Enam
Siska POV
Hari - hari ku lalui dengan perasaan cemas. Aku menunggu kabar dari Rifkan. Beberapa kali aku menghubunginya tapi tak tersambung. Pesan wa ku juga tak ia balas.
Aku sudah mencoba berfikir posotif tapi selalu saja ada pikiran negatif yang menyerangku dari segala sisi.
Aku pikir diriku memang bodoh. Begitu saja menerima gombalan mulut manis dari pria yang baru saja ku kenal. Bakhan aku rela memutuskan hubungan ku dengan Ahmad dan lebih memilih menjalin kasih dengan Rifkan. Semata - mata karena aku yakin Rifkan benar akan mewujudkan harapan ku yaitu menikah di usia muda.
Tiba - tiba ponsel ku berbunyi tanda pesan masuk.
Jantung ku berdetak kencang ketika mengetahui Rifkan lah yang mengirimi ku pesan. Seketika senyum ku mengembang. Dia pasti merindukan ku sama halnya aku yang merindukannya.
Mas Rifkan😘
Dek, maaf aku udah nggak bisa lagi sama kamu.
Hubungan kita cukup sampai disini saja.
Tubuh ku membeku seketika setelah membaca pesan singkat dari Rifkan. Apa - apa'an ini?! sudah berminggu - minggu ia tak muncul, tiba - tiba mengirimi ku pesan gila seperti ini. Dimana akal sehatnya. Air mata ku tak bisa ku bendung sudah. Hati ku hancur manakala angan - angan ku membangun masa depan dengannya pupus sudah.
Siska
Maksud mu gimana mas? Kamu bilang hubungan kita bakal serius?!
Aku tak tahu harus bagaimana. Aku menaruh harapan penuh pada Rifkan. Semoga saja ini hanya bercanda.
Mas Rifkan😘
Tapi setelah aku pikir - pikir, sepertinya aku belum siap nikah. Lagipula kita masih sama - sama terlalu muda untuk membangun rumah tangga.
Aku ingin fokus kerja. Modal untuk menikah itu nggak sedikit dek.
Sekali lagi aku minta maaf.
Aku tak membalas pesan kedua yang ia kirimkan pada ku. Aku menangisi nasib buruk ku yang dengan bodohnya percaya akan bualannya.
Mulut buaya lelaki memang menyeramkan.
***
Siska tak keluar kamar sama sekali, tidak juga pergi bekerja. Kepalanya terasa pusing, badannya juga demam. Mungkin karena setres dan menangis semalaman.
Sore hari Lisa pulang langsung menengok Siska ke kamarnya.
"Sis, tadi kamu nggak berangkat kerja?" tanya Lisa.
"Iya..." sahut Siska sendu.
"Tadi siang waktu istirahat mbak Lia tanya sama aku, kamu kok nggak berangkat kenapa" ucap Lisa.
"Tau Lis, aku lagi males keluar kamar" sahut Siska
"Kenapa? Apa ada kabar buruk dari rumah?" tanya Lisa.
"Nggak ada"
"Lha terus kenapa kamu kayak gini? Muka mu juga persis orang habis nangis"
"Rifkan mutusin aku semalam" lirih Siska.
"Apa?! Kok bisa, kenapa?"
"Nggak tahu, dia bilang belum siap menikah" sahut Siska.
"Hhhh kamu sih terlalu menuntut dia buat nikahin kamu. Sis.... lagipula apa sih yang buat kamu ngebet banget pengen kawin?! Heran aku deh lama - lama sama kamu" seru Lisa.
"Teman - teman ku sekolah kebanyakan udah pada nikah. Ya... aku pikir dari pada pacaran mending nikah aja lah. Mau ngapain aja bebas. Sudah halal" ucap Siska.
"Ya udah lah mungkin kalian memang tidak jodoh. Lupakan si Rifkan Rifkan itu. Kamu cantik, kamu pasti dapat ganti cowok yang lebih baik dari Rifkan" Lisa mencoba menenangkan Siska.
***
Keesokan harinya Siska bangun dari tidurnya dengan tekat dan semangat yang baru. Ia tak.perlu terus menangisi Rifkan yang telah meninggalkannya.
Sampai di pabrik, Siska tak berani bercerita pada Lia. Bisa - bisa ia di semprot habis - habisan. Lia tipe orang yang galak, blak - blakan dan bermulut pedas, tapi tak jarang juga ia perhatian pada Siska. Karena Lia sudah menganggap Siska sebagai adiknya.
Meski ia bertekat memulai hidup baru tanpa Rifkan, tapi pikirannya sepertinya ingkar. Bayang - bayang Rifkan terus saja datang.
Siska bahkan tak konsentrasi bekerja. Hingga berujung mendapatkan semprotan dari pengawas akibat kelalaiannya dalam bertugas.
Siska menghembuskan nafasnya kasar. Kedua tangannya menangkup wajahnya.
"Sana cuci muka dulu biar kamu waras lagi!" seru Lia. Siska segera pergi ke toilet untuk mencuci mukanya.
"Kamu kenapa?" tanya Lia setelah Siska kembali dari toilet.
"Nggak pa - pa" sahut Siska dengan cengiran.
Lia mendengus, "putus cinta?!" tebak Lia membuat Siska melotot padanya.
"Bagaimana dia bisa tahu..." tanya Siska dalam hati.
Lia tersenyum mengejek, "tentu saja aku tahu. Wajah mu terlihat menyedihkan!" seru Lia.
Siska langsung mewek mendengar seruan Lia.
"Mbaaakkk......."
"Halahhh aleman (manja)!!" Lia melengos menghindari rengekan Siska. Tapi sebelum pergi ia menyempatkan mengetok kepala Siska.
"Aduhh!!" teriak Siska merasa kepalanya sakit.
"Tega bener sih.... ada orang sedih malah di tambahi sakit!" seru Siska sambil mengelus kepalanya.
"Biar kamu itu bisa berpikir jernih. Kamu kan sudah aku bilangin berkali - kali, jangan asal jatuh cinta" seru Lia.
"Emboh ki mbak, aku juga heran sama diri ku sendi kok gampang banget jatuh cinta sama cowok" sahut Siska.
"Pikiran kamu itu perlu di setting kayaknya. Kalau ada cowok datang ngrayu - rayu kamu, gombalin kamu itu mbok ya di tahan. Jadi cewek mbok yang jual mahal sedikit" Lia mulai mengomel tak aturan, sedangkan Siska sudah hampir frustasi mendengar omelan Lia yang memang ada benarnya juga.
"Iya... iya... besok lagi aku bakalan jual mahal. Lagi pula saat ini aku masih cinta sama Rifkan mbak... Aku masih berharap dia ngajak aku balikan" sahut Siska membuat Lia melotot tajam padanya.
"Lenjeh!!" seru Lia malah membuat Siska tertawa. Setidaknya biar pun di beri omelan yang membuat pedas telinga tapi Siska malah merasa terhibur jika Lia sudah angkat bicara.
***
.........bersambung......
Semarang, 8 Mei 2020
Salam
Silvia Dhaka
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top