Zha zdhania : Dream and Dragon
"Baiklah, aku akan pergi."
***
Yap, disinilah aku. Di kaki Gunung Godran, gunung yang konon menjadi tempat hidup para naga yang menjaga batu kristal ajaib.
Pangeran Claro sangatlah baik, begitupun dengan Raja Luxo. Mereka memimpin Kerajaan Luxarica dengan bijaksana. Rakyat di desaku, Desa Cahaya pun bisa hidup sejahtera, aman, adil dan makmur.
Tentu saja, ketika Pangeran Claro dikabarkan sakit keras setelah terkena racun saat berburu di hutan dan katanya sedang dalam kondisi sekarat, kami diijinkan untuk menginjak daerah Gunung Godran dan mengambil Kristal Penyembuh yang dijaga oleh naga es. Yah, sebelumnya kami dilarang keras ke gunung ini.
Tapi, tetap ada syarat yang berlaku. Hanya siswa akademi pertarungan dan pertahanan yang mendapat rekomendasi dari tetua saja lah yang boleh berangkat.
Hebatnya, aku adalah salah satunya.
Setelah satu, dua-empat-kakak tingkatku tidak kembali, akulah yang ditumbalkan. Tidak, aku tidak merasa terpaksa. Justru, dari awal aku yang merengek minta pergi. Aku suka naga, itu sebabnya.
Setelah melakukan persiapan yang matang serta restu dari sang ayahanda kudapatkan, aku dan Zon-kudaku yang setia-menempuh perjalanan panjang dari Desa Cahaya ke Gunung Godran.
***
"Kudengar mereka punya kristal berbagai fungsi, Zon," kataku pada kuda hitamku.
Oh, aku Lumina Luo. Gadis 16 tahun dari Desa Cahaya, Kerajaan Luxarica. Anak dari Brilha Luo dan Scarlet Ruby. Rambutku hitam legam, dari ayahku. Bibirku semerah darah, turunan ibuku. Mataku cokelat terang, entah milik siapa.
Aku selalu merasa terhubung dengan naga. Kenapa? Karena dulu aku semacam diselamatkan dari kematian oleh Kristal Penghidupan yang diamankan oleh naga api.
Sebelumnya aku mengira bahwa Gunung Godran adalah gunung yang kelam yang ditutupi awan hitam. Kutarik kata-kataku. Gunung Godran adalah gunung yang begitu hijau dengan hutan yang diisi tumbuhan-tumbuhan cantik. Hey, ada Bunga Naga juga. Bunga Naga adalah bunga favoritku. Bunga yang bisa mekar apabila ada naga didekatnya.
"Sedang apa kalian disini?" Tiba-tiba aku mendengar suara berat di belakangku.
Aku berbalik, melihat sosok yang menegurku.
"Kau sedang apa?" Aku mengerjapkan mataku.
Dia diam. Matanya melirik ke arah Zon sesaat lalu ia kembali menatapku tajam. Dia ini aneh sekali. Putih. Itu yang bisa menggambarkannya. Warna rambutnya putih berkilau diterpa mentari. Matanya juga berwarna perak yang terlihat bersinar, menatap tajam. Dingin dan menusuk. Kulitnya lebih pucat dari kulitku, entah kenapa. Posturnya tinggi tegap kurus. Ia memakai pakaian yang normal, menurutku. Kemeja putih dan celana berwarna kecoklatan.
"Biar kutebak. Mencari Kristal Penyembuh?" Tanyanya. Aku mengangguk mantap.
"Kau tahu sesuatu?" Tanyaku antusias.
"Ceritakan dulu untuk apa kristal itu," perintahnya.
Dengan mudahnya aku menceritakan semuanya. Tentang Pangeran Claro, Kerajaan Luxarica, semuanya.
"Hm, agak berbeda versinya dengan yang lain. Aku akan membawamu ke atas, tapi nanti cari kristalnya sendiri," katanya. Oh, dia mengenal gunung ini rupanya.
"Namaku Lumina Luo, omong-omong," kataku saat ia mulai berjalan. Aku mengikutinya setelah menyuruh Zon untuk tetap di tempat ini hingga aku kembali.
"Luzio," katanya. Wow, namanya mirip. Luz kan berarti cahaya. Lumina juga bercahaya.
***
Setelah mendaki gunung sekitar satu jam, aku dan Luzio tiba di mulut gua yang ada di gunung ini. Jalan ke sini tidak mudah, karena kami harus menerobos hutan lebat yang hampir tidak bertanda. Luzio ini keren sekali.
"Biasanya," katanya. Ia terdiam sejenak. Nampak berpikir. "Naga es itu memberikan pertanyaan-pertanyaan untuk memastikan ketulusanmu," lanjutnya.
"Ketulusan?" Tanyaku.
Luzio mengangguk lalu melangkah masuk kedalam gua itu. Gua yang di dindingnya terlapis air-air yang beku-maksudku, es.
Lalu, aku mendengar suara.
Katakan apa yang kau inginkan.
"Jawablah," kata Luzio singkat.
"Oh, aku.. ingin Kristal Penyembuh. Untuk menyembuhkan Pangeran Claro yang terkena racun saat berburu," kataku pelan.
Kalau aku memberikan Kristal Kekayaan untukmu, apa kau mau? Suara itu kembali terdengar. Suaranya berat.
"Tidak, maaf. Aku hanya mencari Kristal Penyembuh," kataku tegas.
Bagaimana dengan Kristal Penghidupan? Katanya lagi.
"Tidak, maaf. Kudengar Kristal Penghidupan hanya bekerja pada wanita karena naga yang menjaganya adalah naga wanita. Aku ingin Kristal Penyembuh," kataku lagi. Aku kesal, sebenarnya. Apa susahnya, sih, memberikan Kristal Penyembuh? Aku yakin dia punya banyak kristal.
"Tebak mana naga yang asli, lalu katakan langsung padanya," kata Luzio.
Yang benar saja.
Ada ratusan naga. Datang dari segala arah. Mengepungku.
Luzio hilang juga. Mungkin dia terdorong ke belakang. Aku harus mencarinya terlebih dahulu.
Aku menerobos naga-naga yang berdiri kokoh di sekelilingku. Entah kenapa, rasanya gua ini bisa melar. Setelah kupastikan aku melihat kaki manusia-bukannya kaki bersisik dengan cakar besar-aku memegang tangannya.
"Luz," panggilku.
Poof! Satu persatu naga-naga putih tadi menghilang. Uh, mencair?
Aku melihat mata perak Luzio yang tajam. Astaga! Luzio lah naganya. Ia yang menjaga Kristal Penyembuh itu.
"Baru sadar?" Katanya.
"Kau sudah mendengar ceritaku."
"Bunuh aku," katanya ringan.
"Aku tidak akan melakukannya," kataku.
"Kenapa?" Bibir pucatnya yang tipis bergerak.
"Kau sudah menolongku untuk membawaku sampai disini. Aku harus mendapatkan kristal itu, tapi aku tidak bisa membunuhmu," kataku lagi.
"Kalau begitu, biar aku yang membunuhmu," katanya.
Ia merubah dirinya menjadi sesosok besar naga putih. Aku bersumpah ini lebih besar seratus kaki dibanding naga-naga tadi. Sayapnya terbentang lebar. Tulang-tulang sayapnya terbentuk tegas dibalut kulit sayap yang bersinar. Ada dua tanduk keemasan terpasang di kepalanya. Surai perak memanjang di sepanjang tulang punggungnya. Astaga, aku bisa bilang dia sangat indah. Empat kaki-kaki itu dengan cakar kokohnya.
Tapi detik berikutnya aku merasakan hawa dingin menusuk tulangku. Ternyata Luzio meniupkan nafasnya yang sedingin es ke arahku. Aku melangkah mundur.
"Tolong jangan lakukan ini," pintaku.
"Kuhentikan atau kau dapatkan kristalnya?" Katanya.
Yang selanjutnya Luz lakukan adalah menembakkan kristal es padat tajam dari mulutnya. Aku dengan reflek menarik pedang yang terbungkus sarung di pinggangku untuk menangkis es-es itu. Beberapa kristal itu berhasil menggores lengan bajuku dan membuatnya robek. Darah segar juga keluar dari pipiku ketika es tajam yang tak henti menghujaniku itu menggores pipiku.
"Luz, hentikan ini," rintihku. Aku terus melangkah ke belakang. Luzio benar-benar mendesakku.
"Pulanglah, Lumi." Luzio mengatakan itu tepat ketika aku menginjakkan kakiku di batu yang salah, di ujung tebing.
Detik berikutnya aku menyadari sesuatu.
Aku terjatuh dari ketinggian lima ribu kaki di atas permukaan laut. Aku sudah tidak tahu apa yang akan terjadi pada ibuku, ayahku, Pangeran Claro, Raja Luxo, teman-temanku...semuanya. Luzio, kau juga. Aku barusan mengenalmu, tapi ini seperti kita telah kenal satu sama lain selama ratusan tahun. Aku tak tahu kenapa, ada perasaan manis saat aku di dekatmu.
Yang aku tahu berikutnya, aku sudah mendarat di mulut gua.
Tunggu, mulut gua?!
Dengan bentuk yang aneh.
Aneh? Apa kata yang lebih tepat untuk menggambarkan kaki yang bersisik merah, moncong merah dan surai keemasan di garis punggung?
Aku berubah jadi naga setelah kristal yang tersemat di kalung pemberian ibuku bersinar. Setelah itu aku terbang ke mulut gua ini.
Besarku kira-kira sama seperti Luzio, setelah kuperhatikan bayanganku yang memantul di dinding gua. Sisikku berwarna merah dengan ujungnya berwarna keemasan. Ekorku panjang sekali. Tandukku berwarna kecoklatan dan sayapku, ah sudahlah. Terlalu indah untuk dijelaskan. Bahkan aku jatuh cinta dengan tubuh nagaku.
"Apa yang terjadi padaku?" Tanyaku pada Luzio, berharap ia tahu sesuatu.
"Brilha belum memberitahumu?" Kata Luzio.
Aku menggeleng.
"Separuh jiwa Lumina telah ia pindahkan ke kristal terakhirnya, karena dia sedang sekarat. Lumina adalah naga api yang sangat dekat denganku. Dia hampir jadi mate-ku. Kalau saja Brilha tidak datang dan merengek agar Lumi mau memberinya Kristal Penghidupan dan menyelamatkan anaknya. Aku tak pernah menyangka kau akan tumbuh seperti ini."
Aku masih berpikir, mencerna apa yang dikatakan oleh Luzio.
"Itukah sebabnya kau mendesakku?" Tanyaku.
"Ya. Kupikir akan lebih baik jika kau mengetahuinya sekarang," katanya.
"Kristalnya! Berikan padaku sekarang!" Seruku.
"Kau benar-benar ingin menyelamatkan pangeran itu ya?" Tanyanya.
"Tentu saja. Ia pangeran yang baik," kataku.
Luzio lalu memberiku segenggam serpihan kristal yang hancur.
"Serpihan?" Tanyaku heran.
"Larutkan ini di air dan minumkan ke Pangeran Claro itu," katanya. Aku mengangguk cepat.
Aku lalu memasukkan serpihan itu di kantung kulit yang telah kupersiapkan untuk kristalnya.
"Terima kasih. Oh! Apa ini kristal terakhirmu?" Tanyaku lagi.
"Bukan. Masih ada di sarangku. Kau masih bisa menemuiku disini," katanya percaya diri.
"Baguslah. Aku akan menemuimu lagi besok. Ketika Pangeran Claro sudah terbangun dan sembuh" kataku.
"Terserah. Kau tahu jalan pulangnya kan?"
Aku mengangguk dan merubah wujudku kembali. Aku mulai bisa menggunakan tubuh naga api ini. Aku bahkan tadi mencoba menyemburkan percikan api dari mulutku. Dan itu berhasil.
"Sampai jumpa, Luz. Terima kasih untuk ini," kataku untuk terakhir kalinya. Aku melambaikan tangan lalu melompat ke jalan yang tadi kulalui. Instingku bekerja sangat kuat setelah mendapat kekuatanku.
***
"Terima kasih, Lumina," kata Pangeran Claro yang sekarang sudah sehat kembali.
Setelah Pangeran Claro mengijinkan aku untuk pulang, aku beranjak dari istana. Menuju ke rumah, hanya untuk berpamitan dan mengambil bekal. Aku dan Zon berangkat lagi ke gunung untuk menemui Luzio.
Tapi kemudian mataku terpejam. Sangat lama.
Saat aku membuka mataku, aku melihat langit-langit kamarku yang bercat putih.
"Aku bermimpi sangat indah," kataku begitu aku menelpon Luzio-pacarku-setelah detik pertama aku membuka mataku.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top