Alpha by M. Alvariz
[MID REVIEW]
1. Abstrak
Masa depan,
Hanya dua kata, tapi yang terbayang adalah sebuah masa dengan teknologi canggih, orang-orang terbang tanpa lagi membutuhkan pesawat, atau penjelajahan luar angkasa yang membuahkan hasil ditemukannya sebuah planet layak huni bagi manusia
Namun benarkah begitu?
Biar kuperjelas,
Masa... DEPAN...
Semua yang berawal baik akan berakhir buruk, lahir berakhir kematian, bertemu berakhir dengan perpisahan. Begitu juga bumi yang awalnya damai, tentram, semakin lama semakin memburuk.
Jadi, apa kau masih berpikir kalau masa depan itu indah?
Aku Alpha, hanya seorang pemuda biasa.
-
Baiklah, abstrak yang ditampilkan sudah bagus sampai kalimat 'Namun benarkah begitu?'. Dari situ sebenarnya rasa penasaran saya sudah dikait dan ditarik, tapi elipsis di kalimat berikutnya membuat rasa penasaran saya surut.
Biasanya pengarang lain tidak akan memilih elipsis dan akan memilih menggunakan titik untuk menegaskan dua kata yang memang jadi fokus utama. Selain itu, sebenarnya tanpa penguatan di dua kalimat selanjutnya dan langsung ke paragraf 'semua yang berawal....' udah bagus.
Satu yang tidak bisa saya abaikan saat membaca abstral adalah dua kata: 'Pemuda biasa'. Meski itu kenyataan dalam cerita dan banyak yang menggunakannya, dua kata ini sekarang cenderung jadi klise dan dihindari karena menurunkan minat baca. Sebaiknya kak Alva hindari kata-kata 'biasa' dan 'normal' di abstrak. Bukannya tokoh utama kita harus istimewa, tapi abstrak itu promosi. Jadi sebaiknya promosikanlah apa yang berbeda dari tokoh Kakak. Apa yang membuat pemuda biasa-biasa saja layak jadi tokoh utama dan sebaiknya kurangi menonjolkan kenormalan tokoh kakak di abstrak. Latar dystopia standar + tokoh standar ... promosi seperti itu ditempatkan di abstrak ... Kakak agak terlalu jujur.
2. Sampul
Sampul sudah beberapa kali mengalami perubahan, tapi saya paling suka sampul dengan konsep sekarang. Siluet seorang pemuda berdiri menatap deretan gedung gemerlap. Seperti sebuah kegelapan yang mengintai cahaya. Seekor semut di dekat seekor gajah. Secara keseluruhan, sampul yang ini berhasil menggambarkan tema cerita. Warna kelam dari langit dan cahaya yang terlalu gemerlap di gedung, diwarnai sama font futuristik yang digunakan di sini hasilnya jadi keren banget. Beruntung banget bisa bikin sampul yang sesuai begini sama isi novelnya.
3. Tema
Rakyat vs penguasa diktator adalah tema dasar dari sebuah kisah dystopia. Sebuah masa depan yang lebih buruk dari sekarang dan kebanyakan mengangkat tema permasalahn lingkungan, masyarakat sosial yang dikota-kotakkan, dan pemerintahan yang korup dan diktator. Dystopia yang emang mulai nge-hits sejak Catniss kayaknya nggak akan pernah surut menelurkan kisah senada demi mengkritik pemerintahan dan kondisi lingkungan sekarang. Dan meski tema-tema sejenis bermunculan di berbagai media, tema utama pemberontakan kayaknya emang nggak akan pernah bosan diangkat.
Di kisah ini, tema utamanya mengikuti stereotip dasar dystopia dan stereotip dasar dari kisah futuristik semacam ini yang erat kaitannya dengan pemberontakan.
Pilihannya tinggal, mau tokoh yang mana yang diambil. Pilihan kak Alva kali ini jatuh pada rakyat dari salah satu kasta paling rendah. Itu bisa jadi promosi yang bagus di abstrak, alih-alih 'pemuda normal'.
Karena chapnya masih chap sepuluh dan perjuangan Aldric baru dimulai, saya rasa petualangan remaja normal satu itu masih patut ditunggu, karena banyak misteri menyangkut masyakarat, mulai dari tes yang diadakan untuk mengkotak-kotakkan semua orang, identitas sang pemerintah super sendiri, bagaimana cara Aldrc bertahan hidup, dan apakah cita-cita Aldric berhenti di hanya hidup semata.
Mister-misteri itu layak disaksikan bersama.
4. Alur
Alur sampai chapter 10 masih konsisten dengan alur maju tanpa ada kilas balik. Itu sesuatu yang bagus jika mengingat beberapa novel dystopia banyak mengandalkan kilas balik di sepuluh bab awal.
Tapi ada beberapa logika yang kurang. Dari alur diwakili oleh adegan ini.
Ini yang saya bilang The Power of Kebetulan bin Kepepet. Flor nemu sebuah kotak lusuh yang kayak barang bekas tapi ada nama Aldric di dalamnya, di satu titik di tembok yang entah seberapa luas keliling maupun dimensinya.
Jika pun kita anggap Flor satu-satunya Manusia yang lihat kotak itu di tembok yang dijaga sama pasukan Delta, jika pun dia yang pertama kali lihat (karena nggak dijelaskan jam berapa atau bagaimana kondisi saat dia nemuin ntu kotak), jika pun Flor punya banyak waktu seharian, kalau nggak ada penjelasan bagaimana dia bisa menelusuri seluruh titik tembok wilayah Synithis, probabilitas Flor yang menyerahkan kotak itu ke Aldric itu kurang dari 50%. Masih ada pengaruh The Power of Kebetulan yang cukup besar buat Flor jug ujug nyerahin kotak itu sambil bilang "Aku menemukan kotak ini di sekitar tembok dan ini atas namamu."
Kalau di depan pintu rumah, wajar. Areanya sempit dan Aldric masih sekolah juga. Saya juga nggak liat ada larangan buat Delta masuk ke wilayah Synithis, jadi jika seperti itu, lebih masuk akal kalau Flor bilang 'ketemu', bukannya mencari.
Oiya, btw, nama Synithis itu ... ada alternatif lain? Namanya kedengaran nggak sehat. Saya jadi ingat Sinusitis mulu.
5. Penokohan
Di sepuluh chapter awal ini, saya belum diberi gambaran jelas mengenai kepribadian masing-masing karakternya selain beberapa ciri yang mereka miliki. Tapi mari kita bahas apa saja yang sudag kita peroleh sampai chapter terakhir yang saya baca.
Pertama, tokoh utama kita, Alfa. Untuk ukuran seorang tokoh di cerita dystopia, dia cukup sensitif dan banyak mengeluarkan air mata. Untuk ujuran remaja hormonal yang gampang naik pitam, dia naik pitam seperti perempuan. Itu bukan hal yang buruk. Saya berasumsi, itu bisa jadi daya tarik. Dan sepuluh chapter awal, kak Alva menunjukkan jika sikap cengeng Alfa bisa melenceng kejauhan, sensian macem cewek PMS, dan jadi bersalah banget. Good trait, walaupun agak lucu diterapkan ke anak lelaki.
Flor menjadi tritagonis yang paling menonjol. Saya rasa pembawaan karakter dia jauh lebih lembut daripada karakter Bryan yang kata Alva adalah sahabatnya. Dia tetap berjalan lurus pada karakter yang diberikan tanpa pernah keluar jalur. Dibandingkan si bapak penjaga perpus, saya lebih mengharapkan kejutan dari dia nantinya.
Bryan, pemuda yang katanya sahabat Alva. Dia punya potensi jadi karakter berengsek jauh lebih besar dari karakter perundung numpang kewat yang biasa nampang di adegan sekolah. Dari sepuluh chap awal, masih belum bisa diterka dia ada di bagian figuran, tritagonis, atau deuteragonis. Tapi dia adalah karakter berengsek yang perkembangan karakternya paling jomplang di seluruh cerita. Tidak ada angin atau hujan, tetiba karakternya berubah dengan alasan yang bahkan nggak dijabarkan dalam cerita.
Membuat twist itu boleh dan sah-sah saja, tapi kalau mendadak tanpa ada sebab atau petunjuj sama sekali seperti itu, kak Alva, Kakak terkesan seperti pengarang yang bergantung pada mood dan akan langsung memotong cerita sampai tamat jika sudah buntu ide.
Oke, kak Alva sudah bahas ini, tapi sekadar mengingatkan, reaksi yang kurang naratif ini yang saya bilang, rasanya seperti berkendara di jalan yang banyak marka kejut dan lubangnya. Deg, lompat gitu.
Sekali lagi, nge-troll dan nge-twist pembaca itu boleh, tapi kalau pembawaan narasinya tiba-tiba dan tahu-tahu kita dihadapkan pada tokoh yang sama sekali nggak kaget walau baru saja dengar sebuah konspirasi besar, bukannya malah kager dan kagum, kita malah merasa ada paragraf rumpang di tengah cerita.
6. Latar
Meaki penjelasan soal latar saya rasa sedikit kurang beberapa kalimat, penjelasan soal struktur bangunan sekolah antar kasta itu bisa dibilang cukup baik.
7. Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan kak Alva konsisten pada sudut pandang orang pertama sebagai tokoh utama.
Selain kekurangan logika yang sudah saya sebut, banyaknya jumlah kata 'ku' maupun 'aku' yang diulang dalam satu paragraf menjadi masalah utama dalam pembawaan sudut pandang.
8. Gaya Bahasa
Untuk penjelasan teknologi antah berantah yang serba ajaib berbekal teknologi tinggi, ada baiknya kak Alva menggunakan gaya bahasa yang cukup nge-blend ke dalam narasi sebagai perkenalan teknologi. Narasi yang saya rasa bisa jadi panutan dalam penjelasan semacam ini ada di banyak novel fiksi ilmiah, Eoin Colfer saya rasa cukup berhasil mencampurkan penjelasan teknologi ke dalam ceritanya secara natural.
Tidak ada larangan memakai bunyi-bunyian, tapi jika bunyi seperti contoh "DEG" kamu di atas, komiklah yang sepatutnya memuat bunyi semacam itu.
Dan sebagai tambahan, kenapa ada huruf yunani kuno? Apa Yunani bahasa resmi di dunia Alfa?
No, no, no. Jangan pakai angka untuk awal kalimat ya. Angkanya diganti huruf saja.
Angka yang masih bisa ditulis dengan tiga kata, tulislah dengan huruf. Misal: delapan belas,
Dan jangan lupa baca kata depan di, ke, dari. Mereka bertiga dipisah jika ingin menunjukkan keterangan tempat.
9. Unsur Ekstrinsik (Teknologi, Sosial, Budaya)
Ciri seorang pemimpin, minimal dia punya penyusun pidato yang baik. Kalau tidak, namanya akan dengan mudah tercoreng di depan khalayak. Saya mau bertanya, apa Alpha kita tidak punya sekretaris?
Selain itu, ada baiknya sekalipun kamu ingin membuat tokohnya berkesan dingin dan kejam, jangan langsung gunakan "genosida". Kekuatan rakyat bisa sangat menakutkan. Terutama karena kamu bilang, ada Beta yang simpati pada Teta dan Iota.
Dan Why kamu use Alpha padahal in dictionary tulisan right buat Alpha adalah Alfa?
10. Kesimpulan
Karya ini punya banyak sekali potensi. Karya distopia semacam ini adalah kritik sosial yang ampuh jika digunakan dengan baik. Karya ini mengajarkan bahwa sistem kasta dan diktator itu tidak baik.
Tapi penulisan masih kurang rapih dan masih harus diperbaiki lagi agar para pembaca lebih nyaman.
Tetap teruskan tulisan ini. Saya tunggu revisian kamu.
-
Penutup
Nilai Akhir: 2.0/5
Sisa Antusiasme? 20%
Lanjut baca? TIDAK (Untuk saat ini. Tapi jika ada revisi, kabar-kabari saja)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top