4. Diselamatkan Yoga
"Sebentar ya, Ma. Ada tamu tuh," kata Loli, lalu dia melesat melewati mamanya menuju pintu depan.
Dia hampir melonjak kegirangan saat melihat Yoga, teman satu kampusnya sudah berdiri di depan pintu pagar rumahnya yang masih terkunci.
Entah apa yang membawa Yoga ke rumahnya, Loli merasa bagaikan Tuhan mendengarkan permohonannya dan langsung mengabulkannya.
"Assalammualaikum," sapa Yoga dengan suara agak keras, berharap pemilik rumah yang dia datangi ini segera keluar menemuinya.
"Waalaikumussalam. Yoga, untung kamu datang!" sambut Loli dengan wajah ceria sambil membuka pintu pagar.
Yoga keheranan melihat Loli tampak sangat senang melihat kedatangannya.
Tumben, pikirnya.
"Kamu nggak heran lihat sepagi ini aku datang ke rumah kamu? Sekarang baru jam tujuh pagi," sahut Yoga.
"Apa pun alasan kamu datang pagi-pagi ke rumahku, pasti karena kamu dikirim Tuhan, Ga," ucap Loli seraya tersenyum lebar merasa lega.
"Masa sih? Perasaanku subuh tadi Tuhan nggak berpesan supaya aku datang ke rumah kamu," Yoga berhenti sebentar, menatap Loli dengan mata menyipit dan mendekatkan kepalanya ke wajah Loli.
"Kamu kangen banget ya sama aku? Kayaknya senang banget lihat aku datang," lanjutnya lalu nyengir lebar.
Loli meninju lengan Yoga.
"Ge-er amat sih! Aku senang karena aku memang lagi pengin keluar. Suntuk di rumah. Lagi ribet. Ada kamu kan lumayan. Bisa membonceng motor gratis. Ngirit, daripada pesan ojek online," sahutnya.
"Sadis. Aku dianggap pengganti ojek online," sahut Yoga. Dia meringis sambil mengelus-elus lengannya yang ditinju Loli cukup keras. Rasanya lumayan sakit.
"Aku datang ke sini mau ngajak kamu meliput acara panggung musik di Senayan," kata Yoga, akhirnya memutuskan saatnya bersikap serius menjelaskan kedatangannya sebelum ditanya.
Loli mengangguk.
"Oke, aku ikut. Tapi nanti kamu bilang sama mamaku ini tugas kuliah ya, Ga. Pleaseee??"
Yoga mengernyit. "Kenapa aku harus bohong?"
"Kalau kamu mau aku bantuin, harus bilang begitu ke mamaku."
"Yaah, okelah. Demi Loli apa sih yang nggak aku lakuin?" Yoga tersenyum manis.
"Gombal!" sahut Loli seraya mencibir, lalu mendahului masuk ke rumahnya.
Yoga, pemuda teman sekampus Loli di jurusan jurnalistik itu sudah terbiasa datang ke rumah Loli. Karenanya, tanpa menunggu dipersilakan dia langsung duduk di sofa ruang tamu sementara Loli mencari mamanya.
"Ma," panggil Loli saat menemukan mamanya sedang membangunkan Andya adik laki-laki Loli yang paling susah bangun pagi. Sementara si bungsu Zeina sudah bangun lebih dulu dan sekarang sedang bergelayut manja di tangan kanan mamanya.
"Ada tamu siapa?" sahut mamanya setelah sekilas melihat ke arah Loli lalu kembali beralih membangunkan Andya.
"Yoga, Ma," jawab Loli merasa menang, keinginannya tidak ikut berwisata bersama papanya akan terpenuhi.
Mamanya sudah mengenal Yoga Megantara, teman sekampus Loli yang sering menemani Loli mengerjakan tugas kuliah. Mereka teman sekampus, rumahnya pun tak terlalu jauh dari rumah Loli. Dan mereka sudah berteman sejak SMA karena masa itu pun mereka satu sekolah. Itu sebabnya keduanya cukup akrab.
Mama Loli tak keberatan Loli berteman dekat dengan Yoga. Karena anak itu sopan dan orang tua Loli sudah mengenal baik orang tua Yoga.
Sejauh ini, Loli dan Yoga bisa bersahabat baik walau berlawanan jenis. Padahal ada yang bilang, cowok dan cewek tidak akan bisa jadi sahabat. Pasti akan ada perasaan romantis yang terlibat.
Itulah sebabnya teman-teman Loli di Geng JOJOBA sering menggoda Loli, berkali-kali bertanya, apa benar Loli tidak pernah tertarik secara romantis pada Yoga yang cukup ganteng itu?
"Loli dan Yoga mau meliput acara pentas musik di Senayan, Ma. Ini tugas kuliah," kata Loli menyampaikan rencananya hari ini pada mamanya.
"Terus?" tanya Mama Loli yang sepertinya sudah tahu ke mana arah pembicaraan Loli.
"Terus ... maaf ya, Ma. Loli enggak bisa ikut jalan-jalan ke Puncak, karena harus meliput bareng Yoga," jawab Loli, berusaha terlihat bersungguh-sungguh agar Mamanya percaya dengan ucapannya.
Mama Loli menghela napas, kemudian bangkit dari duduknya di tempat tidur Andya. Anak itu belum berhasil dibangunkan, masih asyik meringkuk memeluk guling. Kemudian tanpa bicara, Mama Loli melangkah keluar kamar Andya, melewati Loli yang berdiri di ambang pintu.
"Tadi kamu bilang kamu capek," komentar Mama Loli setelah dia sudah berada di luar kamar anak laki-lakinya.
Loli menelan ludah, dia terdiam sembari mengikuti langkah mamanya menuju ruang tamu. Yoga sedang duduk di sofa ruang tamu sambil mengutak-atik kamera nikonnya.
"Yoga, tumben pagi-pagi sudah nyamperin Loli," tegur Bu Yasinta, membuat Yoga terkejut. Dia mengalihkan pandangannya ke arah Mama Loli lalu mengangguk memberi hormat.
"Pagi, Tante. Iya, Tante. Saya sama Loli ada tugas meliput acara musik besar di Senayan, Tante," sapa Yoga sekaligus menjawab pertanyaan Bu Yasinta.
"Mendadak ya?" sindir Bu Yasinta.
"Nggak juga Tante. Sudah kami rencanakan sejak tiga hari lalu," sanggah Yoga masih dengan suara sopan.
Bu Yasinta memandangi Yoga penuh selidik, jelas sekali dia tak yakin dengan ucapan Yoga. Yoga berusaha menyembunyikan rasa gugupnya dengan tersenyum, namun dia merasakan ujung kanan bibirnya sedikit bergetar.
"Tadi Loli nggak bilang kalau hari ini ada tugas meliput,"
"Ah, pasti Loli lupa deh. Dia sendiri yang bikin janji, tapi dia sendiri yang lupa. Untung Yoga cepat-cepat datang. Soalnya jam sembilan pagi kami sudah harus ada di venue konser musik itu, Tante," sahut Yoga sembari melirik ke arah Loli.
Bu Yasinta ikut menoleh ke arah Loli, memandangi wajah Loli yang tersenyum lebar. Dia curiga ini hanya cara Loli untuk menghindar dari keharusan ikut serta dalam acara keluarga yang telah direncanakan.
Bu Yasinta tak mengerti, mengapa Loli tampak tidak menyukai ide pergi berwisata sekeluarga. Bu Yasinta ingat, saat Loli masih kecil dahulu, anak pertamanya itu selalu antusias tiap kali diajak pergi, ketika dulu Papa Loli belum terlalu sibuk dengan pekerjaannya.
Rasanya sudah hampir tiga tahun keluarga ini tidak pergi berwisata bersama ke luar kota. Rencana kali ini seharusnya bisa menjadi momen berharga saat keluarga ini bisa kembali menghabiskan waktu bersama dalam formasi lengkap.
"Iya, Ma. Maaf, tadi Loli masih agak ngantuk setelah kemarin pergi seharian. Loli lupa. Untung Yoga datang jemput Loli," sahut Loli berusaha meyakinkan Mamanya.
Bu Yasinta masih terlihat tidak yakin dengan ucapan Loli dan Yoga. Dia tahu bagaimana dekatnya kedua remaja ini. Mereka pasti akan saling mendukung satu sama lain, mendukung dalam kebohongan sekali pun.
Bu Yasinta menghela napas, seolah ingin melepaskan rasa kecewa yang tertahan.
"Ya sudah, kalau memang tugas kalian ini penting,"
"Penting banget dong, Ma. Mm ... sekalian Loli minta uang jajan ya, Ma. Buat nanti makan siang," sahut Loli sambil tersenyum semanis mungkin berharap bisa meluluhkan hati mamanya.
Bu Yasinta mendelik pada Loli. Walau pun dia sangat kecewa, tetapi dia menyerah tak ingin lagi memaksa Loli menuruti rencananya.
Loli tersenyum senang berhasil menghindar dari keharusan pergi seharian bersama Papanya.
"Tunggu ya, Ga. Aku mandi dulu," kata Loli pada Yoga.
Yoga hanya mengangguk dan menghela napas pasrah. Dia tahu harus menunggu berapa lama sampai Loli benar-benar siap untuk pergi. Satu setengah jam! Itu waktu yang biasanya diperlukan Loli untuk mandi dan berdandan.
Namun kali ini perkiraan Yoga salah. Kurang dari tiga puluh menit, Loli sudah muncul di hadapannya dengan wangi papermint dan wajah ceria berpoleskan bedak tabur dan bibir merah muda mengilat.
Yoga memandangi Loli yang tampil rapi mengenakan celana jeans sepanjang tiga perempat, sepatu kets berwarna hijau lumut, kaos hijau cerah sepanjang paha serta cardigan hoodie berwarna coklat muda.
"Kenapa kamu bengong begitu, Ga? Terpesona ya melihat kecantikanku?" tegur Loli sambil iseng mengerling.
Yoga canggung sesaat, tapi kemudian dia bisa menutupi rasa canggungnya dengan tersenyum lebar.
"Kayaknya kamu beneran senang mau pergi sama aku. Tumben dandannya cepat banget. Eh, tapi kamu udah mandi, kan? Nggak cuma pakai parfum doang?" katanya.
"Mandilah. Enak aja. Nih cium wangi sabun," sahut Loli sambil mengulurkan tangannya ke hidung Yoga.
Yoga mengendus wangi tangan Loli. "Iya, wangi sabun aroma rose campur almond oil. Bagus deh. Aku lega. Nggak bakal nyium bau nggak enak saat nanti kamu membonceng motorku."
"Kok kamu tau sabunku wangi gitu? Kamu pakai sabun yang merk dan aromanya sama dengan yang aku pakai?"
"Nggaklah! Aku pakai sabun antiseptik yang wanginya netral. Wangi sabunmu persis sabun kakakku," bantah Yoga.
Dia salah tingkah saat baru menyadari Bu Yasinta ada di belakangnya. Dia mengangguk dan tersenyum pada mama Loli itu.
"Loli pergi dulu ya, Ma. Selamat jalan-jalan. Jangan lupa oleh-olehnya," ucap Loli lalu mencium tangan kanan Mamanya.
"Oh iya, nanti mama pulangnya nggak sampai malam, kan? Saat nanti Loli pulang, mama udah di rumah, kan?"
"Puncak itu jauh, Loli. Jalannya juga macet. Kemungkinan mama dan papa malam banget baru sampai rumah. Kamu bawa aja kunci cadangan. Kamu pasti bakal sampai rumah lebih dulu." Bu Yasinta memberikan kunci cadangan pintu rumah ke Loli.
Lalu dia menoleh ke Yoga. "Yoga, jangan sampai malam ya perginya. Loli sudah harus diantar pulang paling lambat jam tujuh," katanya.
Yoga mengangguk sebagai tanda hormat dan tersenyum sopan kepada Bu Yasinta.
"Iya, Tante. Nanti Loli saya temenin sampai Om dan Tante pulang."
"Eh, jangan. Kalian nanti cuma berduaan di rumah. Nggak baik itu. Walau Tante tau kalian cuma teman, tapi tetap nggak pantas dua anak muda cowok dan cewek di dalam rumah berdua aja. Di sini kan nggak ada ART. Kalau mau nemenin Loli, duduk di teras aja dan semua lampu harus nyala. Kamu jangan macem-macem ya sama anak Tante." Bu Yasinta menatap serius Yoga.
Membuat Yoga tercengang sesaat.
"Oh, saya nggak bakalan macem-macem sama Loli, Tante. Malah saya akan jagain Loli supaya selalu baik-baik aja," sahut Yoga.
"Sst, Mama ada-ada aja. Yoga kan udah lama temenan sama Loli. Udah dari zaman SMA. Nggak bakalan Yoga berani macem-macem. Kalau dia nekat ngapa-ngapain Loli, laporin aja ke bundanya biar digetok kepalanya," sambar Loli.
Yoga menoleh ke Loli dan mengangkat alis.
"Eh, ngapa-ngapain itu maksudnya gimana?" tanyanya polos.
"Udaah, ayo beramgkat! Nanti keburu panas," sahut Loli tanpa menjawab pertanyaan Yoga sambil mendorong punggung Yoga.
"Permisi, Tante. Kami pergi dulu," ucap Yoga.
Bu Yasinta hanya mengangguk dan tersenyum. Dia sudah kehabisan kata-kata, menyimpan rasa kecewanya dalam-dalam saat melihat motor yang dikendarai Yoga berlalu menjauh membawa Loli anak gadisnya lenyap dari hadapannya.
Tbc ...
**===========**
Halooo teman-teman.
Ketemu lagi dengan ceritaku ini.
Makasih banget buat yang masih mau baca ceritaku ini 🤗
Semoga masih banyak yang mau baca cerita romance-ku. Karena aku pengin, walau bukan cerita misteri atau horor, tapi tetap ada teka-teki seru yang semoga bisa bikin ceritanya juga menarik.
Salam,
Arumi
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top