belum ada kilas balik yang saya dapatkan. Tidak ada bab terbuang sia-sia untuk penggambaran emosi berlebihan.

Yeah, lain soal kalau kita bicara soal pemborosan adegan. Kita bahas ini lebih lanjut di gaya bahasa.

Lalu....

Kisah Mat Yakin mengangkat stereotip heroik klasik. Yaitu ketika sang pahlawan terpilih berdasarkan wangsit atau ramalan atau mimpi. Sebuah tipe alur yang saya namai the-chosen-one alias sang terpilih.

Satu kelemahan fatal dari tipe alur jenis ini adalah pembentukan motivasi karakter. Kebanyakan literatur dan komik yang mengangkat hero alur ini, baik sebagai tiang utama maupun sub-plot, molor jadi bervolume-volume. Tapi ironisnya, di saat yang sama, alur semacam ini masih jadi favorit pasar dan punya fandom besar.

Memang, beberapa pengarang berhasil menutupi kurangnya motivasi tokoh mereka dengan petualangan apik.

Sayangnya beberapa pengarang kesandung di alur ini dengan tidak memberi momen pas di sub alur gue-gak-mau-batel-lagi. Momen ini biasa terjadi di alur the-chosen-one walau tidak semua karya sejenis membawa plot ini.

Ciri dari momen ini bisa dilihat sebagai momen pendinginan ketika motivasi karakter menurun, entah karena dendamnya kelar atau dia udah muak sama pertarungan. Dia butuh suntikan baru. Jika tidak dibawa dengan baik, hampir dipastikan perkembangan karakter bisa molor bahkan ngalor ngidul ke mana-mana.

Untungnya, sejauh ini, Mat Yakin belum menunjukkan momen krusial ini. 

Jadi pesan saya, jika Mat Yakin suatu saat hendak membawa momen ini, jaga tempo dan kendalikan peran setiap karakter. Karena kesalahan tempo bisa membuat motivasi tokoh jadi terlalu enteng atau terlalu berat. Dan salah pengendalian malah akan membuat motivasi jadi molor dan ngalor ke mana-mana.

5. Penokohan

Selama bagian pertama berlangsung, penokohan berjalan konstan dan perlahan dengan hanya beberapa tokoh menonjol sementara tokoh-tokoh pembantu datang dan pergi dalam jumlah dan orang-orang yang tidak berganti. Sebuah konsistensi yang patut dipertahankan.

Selama beberapa chapter awal, karakter-karakter yang menonjol dari kisah epik Mat Yakin adalah:

Mat Yakin, tokoh utama kita yang dari chapter awal udah dihajar habis-habisan sama warga karena dituduh memperkosa seorang perempuan. Punya sifat tipikal hero alur sang-terpilih: gak punya motivasi apa pun selain hidup. Jika ada satu kekurangan yang saya bisa tangkap dari dia, hal itu adalah usianya yang sering kali kabur kemakan narasi. Kadang saya ingatnya dia bocah umur dua belas tahun, padahal usianya jauh lebih tua dari itu. Dan kadang saya pikir dia bocah polos, padahal dia udah tau pahitnya dunia sampai ngira kakek-kakek peyot bakalan demen sama dia.

Datuk Abdurrahman Sombong (Si Bongkok), tokoh yang sejujurnya, bikin saya gatel-gatel pas pertama baca soal dia. Panuan, buluketeknya terbang-terbang, yah singkat kata, tipikal orang tua nggak keurus yang bakalan langsung dijebloskan ke RSJ jika ada di dunia nyata. Tapi sebagai "guru" yang memang tugasnya membimbing sang hero di awal bertemu, dia ternyata menyimpan rahasia yang lebih dari sekadar kepribadian dia yang luar biasa jelek. Saya sebenernya bisa jatuh cinta sama tokoh seperti ini, tapi joroknya itu loh....

Datuk Hitam, sang motivasi pertama Mat Yakin. Kematiannya seharusnya berkesan, tapi mumpung karena Mat Yakin di cerita ini tuh tumpul banget pikirannya, kepergian Datuk bagai cuma sebatas angin lalu. Sayang, memang, tapi mungkin, akan ada perkembangan karakter yang membuat kematian Datuk tak sia-sia. Mungkin.

Si Gendut, sejauh ini, jadi tokoh sampingan favorit saya ketimbang para prajurit Melayu itu. Dia tipikal yang berjasa, bakal diingat sama tokoh utama, tapi perannya nggak besar. Kemungkinan bakal bertemu dia lagi juga besar dan saya yakin, ada alasan selain kemanusiaan pas dia mau menjaga seorang bocah lelaki yatim piatu korban perang.

Sebenarnya sampai detik ini, pembawaan karakter pak Khemen terbilang konsisten. Pak Khemen berhasil menjaga Mat Yakin tetap pengecut tapi cerdik sampai akhir bagian pertama, begitu pula dengan karakter-karakter pendukung lain. Saya harap konsistensi karakter ii berlangsung sampai akhir kisah.

6. Latar

Satu hal yang bikin para pengarang sering kesandung di aspek latar adalah penyesuaian unsur ekstrinsik. Berbagai aspek kehidupan harus disesuaikan dengan latar sementara bahan riset yang ada seringkali tidak memadai ataupun jika ada, biaya yang tidak memadai.

Sejauh yang saya bisa selidiki, Mat Yakin tidak tersandung kecuali di bagian yang memang sengaja dijadikan fiksi seperti Datuk Hitam.

Bahasa, hikayat, kondisi sosial ekonomi dan bahkan kondisi pertarungan pada masa itu, sudah lumayan akurat dan tersampaikan dengan baik.

7. Sudut Pandang

Bagian yang mungkin bakaln jadi bagian yang paling tidak bisa saya protes. Konsistensi pak Khemen dalam membawakan sudut pandang orang ketiga tidak bercela sampai babak pertama berakhir.

Pemilihan sudut pandang orang ketiga serba tahu menurut saya sudah tepat. Sudut pandang ini adalah yang paling sering dan sudah jadi tipikal bagi hikayat Melayu dan sastra lama. Jadi jika ingin lebih menghayati pembuatan kisah Melayu abad pertengahan, sudut pandang inilah yang paling tepat.

Tapi saya punya satu tanya,

Kalau cerita ini pakai sudut pandang ketiga serba tahu, kenapa tak saya temukan catatan mengenai terjemahan kalimat ini dan kalimat Portugis lain?

8. Gaya Bahasa

Satu kata, epik.
Saya pernah bilang, saya tidak bisa dipukau dengan gaya bahasa berkilau. Tapi Mat Yakin berhasil membuat sayaterpikat dengan gaya bahasa yang pak Khemen gunakan.

Miskin salah eja, salah ketik, maupun salah ngeles, Mat Yakin dengan totalitas yang patut diacungi jempol, saya rasa cukup berhasil mengikuti gaya hikayat melayu masa lampau sesuai latar yang disajikan. Saya seolah membaca sebuah hikayat dengan bahasa yang jauh lebih ramah tanpa bahasa Melayu yang tidak bisa saya pahami. Rasanya nyaman dan membuat saya tertarik untuk membuka lembar dan lembar selanjutnya.

Sebuah gaya khas sastra Melayu untuk mempersonifikasi adegan seperti ini. Saya mungkin bukan penggemar gaya bercerita seperti ini, tapi saya menyukai sekali totalitas pak Khemen dalam menjadi narator cerita. Gaya bahasa Mat Yakin seolah digodok dengan matang dan riset yang tidak main-main.

Tidak hanya kelebihan sastra Melayu yang dibawakan, tapi juga berikut kekurangannya.

Yep, momen macam begono pun dibawakan dengan gaya yang ... Melayu sekali (baca: kenapa bulu ketiak kudu dijabarkan melambai-lambai aduhai?)

Aduhai, sastra lama dan segala keunikan humor mereka (baca: tolong bilangin tuh elang biar gak buang hajat sembarangan, biar satu paragraf gak kebuang buat ceritain dia buang hajat)

Kemudian,

Adakah yang tahu sebab kenapa hikayat dan sastra lama itu punya selera sisipan adegan romansa yang begitu ... Ah sudahlah.

Jika ada satu kesalahan teknis penulisan yang saya temukan, hal itu ada di gambar di atas. Ada sebuah tanda pemisah yang kelihatannya luput ditambahkan. Bukan masalah besar, tapi kalau berulang terus, lumayan bikin cemas juga.

Satu lagi,

Judul bab dengan gambar begini mengingatkan saya pada gaya bercerita kak rentachi. Saya suka gaya seperti ini, walaupun kadang saya harus mengernyit dan melihat lebih seksama untuk mengetahui makna tulisan sebenarnya. Huruf D di atas tanpak seperti M.

9. Unsur Ekstrinsik (Teknologi, Sosial, Budaya)

Sekali lagi akan saya tegaskan, riset yang dilakukan pak Khemen patut diapresiasi. Beliau tidak setengah-setengah dalam melakukan riset.

Semua hal, mulai dari riset-riset yang penting soal unsur intrinsik maupun ekstrinsik cerita, bahkan termasuk hinaan dan sebut menyebut Tuhan, dipikirkan dengan lumayan matang.

Di atas adalah salah satu contoh dialog yang terjadi. Saya benar-benar gak bisa protes karena semua sudah dijabarkan dengan baik di bagian pertama.

Semoga seterusnya hal ini terus dipertahankan, pak!

Dialog dan narasi di Mat Yakin sudah diramahkan dengan telinga dan bahasa zaman sekarang, sehingga tidak perlu lagi ada perempuan yang ngrluh tambah keriput seperti abis baca hikayat Hang Tuah. Perjuanhan semacam ini patut diacungi jempol. Membuat hikayat Melayu dan risetnya memang sulit. Tapi membuatnya bisa diterima lebih banyak kalangan itu jauh lebih rumit. Dan sejauh ini pak Khemen berhasil melakukannya. Sekali lagi, kerja bagus, pak!

10. Kesimpulan

Mat Yakin adalah karya yang hampir seberharga hikayat sastra lama. Gaya bahasa yang dibawakan adalah sebuah penyegaran dari banyaknya gaya bahasa pergaulan yang menjamur di jagad pernovelan.

Sebuah pesan tersembunyi akan kekayaan kita yang telah lama dibiarkan mati, saya harap Mat Yakin tidak berhenti di sini, karena karya serta jejak perjuangan maritim kita, nyata maupun fiksi, tidak boleh mati, apalagi di tangan bangsa sendiri.

-

Penutup

Nilai Akhir: 4.5/5

Sisa Antusiasme: 90%

Lanjut baca: YES (asalkan komedinya masih dalam dosis sopan)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top