KATAKAN PETA!
Im_Jeoah will read her story to you, as the first of the twelve forest witch.
🪄🪄🪄
Hutan belantara yang lebat di musim semi benar-benar indah dipandang mata. Hutan yang terkenal di Tanah Eldorado ini memiliki pepohonan yang tinggi dan berdahan besar. Hutan ini masih alami, jadi masih banyak hewan-hewan kecil seperti tupai, monyet, burung-burung dan juga hewan buas.
Beruntungnya kami adalah sekelompok penyihir terpelajar. Liburan musim semi ini sedikit membosankan setelah pembagian hasil ujian akhir semester yang tidak memuaskan. Ibuku pasti akan marah kalau lihat kertas hasil ujianku, karena itu aku dan teman-temanku menginap di kabin kayu di tengah hutan.
Kabin ini kami bangun bersama 3 tahun yang lalu. Biasanya kami gunakan untuk singgah, sekedar saling bertukar cerita dan latihan sihir bersama. Oleh sebab itu kabin ini berada di tengah hutan. Selain untuk menghindari mara bahaya, kami juga ingin menikmati ketenangan alam.
Oh iya, aku Najwa. Di duniaku terbagi menjadi beberapa bangsa. Bangsa Manusia, Bangsa Elf dan Bangsa Duyung. Bangsa Elf memiliki kemampuan fisik yang tangkas dan pandai bertarung sejak mereka dilahirkan, kemampuan itu memang sudah genetik turun temurun dari nenek moyang mereka. Sedangkan Bangsa Duyung pandai berenang, suara mereka juga merdu sampai mampu menghipnotis makhluk lain.
Bangsa Manusia adalah satu-satunya bangsa yang tidak memiliki kemampuan istimewa sejak lahir. Dahulu kala, bangsa kami hanya dimanfaatkan sebagai budak peradaban. Kami memenuhi perintah Bangsa Elf dan Bangsa Duyung untuk membangun istana bagi mereka. Sampai akhirnya nenek moyang kita mempelajari sihir yang berasal dari Tanah Eldorado.
Negri ini bernama Negri Adlun, negri yang terbagi menjadi tiga kawasan. Yaitu Kerajaan Elf, Pulau Yo dan Tanah Eldorado yang aku bicarakan tadi. Sudah 2 abad setelah perjanjian persahabatan yang dijalin ketiga bangsa tersebut untuk tidak saling mengganggu dan tetap pada tempatnya masing-masing.
Bangsa Manusia mengandalkan sihir yang berasal dari Tanah Eldorado untuk berjaga-jaga apabila Bangsa Elf dan Bangsa Duyung melakukan penghianatan. Kami tidak ingin lagi ditindas seperti dahulu kala.
Kembali lagi padaku.
Hari ini semua teman-temanku sedang sibuk. Kak Ara sedang sibuk memperhatikan telur naga emasnya, dia tidak mengedipkan matanya selama semalaman. Bahkan telur itu tidak bergerak sedikit pun tapi kenapa dia repot-repot menatapnya tanpa berkedip! Memang dia yang paling aneh dari semua temanku.
Lalu ada Melan. Akh! Dia hobi sekali bersenang-senang, salah satunya adalah pergi ke festival sihir tanpa mengajakku. Dia pikir semua orang sedang sibuk, ya memang semua teman kami sibuk. Aku tidak percaya hanya aku yang menjadi pengangguran!
Selanjutnya ada Fatma, sebenarnya aku kasihan karena tongkat sihirnya hilang. Tapi biarkan sajalah, dia lebih mandiri dariku. Kalau aku membantunya, mungkin bisa saja tongkat sihirnya tidak ketemu. Tongkatnya itu alergi padaku, jadi lebih baik aku jauh-jauh darinya.
Dan temanku yang super tinggi itu sedang masak di dapur. Aku khawatir dapur itu meledak dan hancur berkeping-keping. Terakhir kali aku melihatnya sudah seperti kapal pecah. Kalau pun dapur itu tidak meledak, Hali pasti memaksaku menyicipi masakannya yang ... seperti ... sepertinya enak, hehe. Aku ragu tidak akan sakit perut setelah memakannya.
Satu-satunya yang terlihat santai dan bisa membagi aktivitasnya adalah Raisya. Anak itu sedang merawat kucing lucu dari hutan, aku pun mendatanginya untuk sekedar basa-basi.
"Lucunya kucing ini ... ih, kok gendut? Lagi hamil, ya?" tanyaku.
Tapi Raisya tertawa hambar, ku rasa tawanya itu tidak ikhlas. "Dia jantan Kak, mana bisa hamil."
Benar juga, tadi aku lihat dia jantan. Pada akhirnya basa basi ini memang basi. Sudahlah yang penting aku sok asik saja.
"Kalau gitu carikan dia kucing betina dong biar punya anak, nanti aku minta anaknya."
Raisya tampak berpikir, "Terakhir aku lihat dia lagi caper ke kucing lain. Aku kira kucing itu betina, ternyata jantan. Sepertinya ini kucing sesat ... kenapa dia bisa jadi gay, ya?"
Aku mematung mendengarnya. Jaman sekarang ada-ada saja, kucing saja bisa jadi gay. Kenapa teman-temanku tidak ada yang beraktivitas normal sih! Sepertinya aku ditakdirkan mencari aktivitas lain.
Yang bisa aku lakukan hanya duduk di bangku taman di depan kabin. Tapi sialnya aku yang sedang duduk santai dan anggun seperti tuan putri ini harus diganggu oleh monyet sialan!
"Kenapa kau menggangguku?! Dasar monyet!"
Bisa-bisanya monyet itu melemparkan kulit pisang padaku lalu menunjukkan bokongnya yang menyilaukan. Tidak! Mataku ternodai!
Aku mengambil biji kenari di tanah dan melemparkan padanya, tapi monyet itu memang benar-benar monyet! Dia menangkap biji kenari itu dengan mudahnya lalu melempar balik padaku.
Sialan! Biji kenari itu jatuh di dahiku sampai membuatnya bendul. Akan ku balas dia!
"Woi! Monyet! Memang binatang kau ya!"
"Ku kutuk jadi batu baru tahu rasa!"
Aku benar-benar marah, tapi tongkat sihirku tertinggal di kamar. Harusnya aku membawanya kemana pun! Tapi ini bisa ku atasi dengan tangan kosong!
Aku menarik kedua lengan bajuku hingga siku kemudian mengumpulkan beberapa biji kenari lalu melemparkan semuanya pada monyet itu. Pada akhirnya dia menerima balasannya, aku tertawa puas melihatnya yang kewalahan.
"Rasain! Kena karma kan! Makanya gak usah ganggu orang!"
Ku lihat dia marah dan langsung melompat turun mengejarku. Sial! Aku memang tidak ingin menganggur, tapi sepertinya ini tidak menyenangkan juga!
Monyet itu mengejarku, ternyata larinya cepat juga ya. Kenapa wajahnya begitu sih?!
"Sial! Siapa yang meletakkan batu di sini!"
Belum sempat kabur, monyet itu melompak ke atas tubuhku dan mencakarku habis-habisan. Untung aku bisa melindungi wajah cantikku. Skincare mahal tau!
"Huu! Memang monyet kau!" kesalku setelah monyet itu kembali melompat ke pohon dan meninggalkanku.
"Aduh gimana ya? Jangan-jangan itu monyet rabies, tantrumannya seperti teman-temanku saat dijahilin."
"Eh? Apa ini?"
Aku melihat ada sebuah kertas usang yang dilipat beberapa kali, ku rasa monyet itu membawa kertas ini tadi. Toh ini hanya punya monyet, jadi ku buka saja.
Ini seperti peta.
"Apa ini punya Dora?"
"Apa monyet itu Boots?"
"Akh! Dora kan di TV, lagi pula monyet itu ngga pakai sepatu boots tuh."
Ini terlihat seperti peta mainan, di tengah-tengah peta itu ada gambar sebuah kabin. Peta ini seperti tertuju untukku maupun untuk teman-temanku yang tinggal di kabin itu. Jangan-jangan monyet itu suruhan teman-temanku untuk menjahiliku. Tapi sepertinya semarang mereka terlalu sibuk untuk menjahiliku.
Sepertinya ini hanya peta mainan. Ku buang sajalah.
Tapi jangan-jangan ... itu peta harta karun yang misterius itu?!
Baru beberapa langkah jalan, aku harus kembali untuk mengambil peta itu. Pokoknya aku tidak mau rugi! Mungkin saja harta karun itu tidak ternilai harganya, aku bisa menjualnya dan jadi kaya raya! Mungkin saja aku bisa beli saham sekolah dan lulus tanpa Ujian Nasional, HAHAHAHA!
Oke, pikirkan itu nanti.
"Mari kita cermati petanya."
"Loh ini banyak harta karunnya toh?"
Kalau begitu aku tidak hanya bisa beli saham sekolah dan lulus tanpa UN! Aku bisa beli pulau!
Ayo semangat! Mungkin wajah cantik tidak akan terlalu penting kalau banyak duit gini, gaslah!
"Jadi ini ada di dua pohon gini ya? Pohon beringin besar banget. Terus yang kedua ada di .... Hah? Kok di belakang kabin?"
"Ini pasti yang buat teman-temanku!"
"Sepertinya hoax deh!"
"Atau monyet itu ya yang buat? Jangan-jangan ... monyet itu kera sakti? Sun Woo Kong maksudnya?"
Tapi setelah aku mengingat penghinaan dari monyet itu yang menunjukkan bokongnya padaku, sepertinya dia bukan Sun Woo Kong tapi Sun Bo Kong.
"Sialan, tapi penasaran juga sih sebenarnya."
"Oke, harta karun ketiga di tanda ... apa ini? Maksudnya pohon yang ada tanda silangnya?"
Sebaiknya aku pulang dulu deh, Aku memerlukan skup kecil dan tas belanja untuk membawa harta karunku.
Di kabin suasananya masih sama, tapi aku mendengar ada ledakan dari arah kabin tadi. Lalu saat aku masuk ada Kak Ara dan Raisya yang juga berada di depan pintu dapur untuk melihat apa yang terjadi di sana.
Ternyata Hali keluar dari dapur sambil membawa sepiring makanan yang tampak mengerikan lalu meletakannya di meja makan. Wajahnya hitam legam seperti terkena abu.
Kami bertiga menertawakannya.
"Gak usah ketawa! Kalo ketawa harus makan masakanku!"
"Semuanya harus menyicipi! Dilarang menolak!"
Kami bertiga menatapnya takut, karena selain masakannya yang tampak membawa mala petaka, dia juga memegang teflon yang gosong seperti bersiap akan memukul siapa pun yang menolak masakannya.
Sialan, pasti Melan dan Fatma tau ini. Makanya mereka kabur.
"Sepertinya aku ngga bisa, telurku lagi nangis tuh." Kak Ara juga mau pergi. Kalau Kak Ara bisa pergi, berarti aku juga bisa.
"Maju satu langkah telur Kak Ara jadi telur balado nanti!" Kali ini Kak Ara tunduk pada ancaman Hali, waduh aku harus cari alasan yang kuat.
"Hali, kucingku meong-meong. Aku liat dulu ya, soalnya dia lagi sembelit."
"Makan dulu ini! Sekalian bawakan pada kucingmu biar bisa ee."
"Ha! Mau alasan apa lagi kau?!" seru Hali padaku, padahal aku belum sempat bicara.
Terpaksa kami bertiga memakan masakannya itu, dan benar saja perutku langsung sakit. Aku terpaksa menunda petualanganku karena harus berebut toilet dulu dengan Kak Ara dan Raisya, sedangkan Hali tertawa puas di belakang kami.
Awas saja kau!
Saat sore sudah tiba, dan perutku sudah mulai bersahabat, aku membuka peta itu lagi. Tempat terdekat adalah pohon yang memiliki tanda silang di batangnya. Aku bergegas berjalan ke sana, terlihat ada pohon mangga yang batangnya sudah dicoret dengan cat merah membentuk huruf 'X'. Ku rasa seseorang sudah sengaja merencanakan ini.
Saat ku sentuh dan perhatikan lebih detail, coretan ini sepertinya baru dibuat beberapa hari yang lalu.
"Dan pasti harta karunnya ada di sini." terlihat jelas tanah di bawah pohon itu seperti habis digali.
Galiannya tidak cukup dalam, aku menemukan sebuah kotak kayu kecil yang sudah usang. Jangan-jangan isinya emas? Atau berlian?
Saat ku buka, isinya hanya sebuah gulungan kertas kecil. Karena penasaran, aku membuka kertas itu.
'Anda belum beruntung!'
"Kurang ajar aku ditipu!"
Ku buang kotak itu jauh-jauh. Siapa yang berani menipuku begini! Akan ku putar kepalanya sampai ke punggung!
Apa kotak lain juga sama?! Kalau sudah begini aku jadi malas! Tapi aku penasaran juga!
Baiklah aku harus coba lagi, kalau yang kedua ini kosong, akan ku pastikan pembuat peta ini menerima akibatnya! Lihat saja nanti!
Aku berjalan ke arah utara, ke tempat dua pohon besar yang berjejeran seperti pohon kembar. Aku tahu pohon ini, aku pernah melewatinya. Ini pohon yang pernah ku buat gosong saat aku latihan sihir di sana.
Iya, sisi kedua pohon yang berjejeran itu masih meninggalkan jejak hitam karena aku menggunakan sihir api hari itu. Untunglah dua pohon ini tidak tumbang, siapa tahu penghuninya marah lalu menerorku, kan tidak lucu.
"Coba kita lihat lagi petanya."
Ada tanda silang di antara bawah dua pohon itu. Aku mengerti! Di antara dua pohon itu ada sebuah batu yang kira-kira beratnya 1-2 kg. Sepertinya di bawah batu ini ada harta karunnya. Tanahnya juga mirip dengan tanah di bawah pohon mangga tadi.
Jangan-jangan ini makam?!
Aduh! gimana ya.... Aku jadi bingung.
Digali saja atau tidak?
Coba gali sajalah, kalo tidak ada kotak atau harta karun berati ini makam. Gampang, tinggal dikubur lagi. Hehe.
Saat ku gali, ternyata ada sebuah kotak kayu. Kotak ini lebih besar dari kotak yang terkubur di bawah pohon mangga tadi, saat aku pegang ternyata sedikit berat.
Aku berniatan untuk membukanya, ternyata kotak ini dikunci. Aku harus memecahkan tiga angka untuk membuka kotak ini, tapi berapa saja angkanya. Tidak ada petunjuk apa pun!
Berkali-kali aku mencoba membukanya dengan angka tebakan, seperti tanggal lahirku atau tanggal lahir teman-temanku. Tapi kotak ini tidak bisa dibuka. Di peta juga tidak ada petunjuk, lalu aku membalikkan kertas itu. Ada 3 angka yang tertulis di pojok kertas, ku putuskan untuk mencoba anggka-angka itu.
"3 0 8, wah bisa!"
Isi kotak itu adalah sebuah buku. Buku yang terlihat baru dibuat. Buku dengan sampul berwarna putih gading, di tengah sampul depan ada gambar singa yang tampak garang.
'Nearburgh's Barbary Lion'
"Singa Barbar Nearburgh? Judulnya menarik. Apa isinya juga menarik?"
Aku memutuskan untuk membaca buku itu sambil bersandar di salah satu pohon. Rasanya lelahku terobati setelah membaca beberapa halaman dari buku itu.
Ceritanya sangat menarik, aku hanya membayangkan jika saja Pangeran Louis- si tokoh utama di buku itu nyata. Apakah dia setampan yang diceritakan penulis? Ku rasa iya.
Aku ingin terus membaca buku ini, tapi sepertinya matahari sudah mulai tenggelam. Harta karun kedua- aku beruntung! Apa aku harus pergi mencari harta karun yang terakhir?
"Sepertinya masih ada waktu."
Aku memasukam buku itu ke dalam tas belanja lalu meninggakkan tempat itu dan menuju tempat yang sudah diarahkan peta. Petanya tertuju pada halaman belakang kabin, baiklah sekalian saja aku pulang.
Melihat lokasi terakhir harta karun ini ada di belakang kabin, sepertinya ini ulah teman-temanku. Aku bergegas pergi ke belakang kabin kami. Di sana ada sebuah pohon yang berbunga lebat berwarna merah muda. Dan seperti lokasi harta karun sebelumnya, di bawah pohon itu ada sebuah batu yang ukurannya hampir sama dengan yang tadi.
Cepat-cepat aku menggalinya, terlihat sebuah kotak kayu kecil. Sebenarnya aku tidak berharap banyak. Kotak ini mirip dengan kotak yang ada di lokasi pertama, bisa saja isinya juga sama. Tapi ternyata kotak ini berisi kalung titanium yang memiliki liontin biru. Kalung ini sangat indah. Aku menyukainya!
"Kau suka kalungnya?"
Aku kaget setengah mati.
Saat aku mendongak, ada seorang laki-laki berambut pirang dan pakaian yang mirip dengan .... Elf?
Matanya hijau dan kedua daun telinganya runcing.
Kenapa bisa ada Elf di Tanah Eldorado?!
"Penyusup! Kenapa Bangsa Elf bisa ke kawasan Bangsa Manusia?!"
Aduh aku tidak bawa tongkat lagi!
"Aku tidak seperti yang kau pikirkan kok."
"Aku Adrian." laki-laki itu mengulurkan tangannya padaku, sepertinya dia ingin berjabat tangan.
Dengan ragu aku menjabat tangannya sebentar, lalu kembali menarik tanganku dengan kasar. Tak ku sangka, reaksi laki-laki itu sangat senang. Saat aku melirik wajahnya yang kegirangan, entah kenapa wajah itu seperti malaikat. Tampan sekali!
"Apa kau Najwa?"
"Ya." Ayolah Najwa! Kau harus jual mahal!
"Apa kau suka buku itu?" tanyanya sambil menunjuk buku yang berada di tas belanjaku dengan tatapan matanya.
"I- iya." Jangan-jangan dia minta dikembalikan?!
"Baguslah, itu aku yang buat loh. Buku itu sudah terkenal di Kerajaan Elf. Aku ingin mahakaryaku juga terkenal di seluruh sudut negri ini, jadi aku ingin memberikannya padamu."
"Jika ingin memberikannya padaku kenapa harus dikubur di dalam tanah?" Aku sangat kesal! Kenapa sejak awal dia tidak memberikannya langsung padaku?!
"Biar asik saja." Apa katanya?! Bisa-bisanya di tertawa padahal aku seharian ini berburu harta karun!
"Lalu kalung ini ... apa aku perlu mengembalikannya padamu?"
"Itu hadiah dariku, tapi syaratnya kau harus membantuku membuatkan sihir air agar buku itu masih bisa dibaca di air. Aku ingin memberikannya pada Bangsa Duyung. Apa kau mau?"
"Baiklah-baiklah!" Yang penting aku dapat liontin ini!
"Apa kau ingin memakainya? Aku bisa memakaikannya di lehermu." Aku belum menjawab tapi dia langsung merampasnya dariku.
"Ayo berbalik badan." aku hanya bisa menurut, dia memasangkan kalung ini di leherku.
"Najwa, ayo berteman."
Bisikannya membuatku berinding, namun aku tidak berbalik badan lagi.
Aku belum sempat menjawabnya, tiba-tiba Melan san Fatma muncul dari balik pintu belakang, lalu disusul yang lainnya.
"Najwa, aku bawa oleh-oleh nih dari festival sihir." ucap Melan.
"Aku juga! Tongkatku sudah ketemu, aku berniat mengajarimu sihir api yang belum kau kuasai kemarin." sambung Fatma.
Aku merasa aneh, lalu aku berbalik badan. Tidak ada orang sama sekali, padahal tadi ada Adrian di sini. Lalu Melan yang heran melihatku kebingungan langsung bertanya.
"Cari apa sih?"
"Engga- engga ada. Ayo masuk!"
Aku menatap pohon itu, pohon yang terus berbunga hingga kelopak-kelopak merah mudanya berguguran ke tanah di musim semi. Adrian pergi begitu saja setelah teman-temanku datang, tapi aku percaya dia akan kembali lagi padaku.
Ya, aku percaya akan hal itu.
🪄🪄🪄
Magic is in the air, may the universe blesses you!
Stars are shining, birds are chirping and chattering, also books are whispering. Tell to the universe the whole story, dear apprentieces!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top