9. Melempar Kail
Versi lengkap bisa diakses di google play store dan Karya karsa Nia Andhika
###
"Sorry, banget ya sayang. Hujannya tiba-tiba aja deras banget. Akhirnya macet dan baru sampai deh," suara Bhumi terdengar begitu Juni membuka pintu mobil lalu mendudukkan dirinya di sebelah Bhumi.
"Nggak apa-apa. Lagian kalau hujannya terlalu deras sama angin kencang takut juga kalau jalan. Takut tiba-tiba aja ada pohon atau papan reklame roboh." Juni memang tak terlalu mempermasalahkan keterlambatan Bhumi yang baru tiba di kantornya satu jam setelah jam kerjanya berakhir.
Lagi pula Juni perlu merangkai kata, menyusun kalimat yang akan ia lontarkan untuk pria yang terlihat fokus pada jalanan di depannya itu.
"Kita makan dulu sebelum pulang ya, Bang. Udah mulai gelap juga nih." Mungkin dengan makan malam dan suasana yang tenang, Juni bisa membahas apa yang ingin ia ketahui dengan tenang.
"Fine dining?" Bhumi masih ingat jika Juni mengajukan permintaan itu tempo hari.
"Jangan sekarang. Aku dekil gini masih pakai baju kerja. Kamu juga cuma pakai kaus." Bhumi tersenyum.
"Oke mau makan di mana?"
"Seafood ya. Pengin lobster atau kepiting."
"Siap, Nyonya," Bhumi mengangkat tangannya memberi hormat. Selanjutnya perjalanan mereka hanya mereka isi dengan obrolan random. Berganti dari satu topik ke topik lainnya. Hingga akhirnya topik yang mereka bicarakan berhenti pada Wedding Organizer, Make up artist, hingga dekorasi pernikahan.
"Kamu tenang aja, Sayang. Nanti kalau kita nikah, apapun rencana kamu itu bakal terwujud deh." Mau tak mau terpaksa Bhumi mengiyakan apa saja yang ada di kepala Juni. Gadis itu terus membicarakan segala tetek bengek pesta pernikahan namun tak menyebut Bhumi akan ambil bagian di sana. Juni selalu mengatakan "Kalau aku nikah nanti, aku pengin ...," bukan kalimat "Kalau kita nikah nanti," Bhumi benar-benar dibuat kesal.
"Itu kalau kamu nggak ingkar janji, Bang. Kalau tiba-tiba kamu selingkuh kayak kemarin? Au ah, ogah banget. Belum apa-apa aja sudah diselingkuhi." Juni mulai melempar kail.
"Kan aku sudah cerita ke kamu semuanya. Masak diulang-ulang lagi."
"Kamu sedekat apa sih sama bu Sefrine? Kok sampai akrab dengan si Mika. Dia tuh kelihatan banget kalau suka sama kamu. Jangan pura-pura nggak tahu. Berarti kamu kenal Pak Bian juga dong." Bhumi mengurangi laju kendaraannya hingga akhirnya berhenti sempurna di pinggir jalan.
Juni menoleh heran, tak mengerti kenapa pria itu tiba-tiba menghentikan kendaraannya.
"Di depan ada pohon tumbang," tunjuk Bhumi pada jalanan di depannya. Beberapa kendaraan tampak berhenti dan dari kejauhan sebuah pohon besar tampak menghalangi jalanan.
"Kita putar balik?"
"Nggak usah. Jauh banget kalau sampai putar balik apalagi tadi jalan yang kita lewati banjir kan tadi.Tunggu aja siapa tahu sebentar lagi bisa lewat. Tuh lihat ada mobil pemotong pohon milik dinas lingkungan hidup datang. Sepertinya sebentar lagi pohonnya bakal disingkirkan." Mau tak mau Juni mengangguk. Mendapat persetujuan dari sang kekasih, Bhumi-pun memarkir mobilnya di sebuah area parkir ruko tak jauh dari posisi mobilnya semula berhenti.
"Terus gimana?" Juni kembali memulai topik pembicaraan setelah mobil Bhumi terparkir sempurna.
"Apanya?" pria itu sepertinya melupakan topik yang baru saja mereka bahas. Atau mungkin sengaja tak ingin membahasnya.
"Kamu kok bisa dekat banget sama Bu Sefrine. Berarti akrab juga dong sama Pak Bian." Terdengar helaan napas Bhumi berat.
"Aku baru tahu kalau suami Sefrine atasan kamu di kantor. Aku baru tahu saat melayat beberapa hari lalu."
Juni seketika memalingkan pandangannya.
"Oh ya? Masak kalian begitu dekat tapi tak mengenal suami bu Sefrine? Lalu si Mika. Dia kelihatan banget kalau suka sama kamu. Kamu pasti janjiin sesuatu, Bang."
Lagi-lagi Bhumi menghela napas berat. "Kamu kapan sih nggak berpikiran buruk sama aku? Di mata kamu aku selalu jadi tukang selingkuh. Kalau posisinya aku balik gimana? Kamu ke rumah atasan kamu itu dengan dua orang teman laki-laki kamu."
"Teman kantor, Bang." Juni menyela cepat.
"Meskipun kamu bilang teman kantor, memang bisa dipastikan kalau kamu nggak punya hubungan khusus dengan salah satu diantara keduanya? Apa lagi pria yang badannya tinggi besar, pandangannya ngikutin kamu terus. Kayak takut kalau kamu dilirik orang aja. Jangan lupakan fakta kalau kamu juga ada hubungan dengan suami Sefrine." Bhumi berkata tanpa jeda. Membuat Juni seketika mengatupkan mulut. Sialan kenapa justru semuanya terbalik.
"Yang Abang bilang tinggi besar tuh Bang Mike. Dia udah seperti kakak bagiku. Dia orangnya protektif dan Abang nggak perlu mikir jelek karena aku cukup akrab dengan istri dan anak-anaknya. Sama halnya dengan Satrio. Pria yang kemarin bersamaku dan Laras. Kami dari dulu kemana-mana sering berenam bersama istri-istri mereka. Kami kenal juga nggak satu atau dua tahun. Aku justru lebih mengenal mereka dari pada Abang. Kalau masalah Pak Bian, itukan akibat Abang yang nggak buka mulut. Ya sudah sekalian aku bilang aku teman Pak Bian. Biar kebohongan kita sempurna di depan Mika." Juni menutup penjelasannya dengan seringai di bibirnya.
"Tapi sepertinya yang aku tangkap berbeda. Apa lagi melihat respon kedua orang tua Bian beberapa waktu lalu. Makanya tak heran jika Sefrine mencari pelarian. Ternyata suaminya bermain-main dengan bawahannya."
"Heh! Apa maksud Abang ngomong gitu. Siapa yang bermain-main? Abang yang selingkuh sama Mika tapi kenapa aku yang dituding nggak-nggak." Juni tanpa sadar memukul dasboard keras-keras. Bhumi sudah keterlaluan. Sedari tadi ia berusaha tidak terlalu mengulik masalah pemberitaan tentang Bhumi di media. Namun kini ia merasa dipojokkan oleh pria itu.
"Abang nggak usah pura-pura bodoh dan nggak tahu apa-apa. Aku tahu semuanya. Termasuk hubungan kamu dengan Bu Sefrine. Sedari tadi aku diam aja, tapi sekarang aku sudah nggak tahan buat ngomong. Kamu kan pria yang menjadi selingkuhan Bu sefrine. Bahkan wajah kamu sudah ada di mana-mana." Juni melemparkan bomnya.
Bhumi seketika membeku. Pria itu masih tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
"Sekalian aja ya, Bang. Abang tahu sendiri kan aku tuh orangnya seperti apa. Selalu blak-blakan dan nggak mau mikir yang ribet-ribet. Kamu ngaku aja, kamu kan pria yang menjadi selingkuhan bu Sefrine. Makanya kamu dipanggil untuk menjadi saksi. Kamu berkaitan erat dengan kematian wanita itu. Berita itu sudah menyebar jadi kamu tak perlu mengelak." lanjut Juni.
Hening. Tak ada yang membuka mulut selama beberapa waktu.
"'Bhumi Prasojo, pria yang sebelumnya diketahui sebagai kekasih Sefrine Amanda dipanggil untuk menjadi saksi. Beberapa saksi mengatakan jika Bhumi Prasojo adalah orang terdekat kedua setelah Bagus Himawan yang diketahui berada di tempat kejadian saat Sefrine Amanda meninggal.' Aku masih ingat banget kalimat itu, Bang." Juni mengulang kalimat dari situs berita online yang beberapa saat lalu ia baca.
"Bagus Himawan-lah kekasih Sefrine. Baca lagi dengan teliti. Pria itu sudah mengakuinya. Aku hanya berteman dekat dengannya. Saat kejadian kita juga sedang bersama kan? Kamu datang ke rumah saat ulang tahun mama."
"Iya memang Bagus yang saat itu bersama Bu Sefrine. Tapi kamu kan salah satu selingkuhan dia. Lagi pula nih Bang. Abang umurnya tiga puluh Tiga. Bu Sefrine empat puluh. Terus gimana ceritanya kok dia bisa jadi kakak tingkat kamu saat kamu masih duduk di bangku kuliah? Jarak usia kalian tuh tujuh tahun. Emang Bu Sefrine jadi mahasiswi abadi sampai nggak lulus-lulus demi bisa jadi kakak tingkat kamu?" cerca Juni tak mau kalah.
"Sudah gitu dengan tak tahu malu kamu deketin keponakan suaminya yang masih polos itu. Duh, kasihan banget tuh anak. Belum tau dia kalau pria yang dia sukai ternyata selingkuhan istri omnya." Juni semakin terdengar menyebalkan. Tanpa menunggu respon Bhumi, gadis itu membuka pintu mobil dan segera pergi setelah menghempaskan pintu mobil dengan begitu keras.
Sialan! Rutuk Juni dalam hati. Kenapa ia bisa mengenal pria mengerikan seperti Bhumi? Pria misterius yang luar biasa tampan. Mungkin itulah yang menyebabkan pria itu begitu mudah disukai lawan jenisnya. Mulai dari tante-tante berumur seperti Sefrine hingga remaja beranjak dewasa seperti Mika. Dan tentu jangan lupakan jika dirinya juga salah satu dari wanita yang menyukai Bhumi.
Abaikan fakta bahwa pemberitaan di media mungkin saja hanyalah isapan jempol semata. Namun sepertinya Juni harus memikirkan ulang masa depannya. Terlepas dari kebenaran berita yang ia baca yang masih diragukan, Juni harus mengambil langkah preventif agar dirinya tak terperosok lebih dalam lagi pada pesona Bhumi Prasojo yang begitu brengsek namun luar biasa menggoda.
###
Nia Andhika
19062020
Mampir ke sini yuk👇
Sejak duduk di bangku kuliah Surya mempunyai sebuah nama yang menjadi matahari kecil dalam hidupnya. Jalan hidup yang berliku membuatnya tak bisa meraih sang mentari dan menjadikannya sebagai belahan jiwanya.
Belasan tahun berlalu takdir kembali mempertemukan Surya dengan matahari kecilnya, namun semuanya jauh berbeda dari apa yang ia harapkan.
Sang mentari telah mempunyai seseorang di sisinya begitu juga dengan dirinya. Akankah Surya mampu mewujudkan mimpi-mimpinya untuk menjadikan matahari kecilnya menjadi miliknya seorang?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top