Sang Terpilih vs Sang Pemilih

Pernah dengar tokoh The Chosen One?

Nggak? Jelaslah. Itu istilah buatan saya kok.

Pernah dengar tokoh The Moved One?

Nggak? Ya iyalah, baru aja saya bikin itu istilah.

-

Saya ganti pertanyaannya.

Pernah nggak kalian baca, di satu cerita, tokoh utama kalian melawan tokoh jahat karena terpilih oleh sebuah kekuatan mahabesar, wangsit alias ramalan, atau sekadar firasat? Pernah dengar cerita semacam itu?

Sekarang,

Pernah nggak kalian baca, di satu cerita, tokoh utama kalian melawan tokoh jahat karena punya dendam, orang yang dia sayangi tersakiti, mendapat kewajiban yang nggak bisa dielakkan, atau sudah kehilangan segalanya?

Bisa kalian kasih contohnya masing-masing kan?

-

Sebenarnya aspek ini masuk plot dan penokohan sekaligus, karena salah satu kuat di Tokoh, sementara satu lagi kuat di Plot. Bisa keduanya. Jadi akan saya sebut Stereotip The Chosen One dan The Moved One saja.

-

Q: Kenapa nggak Sang Terpilih dan Sang Pelopor?

Saya nggak suka kalau nggak ada rima-nya.

-

Q: Tapi kan bahasa Inggrisnya jadi aneh!

Saya nggak pernah bilang, saya jago bahasa Inggris. Yah, sekali-kali menunjukkan kebodohan, nggak apa-apa lah ya. BIar click-bait kayak para youtuber itu! Haha

-

Ini sebenarnya topik yang mungkin agaknya akan menyinggung beberapa pihak, apalagi fandom garis keras yang gampang terpelatuk. Jika kalian merasa menjadi bagian dari fandom itu dan dirasa nggak akan bisa ngendaliin emosi di lapak orang, saya persilakan kalian pergi.

-

Oke, seperti yang saya bilang, Sang Terpilih adalah tokoh yang dipilih lewat ramalan atau wangsit. Bahkan dalam beberapa karya, sebuah firasat.

Yeah, kind of funny. I know right?

Cukup satu kalimat sih. "Aku bisa merasakannya. Aku yakin dialah orang yang tepat." Dan emang, bum, si tokoh utama kita yang ternyata awalnya diremehin banget, punya bakat yang overpower. Lahirlah The Chosen One. Dan uniknya si pencari itu berhasil mendapatkan The Chosen One setelah berulang kali gagal.

Oh, sungguh kebetulan yang indah.

Bukan berarti saya nggak suka The Chosen One ya. Stereotip ini banyak digunakan di buku-buku middle grade alias buku anak-anak dan remaja. Kenapa?

Karena The Chosen One itu menghemat halaman di satu buku.

Tinggal bilang: "Nak, hanya kau yang bisa menyelamatkan dunia!", udah deh, pembentukan motivasi sebentar, bertarung dan meyakinkan sang protagonis, lalu langsung nyambung ke latihan bertubi-tubi untuk jadi The Chosen One sejati. Kadang dipenuhi petualangan magis yang lucu dan waw sekali.

Akibatnya, oke, emang di satu buku kisah dia tipis banget. Tapi meluber ke vume-volume selanjutnya yang biasanya tambah tebel (<--ini sih hukum tak terbantahkan di fiksi ya, makin tua makin tebel kisahnya. Haha)

Makanya, stereotip The Chosen One ocok buat anak-anak dan remaja muda yang nggak bisa lihat buku tebel atau mau kenalan sama buku dan pengen petualangan seru. 

-

Beda halnya dengan The Moved One

Tokoh yang digerakkan oleh motivasi kuat. Bukan berarti lolos dari stereotip The Chosen One. Malahan, di beberapa novel best seller, sub-plot The Chosen One dipakai untuk memperkuat motivasi tokoh, bahwa karakter ternyata diramalkan sebelumnya bakal menggulingkan sebuah tirani raksasa. Tapi di lapangan, The Moved One peduli setan sama semua ramalan itu. Dia cuma melakukan apa yang menurut dia benar. Apa yang jadi tujuannya. Dia fokus ke sana. Dan di beberapa novel, dia bahkan bukan The Chosen One sama sekali. Dia malah harus ngelawan The Chosen One beneran.

Tapi yah, di kenyataan, nggak ada yang bener-bener murni The Moved One atau The Chosen One. Adanya salah satu stereotip yang mendominasi.

The Chosen One pun ada yang digerakkan motivasi lebih dulu.

The Moved One ada yang digerakkan oleh kekuatan mereka yang overpower atau biasanya penyintas dari klan mereka yang udah punah atau emang satu-satunya yang punya kekuatan lebih dari semua orang buat melawan.

-

Q: Terus, kakak nggak suka The Chosen One?

Suka. Apalagi dulu pas masih anak-anak. Cuma kalau sekarang, saya lihat-lihat dulu. Jika bukunya memang untuk segmentasi maksimal Middle-Grade, saya masih oke. Tapi kalau YA apalagi NA pake stereotip The Chosen One, yah ... saya cuma berdoa, semoga itu karena penulis punya pesan moral lain yang lebih besar yang ingin disampaikan di sepanjang cerita, bukan sekadar motivasi yang mendorong protagonis. 

Dan moga-moga bukunya nggak meluber ke mana-mana. Dan semoga, amanat apa pun yang hendak disampaikan, tidak berujung menggurui pembaca. 

Kembali ke stereotip The Chosen One, kenapa saya anggap segmentasi YA dan NA nggak cocok pakai stereotip ini sebagai roda gigi utama cerita?

Stereotip The Chosen One selalu membuat pembaca berpikir, "Oh, cuma dia nih yang bisa nolong!" dan stereotip ini emang berguna untuk menumbuhkan sifat heroisme dalam diri anak-anak. Bahwa pahlawan itu ada dan bisa dari mana aja. Yah, cuma jelasin kekuatan supernya itu gimana gitu loh.

Tapi tentunya untuk tokoh yang berusia remaja dan dewasa, dengan segmentasi pembaca dewasa, beberapa orang akan menemukan, stereotip semacam ini nggak kuat sebagai penggerak tokoh utama:

"Ih, gampang banget ketemunya."

"Ih, gampang banget dibujuknya"

"Ih, nggak mau nolak atau nanya-nanya dulu gitu? Secara, keselamatan dunia bukan urusan dan kemauan dia juga"

Dan pada akhirnya, untuk memikat pembaca dewasa yang mulai minggat, biasanya akan diberikan tragedi mengenaskan pada sang protagonis dan fuala, teknik itu berhasil sekali. Saya terpikat karena semua tragedi itu.

-

Q: Emangnya apa sih kelemahan stereotip The Chosen One?

Begini, saya susah percaya ada kisah The Chosen One yang bakalan tamat di, minimal, trilogi. Tanpa ada ekor-ekor lain di belakangnya.

Plis. Saya udah capek ketipu.

Kenapa?

Kelemahan terbesar kisah The Chosen One adalah terbentuknya motivasi. Logikanya, jika ujug-ujug ada yang ngomong ke kalian: "Sebentar lagi monster akan bangkit! Kamulah satu-satunya yang bisa menyelamatkan umat Manusia!" apa kalian akan langsung: "Oke" atau mikir-mikir dulu? The Chosen one biasanya gak punya banyak pilihan. Biasanya ada kondisi yang bikin, entah pilihan dia dipersempit atau waktunya yang dipersempit.

Nah, karena mereka ujug-ujug dipilih, kebanyakan tokoh The Chosen One menjalani latihan berhari-hari untuk menempa motivasi mereka. Ada yang kabur, ada yang bersembunyi, ada yang berlatih, ada yang dicuci otak, ada yang menjalani siksaan, seperti Kaneki di atas.

Tapi ada satu garis tipe plot yang sama: mereka merasa kejahatan (lawan mereka), semakin lama semakin memakan dunia mereka. Bum, di sanalah mereka baru termotivasi untuk bergerak dan plot pun baru mulai berjalan secara optimal.

Nah, selama motivasi terbangun inilah, buku kisah mereka meluber. Dari yang awalnya cuma pengen tiga buku, eh ternyata nggak cukup.

-

Q: Contoh The Chosen One?

Banyak. Seperti yang saya katakan, kebanyakan dari fandom besar. Karena segmentasi pasar mereka luas. Anak umur 13 tahun pun boleh baca. 

Selain itu, ngebangun kisah mereka gampang, jadi ada banyak ruang untuk komedi dan petualangan yang bikin semua kalangan tertarik. Tapi kebanyakan author biasanya terlena sama petualangan dan jadinya apa?

Kalau nggak melar novelnya ke mana-mana ya ... konflik serba numpuk di akhir.

Contoh gampangnya di bawah ini:

Harry Potter

Untuk Harry Potter, yah, kita udah taulah ya. Ada ramalan yang meramalkan Voldemort bakal dikalahin. Percy Jackson juga sama.

Untuk Harry Potter, juga lumayan mendingan, karena seenggaknya, ada alasan-alasan yang digelontorkan J.K. Rowling di buku terakhir yang numpuk abis konfliknya. Ada sedikit penjelasan logika di balik keputusan dia, dan saya ngerasa cukup rasional dengan membiarkan Harry bertambah kuat sebanyak tujuh buku. Paling nggak, penjelasan beliau di akhir bisa bikin saya sedikit lupa sama konflik yang meluber di buku ketiga dan kelima.

Walaupun saya jadi bertanya-tanya, kenapa ada buku kedelapan ini lho. Apa ini cuma versi novel dari mausript drama panggungnya aja kah?

Lalu, ada Percy Jackson

Untuk Percy Jackson ... alasannya lumayan sama kayak Harry Potter. Tapi karena emang basis Rick Riordan itu komedi dan beliau kayaknya keasikan tenggelem ke dunia mitologi beliau, jadilah ada Mark of Athena, Son of Neptune, Camp of Halfblood ... saya nyerah.

Mereka berdua pengguna konsep The Chosen One murni. Awalnya memang memperlihatkan seolah mereka itu Sang Pemilih, tapi semakin banyak jumlah bukunya, semakin kelihatan kalau ternyata sebelum mereka termotivasi, sudah ada ramalan lebih dulu yang menyebut mereka. Dan yang awalnya bergerak karena motivasi, jadi bergerak karena ramalan.

-

Q: Tapi kan buku jaman sekarang, nggak ada yang pake murni The Chosen One!

Emang ada. Makin banyak malah. Mereka menggunakan stereotip The Chosen One murni untuk memperkuat motivasi tokoh aja, bukan yang menggerakkan. Tapi sang protagonis ujung-ujungnya bergerak juga berdasarkan ramalan itu secara tidak sadar.

Dan untuk membuat pembaca semakin tertarik, biasanya mereka membuat variasi. Entah ramalan ternyata berubah di tengah-tengah atau ramalan tetap terpenuhi tapi dengan eding dan proses yang berbeda sama sekali.

Contoh novel semacam ini ada di:

Amber in The Ashes Tetralogy

Tokoh utama, Laia, nggak tau ada ramalan soal dia. Ada dan udah tau pun, masa bodo. Dia cuma mau nyelametin kakaknya. Eh, tentu aja, takdir nggak sebaik itu dong. Laia bikin kesalahan fatal dengan biarin raja jin dapetin satu kepingan kekuatan terakhir dia dan bum, Laia ternyata memenuhi ramalan. Konsep yang wow menurut saya.

Stolen Songbird Trilogy

Kasus yang sama untuk Stolen Songbird trilogi. Danielle L. Jensen termasuk yang loyal sama pernyataannya. Trilogi ya trilogi. Nggak usah nambah-nambah. Walaupun motivasi cintanya Cecil bikin saya geli setengah ampun, yang penting konsisten.

-

Q: Ada The Chosen One yan Meh nggak, menurut Kakak?

Ada. Terkenal lagi. Masuk nominasi 20 best Scifi books of all time, lagi.

Red Rising sebenarnya bagus. Dia sama kayak Amber in The Ashes yang pakai The Chosen One jadi sub-plot aja. Cuma, nggak kayak Sabaa Tahir yang main halus. Pierce Brown agak .. jeplak kalau narasiin.

"Aku yakin dia orangnya. Aku bisa merasakannya."

Cukup dengan satu kalimat itu, ambyar motivasi saya buat beli buku lanjutan kisah Darrow. Secara, ini buku segmentasi NA, tapi dengan terang-terangan salah satu tokohnya bilang begitu tanpa ada basis ilmiah, firasat, ramalan, atau apa pun. Basisnya cuma satu, pengamatan murni, dari fisik dan pengalaman Darrow dan kenyataan bahwa Darrow berhasil menangin koloninya. Padahal sebelum ini dia juga udah mengamati merah-merah yang lain yang sama bagusnya kayak Darrow, dan gagal. Banyak orang yang lebih baik dari Darrow gagal, dan cuma karena sekarang dia punya firasat bakal berhasil, jeng jeng langsung bener dong.

Sekali lagi, kebetulan yang indah sekali.

Darrow itu sebenernya punya motivasi. Cuma karena dia orangnya bersyukurrrr banget sama hidupnya, dia ya udah, maunya nyerah aja. Seharusnya sih disiksa lagi si Darrow. Biarin dia hidup sebagai siksaan dia, jangan biarin dia mati, biarin semua orang yang dia sayangi mati, barulah motivasi dia kebakar dan nggak padam di tengah-tengah dan jadi meluber ke buku ke4-6 begini. Jadi ketika Pierce Brown diwawancari dan bilang: "Sebenernya di mata tokoh lain, Darrow itu kelihatan sebagai antagonis."

Yeah, Saya nggak heran sih. Darrow itu kayak Obito versi bagus, terus Harmony and The Gang itu Madaranya. Si Obito Better ini sih motivasinya udah kelar waktu gubernurnya mati, eh malah dipanasin buat ngubah tatanan semesta dong. Buat almarhum istri tertjintah.

Kalau gue, jadi istrinya yang sekarang mah sakit hati. Kayak nggak dianggap gitu.

Terus, ada satu lagi, satu pengarang lain yang nggak kalah tenar dari Victoria Aveyard bahkan dijuluki Mother of Fairies karena bahasan dia Fae mulu.

Sarah J. Mass dengan Prythian Saga miliknya

Sebagai protagonis, Feyre sebenernya nggak salah. Saya juga ngeh sama usaha Mbak Sarah yang pengen ngomong: "Hubungan cinta abusif yang didominasi laki-laki tanpa kerja sama antar pasangan itu nggak sehat."

Ya, paham sih. Cuma perkembangan karakternya itu lho. Lamaaaaaa banget. Nyiksaaaa banget. Jadinya perkembangan karakter Feyre itu lambat ampun-ampunan, kebanyakan narasi berbunga, dan pas karakter Feyre berkembang ya, bland. Nggak ada rasanya. Udah capek sama keluhan dan asik masuknya dia sepanjang 400 halaman lebih.

Yah, nggak heran sih. Sarah J. Mass menurut saya, hobi banget menenggelamkan diri sendiri. Buku dia bisa apik, bisa singkat, tapi cara dia menyusun kalimat per kalimat yang diapit minimal 2 adverb itu loh yang capek mata. BIkin buku dia tebelnya alaihim. Berseri pula! Tokoh antagonisnya masih hidup pula di akhir! Ternyata mereka belum menang pula! Capek deh, jangan bilang trilogi dan bakalan ada petualangan baru oleh tokoh baru, mbak, kalau antagonis yang kudu dibunuh ya itu lagi, itu lagi.

-

Q: Terus The Moved One gimana?

Biasanya stereotip The Moved One murni, kalau nggak dendam, ya nolong seseorang. Cuma satu orang ya. Nggak seluruh dunia. Banyakan mereka tujuannya simpel, kayak cuma mau nyelamatin saudara. Cuma mau dapat makanan.

Itu uniknya stereotip ini, sekaligus klisenya mereka. Nggak muluk-muluk, pertanda kalau pikiran mereka dewasa. Tapi akhirnya malah jadi overused motivation, alias udah menstrim banget motivasi mereka, apalagi yang balas dendam.

Biasanya, yang saya suka dari tipe stereotip ini ya beracunnya lingkungan mereka, tabok-able nya para tokoh pendukung di sekeliling mereka. Itu bikin gereget banget.

Biasanya The Moved One nggak makan banyak buku. Soalnya dia cuma berkutat sama pergerakan buat ngalahin musuh. Motivasi bergerak seiring cerita dan udah kebentuk sejak awal, nggak perlu bentuk motivasi dari nol.

-

Q: The Moved One nggak ada yang campuran sama The Chosen One gitu?

Udah disebutin di atas, Neng. Budayakan jari-jari Anda untuk gulir layar ke atas.

-

Q: The Moved One yang menurut Kakak bagus?

Untuk The Moved One, seperti yang saya bilang. Seperti The Chosen One, mereka nggak murni bergerak karena motivasi. Biasanya, mereka punya kekuatan lebih dari yang lain, makanya tergerak untuk maju. Selain karena punya kekuatan lebih kuat, mereka biasanya disudutkan dan kehilangan banyak hal, yang pada akhirnya jadi motivasi tambahan bagi mereka untuk maju. Contoh dari stereotip The Moved One seperti ini di antaranya:

Lunar Chronicle

Seperti yang saya bilang, tokoh utama biasanya punya kekuatan terpilihatau pemberontak dari kaum yang mendominasi. Cinder punya motivasi lebih karena hidup dan dibesarkan sebagai Manusia bumi yang melihat bagaimana manusia bulan menindas dan memperalat manusia bumi. Dia nggak mau lihat perang, jadilah motivasi itu terbentuk.

Ada satu lagi: Hunger Games.

Hunger Games malah contoh yang lebih ekstrim. Tokoh utamanya biasaaaa amat. Cuma punya kemampuan memanah. Tapi yah, yang namanya the Moved One, buth plot armor. Dan untungnya, plot armos tokoh satu ini cukup bisa ditoleransi lah. (andaikata nggak pingsan si Katniss-nya mah saya suka banget)

Seperti semua protagonis tipikal The Moved one, Katniss dkk punya motif masing-masing walau seiring berjalannya cerita berubah. Dan harus saya akui, semuanya simpel. Nggak ada yang mau nyelamatin dunia. Nggak ada yang mau buang nyawa secara heroik. Murni mereka bergerak karena ego dan dari sanalah, saya merasa mereka manusiawi.

Walau kadang nggak mengundang empati.

-

Q: Ada nggak The Moved One yang Kakak nggak suka?

Ada. Yang baru-baru ini lumayan terkenal, siapa lagi?

Red Queen Saga buatan Victoria Aveyard.

Awalnya trilogi, eh gajadi ding, tetralogi.

Rasanya mau ngamuk saya ke Mbak Victoria. Soalnya dalam hati saya udah mikir, "Seri perdana aja udah gini, gimana nelurin yang baru?" Bisa-bisa bukan pindah universe, tapi bahas cucu sama cicitnya Mare.

Dan saya gemes. Nggak tahan buat nambahin emak-emak Shadowhunter kita yang nggak mau kelarin Shadowhunter universe milik dia: Cassandra Clare.

Sebenernya motif dari tokoh utama itu bagus. Kisahnya juga, walaupun hormonal, tetep bagus. Walaupun saya agak sebel di permainan perasaan yang banyak banget. sih.

Cuma ... pengarang satu ini kayak nggak mau universe miliknya kelar. Dan bukan dalam cara seperti Stephen King yang bikin semua universe dia ternyata ada di satu makroverse, dia bikin di satu garis waktu yang sama dong. Beda waktu sama tokoh doang dong. Plis, Mbak, kita butuh imajinasimu yang lain selain para shadowhunter ini.

Dan nggak ketinggalan, cerita jebolan wattpad.

ARUNA SERIES DONGGGGG!!!

Hahaha, saya ngata-ngatain orang di awal, padahal kenyataannya Aruna series juga bodong. Motivasi tokoh kebentuk di trilogi awal, bener sih, tapi companion novel dan novella nya itu nggak kira-kira! HAHAHAHAHAHA

Nggak ngerti deh kenapa saya demen banget sama dunia Aruna Series. Hahaha.

-

Oke, mungkin saya yang kelewat baper. Mungkin saya emosian. Mungkin saya neting karena dompet saya udah terlalu kering. Tapi sebagai pemilik sah dari dompet dan anggaran pribadi, saya berhak stop dan kucurin anggaran sesuai kemampuan kan?

-

Yak, apa saya bilang? Work ini tuh isiya curhatan saya doang! Curhatannya nggak guna, lagi. Haha.

Jadi nggak usah mengira akan dapat pembelajaran banyak di sini, karena saya cuma penulis amatir yang hobi memuaskan ego sendiri. Haha.

Oke, segitu curhat saya soal Tipe Sang Terpilih vs Sang Pemilih

Kalian lebih suka stereotip yang mana?



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top