1|| Jomlo Most Wanted

Halooo ... aku datang dengan cerita baru. Semoga suka😘

🌷🌷🌷

Pandangan Ryuga terpaku kepada sosok cantik yang berjalan mondar-mandir di belakang Alif. Aura perempuan itu semakin bersinar, walaupun perutnya membuncit. Memang benar kata orang, jika perempuan hamil justru semakin cantik. Dia merutuki diri sendiri yang masih saja terpesona dengan sosok di masa lalunya. Kenapa rasa sialan itu masih ada dalam dadanya setelah bertahun-tahun berlalu?

“Hei, jaga mata, Bro! Itu bini gue. Jangan bilang lu masih belum bisa move on!” ucap seorang lelaki di layar ponsel.

Ryuga tersenyum masam. Hatinya tersentil mendengar guyonan yang dilempar Alif, sahabatnya. “Siapa bilang?” ujarnya seraya tersenyum miring. “Liat aja, enggak lama lagi gue bakal kirim undangan ke elo!” Ryuga memperbaiki posisi duduknya dan memasang wajah angkuh. Dia tersenyum miring berusaha menutupi kegelisahan hati di hadapan sahabatnya.

“Ish, Mas Alif! Jangan godain Kak Ryuga,” ucap Ai seraya mencubit kecil pinggang sang suami. Aisyah yang sedang menyusun baju di lemari, menghampiri Alif yang sedang melakukan video call dengan Ryuga. Meskipun istri Alif itu beraktivitas, tetapi indera pendengarannya menangkap semua pembicaraan sepasang sahabat itu. Ai memalingkan wajah, dan menatap lelaki bermata sipit itu seraya mengulas senyum hingga menampilkan lesung di pipinya. “Jangan dengarkan Mas Alif, Kak. Ai doakan Kakak segera bertemu dengan jodoh terbaik pilihan Allah. Aamiin.”

“Aamiin ....” Ryuga memejam sejenak. Dengan sepenuh hati dia mengaminkan doa perempuan masa lalunya. Lelaki itu pun ingin menapaki kehidupan baru. Sungguh, Ryuga iri melihat kemesraan hubungan Alif dan Ai. Siapa pun pasti menginginkan kehidupan pernikahan, apalagi usianya sudah melewati kepala tiga.

Pembicaraan lewat telepon antara Ryuga dan Alif sudah berakhir tiga jam yang lalu. Hubungan antara kedua sahabat itu masih terjalin dengan baik, meskipun sempat terputus karena tragedi di masa lalu. Lelaki berambut cokelat itu melihat jam di ponsel yang sudah menunjukkan pukul 00.20. Ryuga kemudian meletakkan kembali benda berlogo apel tergigit itu di bantal sisi samping dimana dia berbaring. Rasa kantuk tak kunjung menghampirinya meskipun tubuhnya terasa letih.

Pandangan Ryuga mengarah ke langit-langit kamar. Pikirannya berkelana mengingat perjalanan hidupnya selama lima tahun terakhir semenjak peristiwa itu. Hati lelaki keturunan Jepang itu terasa lelah. Ternyata berkeliling ke beberapa negara tak membuatnya melupakan perempuan pemilik lesung pipi itu.

Berbagai perempuan yang singgah selama lima tahun terakhir tak mampu memikat hati seorang Azeema Ryuga Masashi. Lelaki 34 tahun itu selalu saja membandingkan para perempuan yang mendekatinya dengan Ai.

Entah sudah keberapa kali dia mengembuskan napas panjang. Ryuga berharap keputusannya untuk kembali ke negara asal sang ibu adalah keputusan yang tepat. Lelaki berkaus putih itu memilih untuk menghadapi masa lalu agar dia bisa berjalan menapaki masa depannya. Dia pun memejamkan mata. Tak lama dengkur halus terdengar di kamar bernuansa putih itu, bersahutan dengan suara gerimis yang jatuh di rerumputan.

***

Ryuga membuka pintu mobil. Dengan masih mengenakan kaca mata hitam dia meraih ransel di kursi penumpang, kemudian turun dari kendaraan beroda empat tersebut. Lelaki itu mengayunkan langkah tegapnya menuju gedung berwarna abu-abu berlantai lima.

Sinar mentari pagi menimpa rambut kecokelatan Ryuga. Sisa hujan semalam yang mengguyur kota Malang membuat udara terasa lebih sejuk. Bahkan, embun masih menempel di dedaunan terlihat berkilauan tertimpa cahaya matahari. Lelaki berkemeja biru muda itu melirik jam sekilas di pergelangan tangan. Sengaja dia berangkat lebih awal, jam pertama memberikan kuliah masih satu jam lagi. Ryuga ingin mempersiapkan materi baru untuk mata kuliah yang diampunya.

“Gilak, ganteng banget tu dosen baru! Aku mau banget jadi bimbingannya.”

“Weh, emang kamu aja yang mengen? Aku juga mau. Denger-denger masih avaliable tuh. Jomlo!”

“Beuh, jomlo most wanted!"

"Husband material kalo itu!”

Ryuga melewati sepanjang halaman parkir kampus, dengan bisikan-bisikan para mahasiswi yang terdengar jelas di telinganya. Lelaki itu mengabaikan celotehan para mahasisiwi yang saling berbisik dan tertawa kecil membicarakan dirinya. Hal yang sudah jadi makanan sehari-hari semenjak dia memutuskan bergabung menjadi dosen tiga bulan lalu. Lelaki itu sadar jika dirinya menjadi trending topic di kampus.

Lahan parkir yang bersebelahan dengan taman yang rindang dijadikan tempat nongkrong mahasiswa guna menghabiskan waktu di sela kuliah. Bangku-bangku panjang dari kayu ditambah wifi gratis menjadikan tempat itu sebagai area favorit warga kampus, selain kantin tentunya.

Lelaki bermata sipit itu langsung menyimpan kaca mata hitamnya di saku kemeja. Nada panggil terdengar dari ponselnya, dia segera menjawab telepon seraya berjalan menuju lift dan masuk ke dalamnya. Ryuga tersenyum kepada orang-orang  yang menyapanya dengan gestur memohon maaf seraya terus berbicara dengan asistennya di telepon.

Pembicaraan berlangsung cukup lama hingga Ryuga tiba di ruangannya di lantai empat. Setiap pagi, lelaki keturunan Jepang itu akan melakukan koordinasi dengan Dean, asistennya.

Ryuga baru saja membuka laptop, ketika terdengar ketukan pintu.  Lelaki itu berpaling ke arah pintu. Wajahnya berubah pias ketika melihat sosok yang berdiri dengan menyandarkan tubuhnya di pintu dengan pose yang sedikit menggoda. Seketika dia merasa sesak napas ketika melihat perempuan bergincu merah itu.

Tanpa permisi perempuan berambut ikal kemerahan itu langsung mendekati meja Ryuga. Reina berdiri membusungkan dadanya, memperlihatkan bentuk tubuhnya yang sintal sambil berbicara. “Pagi, Mas, eh, Pak Ryuga. Saya tahu Pak Ryu pasti belum sempat sarapan. Secara saya tau kalo Pak Ryu masih single, jadi pasti nggak ada yang perhatiin. Makanya saya bawakan spesial masakan saya yang terkenal endolita. Dijamin Bapak ketagihan. Cuslah!”

Ryuga mengerjap menatap perempuan bergincu merah di hadapannya. Dia merasa sesak napas mendengar Reina yang terus saja berbicara tanpa jeda. Lelaki berkemeja biru itu bertanya dalam hati, apakah perempuan di hadapannya tidak kehabisan oksigen berbicara sepanjang itu dalam satu napas. Ryuga mengembuskan napas, berusaha memasang wajah ramah demi menghormati koleganya. “Makasih, Bu, jangan repot! Saya sudah sarapan, Kok,” tolak Ryuga secara halus.

“Aih, Pak Ryuga ... jangan panggil Bu, dong. Panggil Rei aja, eh, panggil sayang juga boleh,” ucap Reina seraya terkikik. Dia pun mengibaskan rambutnya yang berwarna ombre kemerahan. “Saya sama sekali nggak repot. Seneng malah. Kalo ‘gitu, ini buat makan siang aja. Besok lagi, jangan dulu sarapan. Tunggu aja bekal dari saya. Kita sarapan bersama tiap pagi,” ucap Reina dengan tertawa kecil malu-malu seraya mengibaskan jemarinya yang lentik.

Dosen perempuan itu menyodorkan kotak bekal dua susun berwarna biru muda beserta tumbler berwarna senada ke arah Ryuga. “Makanan dan minuman sehat. Biar badan Pak Ryuga tetep six pack. Jadi, jangan khawatir Pak. Hari ini saya masak tumis brokoli dengan ayam mentega, juga mashed potato sebagai pengganti nasi. Minumannya jus melon with yoghurt. Pokoknya saya ini wife material bangetlah. Kalo punya istri saya, urusan dapur dan ranjang ... dijamin memuaskan,” ucap Reina seraya mengedipkan sebelah matanya.

Perempuan itu dengan santai duduk dan menyandarkan tubuhnya di kursi. Dia menggeliat pelan dengan gerakan menggoda hingga memperlihatkan bagian atas dadanya yang putih. Dengan sengaja Reina membuka dua kancing blusnya teratas. Sesekali matanya mengerjap dan menggigit bibir bawahnya agar terlihat seksi.

Ryuga mengembuskan napas panjang berharap stok kesabarannya masih banyak menghadapi tingkah absurd Reina. Dia mengakui jika koleganya itu dosen yang cerdas dan juga populer di kampus.

Penampilan perempuan di hadapannya cukup spektakuler, jauh dari kata anggun. Seperti hari ini, Reina mengenakan blus bercorak floral warna merah menyala dipadukan dengan rok lipit selutut warna tosca. Belakangan,  lelaki itu baru tahu jika Reina memang mempunyai profesi sampingan sebagai selebgram dan menjadi brand ambassador dari banyak produk fashion maupun kecantikan.

Reina terus saja berbicara panjang seperti kereta api. Bertanya banyak hal pribadi yang tentu saja dijawab lelaki itu seperlunya. Ryuga termasuk orang yang tertutup menceritakan hal pribadi, kecuali kepada perempuan masa lalunya. Lelaki itu merasa telinganya berasap mendengar omongan Reina yang tanpa jeda.

Ryuga yang sudah jengah dengan sikap agresif Reina, sontak berdiri dengan cepat. Dengan tergesa, lelaki bermata sipit itu memasukkan kembali laptopnya ke dalam ransel. Dia berpamitan kepada dosen perempuan itu dengan sopan. “Maaf, sudah waktunya saya masuk kelas. Permisi.” Ryuga pun melangkah keluar ruangan meninggalkan Reina yang cemberut karena merasa diabaikan. Sambil berjalan, dia memijat keningnya yang terasa pusing menghadapi sikap dosen perempuan yang gigih mendekatinya selama satu bulan ini.

***

Tes ombak dulu, nih ...  gimana komennya cerita ini. Mau lanjut enggak?

Dipan, 280123

1290

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top