Bab 5: Diskon
Dilan yang sedari tadi berharap akan ada kesempatan untuk sekadar membaca sambil duduk di hadapan Mawar, mendadak lemas.
Bukan, bukan karena tadi belum jadi makan siang. Dilan lemas efek dari melihat penampakan yang tiba-tiba muncul di antara mereka. Mona.
"Hai, Dilan. Di sini juga?" Pertanyaan macam apa itu? Bahkan Dilan sangat muak dengan apa yang dilakukan Mona. Dilan tidak habis pikir mengapa bisa ada Mona yang tiba-tiba mengacaukan mood-nya.
"Kalian saling kenal juga?"
"Mawar, Dilan ini populer."
Dilan yang kesal ingin segera pergi dari tempat itu. "Eh, maaf gue duluan, ya!" Dilan bergegas pergi tanpa menoleh sedikit pun. Mawar dan Mona kemudian duduk bersebelahan. Mona tersenyum dalam hati.
Rencana gue berhasil, gumam hati Mona.
***
"Muka lo kenapa ditekuk?"
Dilan bergeming. Ia malah bersedekap. Kebiasaannya saat sedang tak ingin bicara. Dua sahabatnya bahkan sangat hafal. "Udeh biarin ajeh, kayak kaga tahu kebiasaan die," ucap Kevin santai.
"Lo kan tahu gue suka kepo, Vin."
Rio dan Kevin hanya mampu saling melempar isyarat. Mereka tentu tidak ingin mengambil risiko kena semprot jika memaksa ingin tahu. Dilan pasti dalam mode bete tingkat dewa. "Kalian itu mirip emak-emak."
Kevin dan Rio tertawa mendengar kalimat yang Dilan lontarkan. Dilan memang termasuk cowok sensitif, suka baper dan moody. Mereka berdua sangat paham. "Yakin nggak mau cerita?" desak Rio.
"Rio, udeh!" sentak Kevin mengingatkan. Rio mengalah. Ia menuruti anjuran Kevin untuk diam.
"Gue nggak habis pikir sama Mona. Dia kayak niat banget gitu ngintilin gue. Lo bayangin aja, masa tiba-tiba tuh cewek nempel si Mawar."
Rio dan Kevin saling pandang.
"Sebentar ... sebentar ... ini gue belum paham arah pembicaraan lo. Coba jelasin!" kata Rio dengan wajah yang kebingungan. Otaknya sama sekali tidak menemukan benang merah dari cerita cowok jangkung di hadapannya.
"Jujur aja gue tadi ke perpus itu sama sekali nggak berniat nyari Mawar, tapi kebetulan ada dia di sana," papar Dilan sambil membagi tatapan dengan dua orang di hadapannya, "karena ada Mawar, gue berinisiatif nyamperin--"
"Terus pas lo nyamperin Mawar tiba-tiba Mona datang gitu?" potong Kevin sambil menyeringai. Dilan mengangguk. "Ketebak, sih," gumam Kevin.
"Memang ada hubungan apa lo sama Mawar?"
Kevin dan Dilan sama-sama mengarahkan pandangan pada Rio. Dilan menelan ludah. "Ya nggak ada hubungan apa-apa juga," jawabnya sedikit ditekan. Terlihat kegusaran dari raut Dilan.
"Kalau nggak ada hubungan apa-apa, kenapa lo bete begini?" cecar Kevin kemudian.
"Ya sekarang memang nggak ada apa-apa--"
"Entah besok," potong Kevin gemas.
Kedua cowok di hadapan Dilan tergelak, kemudian bertanya, "Jomlo sampai halal, udah nggak berlaku?"
***
Mawar dan Mona sore itu janjian untuk pergi bersama. Sebenarnya Mawar sedikit tidak nyaman, tetapi ia terpaksa menuruti kemauan Mona. Bagi Mawar mengecewakan teman bukan hal baik. Apalagi cewek baik seperti Mona. Di mata Mawar, Mona itu istimewa.
Mona itu cantik dan supel. Bahkan Mawar ingin sekali menjadi sepertinya. Tidak segan-segan keinginan itu ia sampaikan pada Mona.
Mona menjemput Mawar tepat pukul 17:00 WIB. Mengenakan jin biru sedikit belel, kaos putih, dan tidak ketinggalan jaket serta topi yang sama-sama berbahan denim. Rambut panjangnya dikuncir ekor kuda.
Diam-diam Mawar memuji penampilan Mona. Aroma mahal lagi-lagi tercium oleh indera penciumannya. Cewek mana yang tidak menyukai aroma seprestisius itu? Mawar hampir tidak berkedip saat memperhatikan Mona yang duduk di belakang kemudi.
"Gue aneh?"
Mawar terkesiap. "Ah, eng-enggak, kok, Kak." Tentu saja Mawar menjawab dengan gelagapan. Ia merasa seperti maling yang tertangkap basah.
"Terus kenapa liatin gue kayak gitu?" Mona bertanya dengan pandangan yang tidak lepas dari jalanan. Cewek itu juga pandai menyertir, membuat keistimewaannya bertambah di mata Mawar. Ia seperti tidak percaya akan punya teman seistimewa Mona. Mawar berjanji pada diri sendiri untuk menjaga pertemanan mereka sebaik mungkin. Apapun akan dilakukannya, asal pertemanan mereka terjaga. Sosok yang menurutnya cantik dan baik hati.
"Kakak cantik," puji Mawar jujur, yang disambut senyum manis Mona, "baik juga." Senyuman Mona yang tadi terkembang mendadak lenyap. Hatinya mencoba bersikap abai dan ingin terus bermain peran.
"Kamu juga cantik," balas Mona, "pinter pula," lanjut Mona dengan masih tetap fokus pada jalan. Mona bukan cewek yang suka menyenangkan hati cewek lain, tetapi kali ini beda situasi. Ia mencoba menikmati.
Begitulah, Mawar dan Mona berbincang ringan sambil sesekali melempar pujian. Pujian tulus dari Mawar pada Mona yang dibalas pujian palsu demi tercapainya misi. Tak jarang derai tawa terdengar begitu mengalir dari keduanya. Setengah jam berjibaku dengan jalanan ibukota, sampailah mereka di sebuah pusat perbelanjaan elit. Bangunan menjulang dengan lampu-lampu yang bersinar terang menjadi pemandangan khas. Eskalator dan elevator menjadi penghubung tiap lantai di gedung itu.
Deretan baju-baju, gerai-gerai makanan, toko-toko gawai, dan masih banyak pernak-pernik lain yang bisa membuat lapar mata. Mona beberapa kali menawarkan sesuatu pada Mawar yang hanya dijawab gelengan. Pada akhirnya mereka menuju pojok kecantikan, sebutan untuk sebuah area yang menjual berbagai produk perawatan tubuh dan wajah.
Berbagai merk dagang, jenis, dan warna-warni cantik memikat. Dalam hati Mawar ingin memiliki salah satunya. "Boleh, Kak, skin care dan lipstick lagi diskon. Silakan, ada testernya, Kak," sambut seorang beauty agent dengan senyum ramah.
Mona membelalak mendengar kata diskon.
"Boleh saya coba yang ini, Mba?" Mona menunjuk sebuah merk perawatan kulit baru yang sedang diskon. Ia mencoba krim malam dengan mengoleskannya di punggung tangan. Mawar memperhatikan Mona dengan seksama, mengamati caranya mengusap-usapkan krim itu.
"Diskon 50% khusus hari ini, Kak," kata sang penjaga produk, "besok diskonnya turun menjadi 25%."
Mona mengamati punggung tangannya yang terlihat berkilau sehabis diusapkan krim, lalu menoleh pada Mawar.
"Lo mau nggak? Gue beliin, ya?"
Mawar dalam hati begitu ingin memiliki produk tersebut. Namun, kepalanya digelengkan kuat sambil tersenyum. Ia tidak ingin mengambil keuntungan apapun dari pertemanan yang baru saja mereka jalin.
"Dari tadi gue tawarin selalu ditolak. Kita pulang, deh, kalau gitu," kesal Mona. Padahal ia hanya berpura-pura.
"Kak, oke, saya mau."
Mona tersenyum senang.
"Saya ambil ini, ya, Mba." Mona menunjuk rangkaian skin care yang tadi dicobanya. Kemudian ia tersenyum ke arah Mawar.
Mawar sempat melirik harga yang tertera di price tag. Harganya hampir menyentuh satu juta. Harga yang sangat tidak murah untuknya.
Mona mengajak Mawar ke toko buku setelah membayar produk yang dibelinya.
Namun, belum lagi mereka sampai di toko buku, sebuah panggilan menghentikan langkah mereka. Mawar dan Mona menoleh. Alangkah terkejutnya mereka melihat si pemanggil. Cowok gondrong yang selalu menggelung rambutnya di puncak kepala.
"Mawar, ikut aku!"
Cowok itu menarik tangan Mawar dan membawanya pergi. Mawar tidak bisa berbuat apa-apa selain menurut. Mata gadis itu menatap Mona penuh penyesalan.
💄💄💄
Holaaa
Maafkan saya telat up. Maklumin yak mamak rempong yang satu ini hihihi. Semoga kalian suka.
Gimana bab ini?
Menurut kalian apa sih rencana Mawar?
Boleh tebak di kolom komen, jangan lupa vote yaaak. Bantu mamak yaaak. Prok prok prok jadi apa wkkwkw😂
Salam manis
Noya Wijaya
Tangsel, 28 Mei 2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top