Terjungkit 2

Yuhuuu~
Sebelum membaca jangan lupa tekan bintangnya ya~
⭐️⭐️⭐️

Lingga dan Kay sudah tidur, keduanya sama-sama tidur cepat karena capek. Seharian Kay bermain dengan nenek dan kakeknya, sementara Lingga sudah pasti lelah karena belajar berenang. Aku baru saja selesai mandi, Mas Aga sudah duduk bersandar di tempat tidur sambil membaca buku.

"Ibu mau ngomongin apa?" tanya Mas Aga.

Aku memperhatikan Mas Aga dari cermin, tanganku berhenti sejenak dari kegiatan memakai skincare. "Oh itu, Ibu mau minta izin pergi liburan sama anak-anak," jawabku.

Rencana pergi liburan ini sudah aku impikan sejak lama. Sebelum ini tidak dapat terlaksana karena aku juga cukup sibuk menjadi model, ketika berhenti umur Kay masih terlalu kecil. Sekarang, aku rasa semuanya bisa terlaksana.

"Ibu nggak cuma bertiga doang kok. Bareng sama Seven dan maminya," lanjutku. Aku tahu Mas Aga pasti sulit memberikan izin jika aku hanya pergi bertiga tanpa ada orang lain.

"Bawa Jeje juga," kata Mas Aga yang membuatku cemberut.

"Aku udah izinin Jeje buat pulang kampung."

Aku menyelesaikan kegiatan per-skincare-an dan beranjak menuju tempat tidur. Aku duduk di atas pangkuan Mas Aga, yah memang posisi ini bukan posisi anak-anak di bawah umur. Tapi, ini cara ampuh untuk membujuk Mas Aga.

"Mumpung Lingga libur sekolah Mas. Kami juga nggak jauh kok, ke Jepang doang." Aku mulai melancarkan rayuanku, mengecup pelan bibir Mas Aga.

Aku melirik ke arah baby box Kay yang ada di samping tempat tidur sisi satunya. Semoga Kay tidak terbangun selagi aku melancarkan rayuan maut. Kay, ini demi kebahagiaan kita nak. Kamu tidur yang nyenyak ya sayang.

Mas Aga masih tetap diam saja, bukunya sudah aku rampas dan aku lempar ke sembarang tempat. Aku memberikan tatapn menggoda pada Mas Aga, tanganku bahkan dengan sengaja membelai garis rahang Mas Aga yang sedikit ditumbuhi bulu-bulu halus.

"Ibu ... tolong dijaga sopan santunnya," peringat Mas Aga. "Ayah nggak terima negosiasi dengan posisi seperti ini," lanjutnya.

"Why?" Aku masih tidak perduli dengan peringatan Mas Aga. Aku bahkan mendekatkan bibirku ke telinga Mas Aga. "Kalau Ayah tergoda, kami boleh pergi ya," bisikku sambil sedikit mengecup pipi Mas Aga.

Aku tersenyum tipis saat mendengar Mas Aga mengerang pelan, sangat-sangat pelan. Mas Aga memang paling lemah jika sudah aku goda seperti ini. Terlebih lagi, semenjak Kay lahir, dia mulai berhati-hati. Aku belum kembali memasang alat kontrasepsi, sementara Mas Aga tidak mau kebablasan dan membuat Kay harus menjadi kakak diumur yang masih muda.

Mas Aga tiba-tiba memegang kedua pipiku. Matanya menyipit menatap bibirku yang sengaja aku maju-majukan. Mas Aga tiba-tiba mengecup pelan bibirku dan berkata, "Oke ... dengan syarat seberapa puas malam ini, bagaimana?"

"Ayah jual. Ibu beli!" seruku yang langsung mengalungkan kedua tanganku ke leher Mas Aga.

⭐️⭐️⭐️

Aku bangun lebih awal karena rengekan Kay. Putri cantikku itu sudah begitu baik tadi malam, tidur nyenyak sampai pagi tidak mengganggu rutinitas Ayah dan Ibu-nya. Mas Aga jelas saja masih tidur, Mas Aga sudah sedikit berubah, jika dulu susah sekali dibangunkan, sekarang ditepuk-tepuk tiga sampai lima kali sudah mulai tersadar. Terkadang dia lebih dulu bangun saat Kay menangis.

Harusnya rakyat mempertimbangkan lagi untuk memilih Mas Aga sebagai presiden. Kebiasaan sulit dibangunkannya itu belum hilang sepenuhnya. Tidak cocok menjadi kebiasaan orang nomor satu di Indonesia.

"Mas jaga Adek Kay dulu ya. Ibu mau lihat Ayah ke atas," pintaku pada Lingga. Semua sudah siap di meja makan untuk sarapan, Jeje dan Bi Ani seperti biasa menyiapkan sarapan untuk kami. Sementara aku sibuk mengurus tiga orang bayi. Di pagi hari, Mas Aga itu termasuk bayi, semua keperluannya harus dipersiapkan, semakin tua semakin manja saja memang suamiku itu.

"Gimana pelayanan semalam? Oke kan?" tanyaku pada Mas Aga saat membuka pintu kamar. Aku membantu memasangkan dasi Mas Aga.

"Boleh pergi, tapi nggak boleh lebih dari satu minggu," ujar Mas Aga yang membuatku tersenyum senang.

"Terima kasih Mas Aga," tuturku mengecup bibir Mas Aga. Sengaja aku tidak memanggilnya Ayah. Kata Mas Aga dia lebih senang aku panggil Mas seperti dulu saat berdua saja.

Aku menyelesaikan kegiatan membenarkan pakaian Mas Aga. Bapak DPR ini sudah tampan luar biasa. Curang sebenarnya, karena Mas Aga ini sudah menjadi bapak-bapak dua anak.

Mas Aga melingkarkan tangannya ke area pinggangku. "Sebenarnya nggak rela harus mengizinkan kalian liburan sendiri. Ayah juga mau ikut," keluh Mas Aga.

Aku sedikit menjinjit, melingkatkan tanganku di sekitar leher Mas Aga. "Kali ini memang Ibu yang nggak mau ngajakin Ayah. Soalnya kalau Ayah ikut nanti kelihatan seperti Ayah punya istri dua dengan tiga anak," komentarku yang membuat Mas Aga terkekeh kecil.

Gosip aneh yang lebih anehnya lagi sempat beredar selama beberapa saat. Ada yang berspekulasi bahwa Mami Seven istri kedua Mas Aga dan Seven sudah menjadi anak tiri Mas Aga. Karena gosip ini, aku dan Mami Seven sepakat untuk tidak mengajak Mas Aga liburan kali ini.

Lagi pula, aku tidak mau gosip ini nantinya menghambat Mami Seven untuk mencari pasangan hidupnya. Semua pria bisa minder mendekati Mami Seven karena Mas Aga. Suamiku ini memang tampan luar biasa, spesifikasi level dewa untuk calon suami idaman.

"Mengenai pemilu yang akan dating ... Ayah ...." Perkataanku terhenti sambil memperhatikan raut wajah Mas Aga. Tidak dapat aku tebak isi pikiran Mas Aga saat ini.

"Belum ada keputusan pasti. Saat ini, Ayah belum mengatakan apapun kepada partai, Ayah masih fokus dengan pekerjaan di parlemen. Orang pertama yang akan Ayah tanyai pendapatnya sudah jelas Ibu. Karena, kamu yang akan menemani Mas nantinya, kamu juga akan menanggung beban yang sama bersama Mas," jelas Mas Aga yang aku pahami. Aku menganggukkan kepalaku.

Masih ada waktu sampai tiga bulan lagi, partai Mas Aga akan mengumumkan calon presiden yang mereka usungkan. Sebelum tiga bulan itu, Mas Aga sudah pasti akan memberitahuku jika dia akan maju ke pemilihan.

"Jangan terlalu dipikirkan. Mas tahu kamu pasti menjadi kepikiran karena ini menyangkut juga dengan keluarga kita." Mas Aga memelukku lembut. Aku menyandarkan kepalaku pada dada bidangnya yang tertutup kemeja biru muda.

Aku percaya, bahwa Mas Aga pasti juga memikirkan aku dan anak-anak. Bagaimana pendapat kami tentang hal ini. Aku tidak masalah jika harus bersaing dengan negara untuk memiliki Mas Aga. Menjadi nomor dua setelah urusan rakyat aku tidak masalah.

Tentu saja, yang menjadi masalah adalah diriku sendiri. Aku yang egois ini tidak mungkin bisa seperti Mas Aga. Bijak dalam mengambil keputusan. Prioritasku adalah Mas Aga dan anak-anak, aku tidak ingin membagi fokusku pada hal lain. Karena, anak-anakku sudah harus merasakan kesibukan ayahnya, maka mereka tidak bisa juga merasakan kesibukan ibunya. Tujuan kenapa aku memutuskan keluar dari dunia model. Mereka masih kecil dan butuh perhatian orangtuanya.

⭐️⭐️⭐️

Pasangan satu ini emang makin tua makin menjadi ya. Nggak sadar udah punya anak dua masih aja mesra-mesraan. Gemes banget nggak sih sama Mas Aga? Pengen dikarungin terus bawa pulang hahaha

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top