Resepsi Pernikahan
Undangan sudah disebar. Tidak banyak yang diundang, hanya tetangga, keluarag dan teman-teman kantor yang dikenal serta beberapa teman alumni waktu kuliah atau sekolah dulu yang masih akrab dengannya, tidak terkecuali Fatur. Yah. Nania sudah berjanji mau berteman dengan lelaki yang pernah memintanya menjadi istri itu.
Karena jarak antara penentuan tanggal dan acara resepsi terbilang sangat dekat, jadi membuat keluarga Nania lumayan maraton mempersiapkan semuanya. Untuk sementara sepasang pengantin baru itu menunda dulu komunikasi yang ba-bi-bu tidak jelas. Terutama Dika yang setiap hari minta diperhatikan Nania. Padahal ini semua ulahnya yang meminta acara resepsi sesegera mungkin setelah akad. Jadi, mau tidak mau, Dika harus mengerti kesibukan Nania mempersiapkan acara ini.
Syukuran resepsi pernikahan akan digelar sederhana. Yang penting bagi mereka adalah maknanya. Mensyiarkan bahwa mereka telah menikah secara sah menurut agama dan negara. Agar tidak timbul fitnah pada diri mereka.
Sehari sebelum hari H, Dika sudah pulang ke kampung halamannya. Dia kembali rindu denga suara istrinya. Didialnya nomer istrinya segera.
"Sayang lagi apa?"
"Ini barusan selesai pakai hena, Mas."
"Heemmm ... pasti tambah indah tangan kamu."
"Hihii ... iya. Aku suka gambarnya cantik, Mas. Oh ya, Mas Dika kapan sampainya?" Matanya berbinar melihat lukisan hena di tangan.
"Tadi pagi. Dan sekarang Mas capek banget, Dik." Dika berniat bermanja-manja dengan istrinya.
"Oh gitu, ya sudah, Mas istirahat saja biar gak capek. Besok pagi perjalananya jauh. Pasti tambah capek lagi." Berharap sang istri meladeni sikap manjanya, malah dipungkasi dengan menyuruh istirahat.
"Tapi, Mas kuat kok, Sayang." Kembali coba memancing reaksi istrinya.
"Kuat apa?" Nania yang polos, memang kurang peka dengan pancingan Dika.
"Kuat ngangkat kamu, Baby!" Serigai muncul dari bibir Dika.
"Iihhh ... Mas Dika apa-apaan sih? Ini ponselnya aku loudspeaker, lho. Jangan mesum!"
"Hah!? Kenapa diloudspeaker?" Dika yang tadinya ingin melancarakan kalimat 'kikuk-kikuk' nya. Terbelalak ketika tahu teleponnya diloudspeaker oleh Nania. Buyarr ...!
"Ya, karena tangan Nania masih ada henanya, belum kering, Mas. Jadi gak bisa pegang HP. Ini tadi yang jawab panggilan dari Mas, Laila, sepupuku. Kami semua denger lah, Mas bicara apa!" Dengan kepolosannya, Nania menjelaskan situasi yang terjadi dengannya. Benar saja, orang-orang di sekeliling Nania cekikikan mendengar kalimat 'kikuk-kikuk' yang dilontarkan Dika barusan.
"Oooh gitu? Kenapa gak bilang dari tadi?" gerutu Dika bercampur malu.
"Yee ... tadi kan Nania bilang kalau habis pakai hena. Ya belum kering lah henanya."
"Oh iya, Mas gak tahu. Maaf, ya. Ya sudah nanti malam saja dilanjut, ya." Terpaksa dia memungkasi pembicaraan karena terlanjur malu dengan yang barusan terjadi.
"Mas Dika istirahat, gih. Salam buat mertua ya. Hihii ... assalamualaikum."
"Iya. Waalaikumsalam, Sayang. Love you."
Rasanya dia sudah tak sabar menunggu detik-detik pertemuan dengan istri tercinta, besok. Setiap Dika telepon atau berkirim pesan, Nania selalu menjawab dengan singkat. Seolah benar-benar dia tidak merindukan suaminya. Padahal jauh di dalam lubuk hati, Nania juga merasakan hal sama dengan suaminya. Hanya saja, dia bisa menekan rasa rindu itu sampai waktunya tiba nanti.
Apa ini yang dimaksud mertuanya, latihan bersabar? Ah, dia baru paham ternyata ini yang dimaksud oleh mertuanya kala mau berpamitan kala itu. Yah! Mereka berdua memang harus latihan bersabar, bersabar untuk menahan rindu yang membuncah, bersabar untuk tidak bermanja-manja satu sama lain, bersabar untuk melakukan ibadah setelah menikah. Eits, Jangan berfikiran aneh-aneh dulu, dengan kata 'ibadah setelah menikah'. Banyak hal yang dilakukan suami istri yang bernilai ibadah. Misalnya menyiapakan makanan, mencuci bajunya, salat berjamaah, bersenda gurau, bahkan tersenyum kepada pasangan pun sudah merupakan ibadah, dan tentunya ibadah di ranjang seperti yang kalian pikirkan tadi.
Begitu besar pahala yang dapat diraih oleh sepasang suami istri dengan mudah. Berlandasakan label halal yang sudah di peroleh. Beda sekali dengan status 'pacaran' yang sering digembar gemborkan anak muda di luar sana. Sedikit sekali manfaat yang bisa diperoleh, dan lebih banyak pada kerugian. Rugi hati karena tidak taat pada Allah, rugi perasaan karena bisa sakit hati, rugi waktu karena harus memberikan perhatian lebih, rugi biaya karena pacaran tanpa modal, itu, nol besar. Mangkannya Nania dan Dika bangga menyandang satus jomblo sampai halal, karena mereka lebih selamat dari pemuda di luar sana yang berstatus 'pacar'.
***
Janur kuning telah melengkung di rumah Nania, tenda dihias cantik dengan berbagai bunga dan kelambu, pelaminan sederhana pun sudah siap menanti sepasang pengantin yang sudah tak sabar ingin berjumpa. Sang ini rombongan pengantin putra akan datang.
Sejak pagi, Nania sudah dirias oleh perias pengantin yang juga ibu dari sahabatnya waktu SMP. Tangnnya pun sudah terlukis indah dengan lika-liku pola hena. Baju kebaya putih dengan jilbab menutup dada dan menjuntai panjang ke belakang dipilihnya. Dipoles makeup tebal dan memakai bulu mata palsu sebenarnya membuatnya kurang nyaman. Tapi mau gimana lagi, hari ini adalah resepsi pernikahannya. Sesuatu yang terjadi seumur hidup sekali. Jadi walau capek dan tak nyaman, dia tetap menikmatinya. Terlebih sebentar lagi, dia akan bertemu dengan seseorang yang sudah sah menjadi suaminya.
Rombongan keluarga Dika pun sampai. Setelah menunggu Dika berganti baju tradisional jawa, Nania dituntun untuk menyambut suaminya. Dadanya dag-dig-dug tak karuan. Begitupun dengan Dika, keringat dingin membasahi pelipisnya ketika melihat istrinya bak seorang putri di kerajaan. Sangat cantik dan anggun. Sampai Dika terperangah melihat kecantikan bidadarinya. "Benar-benar bidadari yang turun dari langit." Batinnya. Dia sangat beruntung bisa memilikinya. Selain kecantikan fisik yang dimiliki Nania, tentunya kecantikan hati yang membuatnya semakin mempesona.
Serangkaian prosesi adat jawa yang mempunyai makna tersirat untuk mengarungi biduk rumah tangga, dilakoni mereka. Mulai dari balangan gantal (melempar sirih), ngidak endog (menginjak telur), sinduran (dituntun oleh orangtua dengan diselimuti kain merah berenda putih menuju pelaminan), kacar-kucur (suami menuangkan beras dan uang logam yang ditadahi istri), dulangan (saling bersuapan) serta sungkeman, yaitu berlutut di depan kedua orang tua masing-masing mempelai, sebagai bentuk penghormatan karena telah membesarkan mereka hingga akhirnya dapat menjalani kehidupan baru bersama pasangan.
Setelah prosesi panggih (temu manten), selesai, masuk ke acara inti berupa penyerahan dan penerimaan serta mauidhoh hasanah dan do'a. Dalam ceramahnya, ustadz mengatakan bahwa ada empat hal yang diajarkan agama dalam masalah pernikahan:
Pertama, pernikahan menghindari berzina; Kedua, pernikahan merupakan proses mengikuti sunah Nabi SAW, yang diikuti para penerusnya; Ketiga, pernikahan merupakan upaya melengkapi dari separuh agama; dan keempat pernikahan merupakan upaya menjadi manusia yang berkepribadian baik. Dengan bersatunya dua budaya yang berbeda. Sehingga dari perbedaan itu diharapkan bisa mendatangkan keturuanan yang akan menyadari perbedaan hidup saling rukun dan damai.
Selain itu dalam kehidupan pernikahan, ini yang penting untuk diperhatikan:
'Hunna libasullakum wantum libasullahunna' artinya 'Istri-istri itu adalah pakaianmu dan engkau pun juga adalah pakaian mereka'.
Maknanya, pengantin baru maupun yang sudah lama, sejatinya mesti saling bisa menutupi antara keduanya. Ini berarti berumah tangga adalah proses saling tutup menutupi kekurangan masing-masing. Jika sang suami mengobral aib isterinya dan isteri berlaku sama, berarti pakaian perkawinan itu sengaja disobek-sobek oleh mereka sendiri. Naudzubillah mindzalik.
Sepasang suami istri itu mendengarkan mauidhoh hasanah dengan seksama. Mereka harus banyak belajar untuk membangun rumahtangga yang sakinah mawaddah warahmah sesuai ajaran agamanya.
Setelah do'a penutup, hadirin dipersilahkan berramah tamah yang dilanjutkan berfoto dengan pengantin. Walau terlihat lelah, kedua mempelai itu tak lepas menyunggingkan senyum bahagianya.
Malam harinya para undangan banyak yang hadir untuk memberikan do'a restu kepada pengantin baru itu. Terlihat Fatur datang menghampiri mereka di pelaminan.
"Selamat Mas Brow. Semoga kalian menjadi keluarga sakinah mawaddah warahmah." Fatur memberikan selamat dan doa tulus kepada Nania dan Dika. Dia berlapang dada menerima kekalahannya.
"Aamiin ... terima kasih." Dika menjabat tangan 'mantan pesaingnya' itu dengan senyum ramah. Dia bersyukur, karena adanya Fatur yang menyatakan perasaannya pada Nania, dulu, memberikan semangat pada dirinya untuk segera melamar Nania dan akhirnya menikah.
Fatur beralih ke Nania dan menangkupkan kedua tangannya di dada. Memberi ucapan selamat dan do'a restu. Tak terlihat wajah sedih di matanya. Ya, Fatur pernah berjuang mendapatkannya, tetapi Nania bukanlah jodoh yang diciptakan untuknya. Dan dia menerima takdir itu. Dia yakin, Allah sudah menyiapkan bidadari lain untuknya.
"Semoga Kak Fatur segera bertemu dengan jodoh yang sudah dipilihkan Allah untuk Kakak," ujar Nania memberi do'a dan semangat kepada Fatur. Fatur mengamininya, lalu melangkah pergi.
Teman-teman kantor juga datang rombongan. Mereka menggoda sepasang pengantin itu dengan candaan khas orang dewasa. Riuh tawa tercipta di antara mereka. Sedangkan Nania dan Dika hanya nyenggir tak bisa berbuat apa-apa selain menerimanya.
Setelah undangan yang hadir mulai sepi, Dika mengajak Nania istirahat ke kamar. Menjadi raja dan ratu sehari, ternyata sangat melelahkan. Mereka bergegas masuk dalam kamar pengantin yang sudah dihias sedemikian rupa dengan bunga-bunga nan wangi.
Nania duduk di depan meja rias dan menghapus makeupnya serta melepaskan hiasan di kepalanya satu persatu. Sedangkan Dika duduk selonjoran di atas kasur yang sudah dihias kelopak mawar yang indah, memusatkan perhatian pada istri tercintanya. Perasaan keduanya cukup canggung karena baru pertama mereka sekamar.
Dika mendekati Nania yang kesulitan melepaskan hiasan di kepala belakang. Dengan hati-hati, Dika membantu melepasnya. Dihirup wangi tubuh istrinya yang masih terbalut baju pengantin berwarna merah muda dan jilbab pasmina warna senada. Serasa memabukkan. Tangannya melingkar di pinggul istrinya dan menempelkan hidung bangirnya di tengkuk istrinya. Ingin segera melabuhkan buncahan rindu yang terasa sesak tertahan di dadanya.
"Mas, Nania mau ganti baju dan bersih-bersih dulu ke kamar mandi, ya?" Nania yang mendapati perlakuan suaminya yang mengendus tengkuknya, menjadi semakin kikuk.
"Ganti baju di sini saja, Sayang. Gak papa, mas bantuin," bujuk Dika penuh harap.
"Enggak. Sebentar saja, kok. Tunggu ya!"
Dengan terpaksa, Dika merelakan istrinya keluar kamar. Sambil menunggu Nania, dia mengganti setelan baji pengantinnya dengan kaos oblong dan celana traininh. Tak lama berselanh, Nania sudah masuk dengan gamis polos berwarnan lavender dan jilbab instan warna senada. Wajahnya basah sepertinya habis wudu.
"Kita salat Isya', lalu salat sunnah, ya, Dik," pinta Dika sambil melangkah keluar kamar, menuju kamar mandi.
Belum sempat Nania ingin mengatakan sesuatu kepada suaminya, Dika sudah tak terlihat.
Setelah Dika masuk, dia memakai baju takwa dan sarung. Lalu Nania menggelar sajadah untuk suaminya.
"Lho, kenapa hanya satu sajadanya? Di lemari gak ada?" tanya Dika heran karena Nania hanya menggelar satu sajadah saja untuknya.
"Eemm ... sebenarnya Nania tadi mau bilang ke Mas Dika, kalau Nania ... baru datang tamu bulanan."
"Astaghfirullahha'adzim ...." Dika mengusap kasar wajahnya.
----TAMAT----
Terimakasih apresiasinya para pembaca. Tidak menyangka bisa sampai part 17 cerbung perdana saya ini. Mohon maaf apabila ada kekurangan dan ada kalimat yang menyinggung pembaca sekalian.
Nania dan Diak pamit.
Daa-daa...
Insya allah ketemu di cerbung berikutnya ya.
Assalamualaikum...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top