Extra Part

"Dinaaa ... mainannya gantian sama adik, ya."

"Idek ... main nie ... nie ...." Bocah dua tahun itu memberikan mainan yang tadinya direbut adiknya, tidak dikasih. Tapi setelah ditegur bundanya, diberikan dengan suka rela.

"Adik main dulu sama kakak yang pinter, ya. Bunda beresin dapur dulu." Memastikan mereka bermain dengan aman setelah drama tangisan sang adik berebut mainan dengan kakaknya. Melangkah ke arah dapur minimalis dan bersiap membersihkan kompor, setelah rutinitas memasak pagi hari.

Tak lama berselang, seorang pria berkemeja biru dongker dengan bawahan celana bahan hitam, memakai dasi, sepatu fantofel hitam dan menjinjing tas kerja mendekat ke arah dapur.

Cup.

Sebuah kecupan mendarat di pipi wanita berhijab salem. Rutinitas pagi yang selalu membuat keduanya semangat menjalankan aktifitas harian.

"Mas, sarapan, yuk."


"Mereka sudah sarapan, Bun?"

"Belum, Mas. Mereka masih mainan. Tadi sudah minum susu, kok. Bentar lagi bunda siapkan sarapannya."

"Yaudah, kita sarapan dulu."

Sang istri mengambilkan sepiring nasi, lauk dan sayur untuk suaminya. Satu cangkir kopi untu suaminya sudah terhidang di meja makan. Duduk bersebelahan dan bersiap sarapan bersama.

"Huwaa ... huwaa ...." Suara tangisan salah satu anak menghentikan suapan pertama bundanya. Berdiri menghampiri dua bocah gembul yang saling berebut maian.

"Adik, mainannya gantian, dong. Tadi sudah dipinjam adik. Sekarang gantian kakak, ya. Adik main yang lain, ya. Itu ambil boneka Hello Kitty-nya."

Dari ruang makan, pria 31 tahun itu. memperhatikan pemandangan yang hampir setiap pagi membuatnya tersenyum lebar. Kelucuan kedua putrinya adalah hiburan gratis yang setiap hari selalu dinantikannya. Kesibukannya di kantor membuat waktu berkumpul mereka hanya sedikit. Hari ini dia cukup beruntung karena mereka sudah bangun. Kadang kala, sebelum berangkat kerja, hanya bisa memandang mereka dalam balutan selimut.

Setelah selesai menghabiskan makanannya, dia menghampiri ketiga orang yang sangat dicintai tersebut. Menggendong putri kecilnya dan mengecup pipi cubby mereka bergantian.

"Ayah berangkat kerja dulu, ya, sayang. Adik dan kakak gak boleh nangisan. Yang nurut sama bunda, ya"

"Iyaaa, ayaahh ... hati-hati ...," ujar Bunda menirukan logat putrinya.

Sang istri berdiri lalu meraih tangan suami, dicium punggung tangan sang suami. Sebuah kecupan mendarat di puncak kepala berbalut jilbab instan istrinya.

"Jaga anak-anak ya, Bun. Mas berangkat dulu. Love you. Assalamualaikum."


"Iya mas, hati-hati. Love you too. Waalaikumsalam."

Ketiganya berjalan ke teras rumah, mengantar kepergian lelaki tercintanya menjemput rizki halal untuk menafkahi keluarga.

Sudah tiga tahun pernikahan mereka berjalan. Tidak selalu berjalan mulus karena ada saja kerikil-kerikil kecil yang membuat kehidupanrumah tangga mereka berwarna. Rasa cemburu, tuntutan pekerjaan, dan ego dari keduanya sering muncul menciptakan bumbu tersendiri dalam pernikahan mereka. Tetapi kehadiran buah hati mereka, si kembar cantik, Madina Putri Altarik dan Andini putri Altarik membuat rumah tangga mereka semakin berwarna.

Sejak menikah, mereka tinggal di rumah kontrakan Dika yang lama. Setelah kepindahan Dika ke kantor pusat, otomatis waktu bersama tidak sebanyak dulu waktu masih sekantor. Tapi mereka selalu memaksimalkan waktu kebersamaan mereka. Mencoba saling memahami dan mengenal satu sama lain.

Menikah tanpa pacaran, membuat mereka harus banyak belajar tentang kepribadian masing-masing. Dika baru tahu kalau Nania memiliki rasa cemburu yang besar. Pernah sekali Nania menemukan isi pesan teman sekantor Dika, Seren. Isinya hanya mengingatkan untuk segera istirahat karena pasti capek setelah kunjungan ke cabang Malang. Tetapi hal itu menimbulkan kecemburuan yang besar pada Nania. Tidak dipungkiri, wanita bernama Seren itu memang sering memberi perhatian pada Dika, tetapi toh Dika tidak menaggapinya. Butuh perjuangan keras untuk mendapatkan kepercayaan istrinya. Bahwa suaminya tidak ada apa-apa dengan Seren atau wanita lain di luar sana.


Lain Nania yang memiliki kadar cemburu besar, lain pula Dika yang over manja ketika bersama istrinya. Dika bak seorang anak kecil yang selalu bergelayut manja di samping istrinya. Pernah ketika hari libur, Nania yang mengajak Dika jalan-jalan karena bosan di rumah terus, sebentar lagi akan melahirkan, jadi mungkin hari itu, mereka bisa jalan-jalan untuk merefresh pikiran berdua. Bukannya mengabulkan permintaan istri, malah Dika menyekap istrinya di dalam Kamar seharian. Eits,,, jangan berpikir macam-macam. Dika hanya ingin ditemani Nania menonton film di Laptop sambil bergelayut manja di pangkuan istrinya.

Setelah melahirkan si kembar, Nania resign dari pekerjaannya dan fokus merawat anak-anaknya. Dika tentu saja senang dengan keputusan istrinya. Mereka pindah ke rumah sederhana yang lebih dekat dengan kantor, yang dibelinya setelah si kecil berusia 7 bulan.


Di kantornya, Dika juga mendapat kenaikan jabatan. Sudah empat bulan ini dia menjabat Kepala Divisi Keuangan. Tentunya posisi itu diraihnya dengan kerja keras dan kesungguhan dalam bekerja serta do'a orang-orang yang dicintainya. Tetapi hal itu juga mengorbankan waktu kebersamaan dengan keluarga. Karena itu, setiap libur, Dika selalu menggunakannya untuk quality time bersama keluarga kecil mereka. Entah itu jalan-jalan di taman, mengantar belanja bulanan, atau hanya sekedar nonton DVD kartun kesukaan putrinya. Sebisa mungkin, dia tidak membawa pekerjaan ke dalam rumah. Hal ini dilakukan agar, dia bisa bercengkerama dengan keluarga kecilnya.


***

"Sayang, ada acara family gathering minggu depan," ucap Dika setelah salat Isya' bersama istrinya. Nania melipat sajadah dan mukenahnya.  Dika berjalan ke ranjang untuk selonjoran. Si kembar sudah tidur sebelum ayahnya datang.

"Dimana, Mas?" tanya Nania sambil duduk di sebelah suaminya.

"Di Tamandayu, Pasuruan. Kita ikut, ya?"

"Terus twiny gimana?"

"Kita ajak. Temen-temen kantor pada nanyain twiny, gemes katanya."

"Tapi pasti repot, Mas. Mereka kan lagi aktif-aktifnya,"

Usia twiny yang baru dua tahun sering membuat bundanya kerepotan. Lari-larian, rebutan mainan, rebutan makanan, naik sana, loncat sini, adalah pemandangan setiap hari yang dilihat Nania. Dia tidak bisa membayangkan kalau ikut family gathering, bagaimana tingkah mereka? Tentu akan mengganggu kegiatan ayahnya bersama rekan-rekan kantor.

"Tenang saja. Nanti mas bantu jagain mereka. Tapi biar kamu gak terlalu repot dan bisa menikmati acaranya, kita ajak Bu Salma juga, ya? Buat bantuin kita ngurus si kecil,"

Bu Salma adalah tetangga mereka yang kadang ikut bantu bersih-bersih rumah bila si kecil sedang rewel. Beliau memiliki satu cucu peremouan usia 3 tahun, tetapi tinggal di Banyuwangi. Jadi, bu Salma sering mengajak main Dina dan Dini sebagi hiburannya.

"Ya sudah, nanti Nania coba bicarakan sama Bu Salma, mau atau tidak."

Dika tersenyum manis pada istrinya.

"Makasih sayang." Dika menggenggam tangan istrinya dan menatap istrinya yang terlihat lelah, tetapi masih mau menunggu dan menemaninya makan malam setiap hari. Walau kadang, istrinya terlihat sangat lelah dan mengantuk. Tapi setiap Dika pulang, dia selalu menyambutnya dengan senyum kerinduan.


"Makasih untuk apa, Mas?"

"Makasih untuk semuanya. Untuk cinta kamu, untuk perhatian kamu. Untuk pengertian kamu. Untuk semua yang telah kamu lakukan selama menjadi istri mas. Mas sangat beruntung memiliki istri sepertimu, sayang. Mas sangat bersyukur atas karunia yang Allah berikan pada mas. Memiliki istri sholihah dan penyayang yang selalu mensupport mas dalam kebaikan. Makasih. I love you so much sweetheart." Dicium punggung tangan istrinya dengan penuh kasih sayang. Nania mengusap cairan bening yang tiba-tiba meluncur dari sudut matanya.

"Sama-sama, Mas. I love you too. Mas Dika segalanya bagi Nania. Mas adalah imam yang Allah berikan untuk Nania. Ridho dan kasih sayang Mas yang selalu Nania pinta. Selama ini mas sudah melakuakn yang terbaik bagi kita. Aku beruntung memiliki mas sebagai suamiku. Aku bahagia atas apa yang sudah terjadi diantara kita. Ingatkan Nania kalau ada salah. Begitupun jika mas Dika ada salah, jangan marah jika Nania tegur ya, Mas. Kita belajar bersama-sama. Semoga Allah memberi berkah dan selalu menjaga keluarga kita dalam kasih sayang dan ridho-Nya."

"Aamiin ...."

Nania membenamkan kepalanya di dada suami. Mengendus bau suaminya adalah hobi Nania sejak hamil. Mungkin sebagian orang menganggap aneh, tetapi bagi Nania, hal itu bisa membuatnya nyaman dan meluluhan rasa lelah yang dirasa.

"Ya sudah, kita tidur yuk, Mas. Sudah larut. Besok Mas Dika ada meeting pagi, kan?"


"Iya. Biar besok semangat meetingnya, kita ibadah dulu yuk, sayang." Serigaian nakal terukir di wajah pria itu.


Di bawah temaram cahaya bulan, sepasang suami istri itu menghabiskan malam indah bersama. Dalam balutan rasa cinta halal atas karunia Sang Pencipta. Cinta suci yang lahir dari hati yang terjaga. Hati yang terjaga untuk dilabuhkan pada yang berhak menerima. Kekasih halal yang sudah ditakdirkan Allah untuk hidup bersama rumah tangga untuk mengagungkan Sang Pencipta.

***

[END]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top