36. Tante?

"Eh, ada apa nih? Kok rame banget? Ini siapa?" tanya Loli pura-pura tak tahu.

Dia penasaran sekali ingin tahu papanya akan memperkenalkan wanita itu sebagai apa. Jangan-jangan ... sebagai istri kedua dan disetujui mamanya?

Oh, Tuhan ... Jangan .... batin Loli cemas.

"Ini adik papa, kamu boleh memanggilnya Tante Ramona. Ayo, Loli, kasih salam ke Tante Ramona," kata Bu Yasinta, Mama Loli memperkenalkan wanita itu pada Loli.

Loli ternganga, matanya membelalak. Rasanya dia hampir pingsan mendengar ucapan mamanya tadi.

Apa-apaan ini? batin Loli mulai merasa kesal.

"Adik? Loli kok nggak tahu papa punya adik perempuan yang ini? Adik papa bukannya cuma Om Gerda dan Tante Risda?" tanya Loli dengan wajah gusar, dia enggan menerima uluran tangan wanita yang disebut mamanya sebagai Tante Ramona itu.

"Papa juga baru tau setahun lalu tentang keberadaan Tante Ramona, Loli," ucap Pak Reihan, Papa Loli ikut menjelaskan situasi ini.

Loli masih diam, dia mengamati wajah wanita itu, kemudian beralih mengamati wajah papanya. Rasanya dia masih sulit percaya.

"Kamu tau, tante Ramona ini hanya delapan tahun lebih tua dari kamu, Loli," lanjut Pak Reihan lagi.

"Ini nggak mungkin!" sanggah Loli tak mau begitu saja menerima penjelasan papanya.

Rasanya mustahil.

Jangan-jangan ini hanya tak-tik papa untuk menutupi kenyataan sebenarnya" batin Loli.

Ingin sekali dia tidak ikut serta dalam acara wisata bersama ini. Tetapi dia tak ingin membuat teman-teman lainnya, mama dan adiknya curiga. Maka dia terpaksa ikut serta dalam wisata yang akhirnya menetapkan tujuan menuju Candi Borobudur.

Loli dan teman-temannya, Tante Ramona dan anak lelakinya yang baru dua tahun, kedua adik Loli serta mama papa Loli di bagian depan, ajaibnya mereka semua bisa tertampung dalam mobil SUV yang disewa Pak Reihan.

Loli ikut tersenyum tipis saat teman-temannya tampak riang gembira menikmati wisata bersama ini. Mereka antusias sekali saling berfoto. Bibirnya tersenyum, tetapi hatinya masih dihinggapi rasa gundah.

Diam-diam dia memperhatikan wanita yang diakui papanya sebagai adik itu. Loli tampak kesal saat Mamanya ikut bergantian menggendong bocah lelaki berusia dua tahun yang diakui wanita itu sebagai anaknya. Loli melihat pemandangan itu dengan perasaan curiga.

Kayak sinetron, batinnya kesal menganggap semua adegan yang dilihatnya itu hanya sandiwara.

Loli tersentak saat wanita itu mendekat kepadanya dengan senyum bersahabat. Sepertinya dia sadar sejak tadi dipandangi Loli.

"Loli, Tante senang akhirnya kita bisa ketemu. Bahagia banget setelah tahu Tante punya keluarga menyenangkan," kata wanita itu.

Loli hanya diam. Papanya bilang, beda usia Loli dengan wanita yang disebut sebagai tantenya ini hanya delapan tahun.

Wanita ini lebih tua delapan tahun dari Loli, berarti sembilan belas tahun lebih muda dari papanya. Rasanya terlalu mengada-ada.

Tapi Loli akui ada kemiripan antara wanita ini dengan Tante Risda, adik papanya yang sudah dikenal Loli sejak dia baru lahir.

"Hidup itu aneh ya? Kamu kelihatannya masih belum percaya kalau Tante ini adalah tantemu, adik kandung papamu," kata Tante Ramona, seolah bisa menebak isi kepala Loli.

"Usia tante hanya lebih tua delapan tahun dariku, itu aneh. Dan selama ini aku nggak pernah dengar papa punya adik selain Tante Risda dan Om Gerda," sahut Loli.

"Apanya yang aneh?"

"Jarak usia Tante dan papa bedanya terlalu jauh, delapan belas tahun."

"Itu mungkin saja terjadi."

"Tapi kenapa selama ini Tante disembunyikan dari papa?"

"Karena memang begitu perjanjian antara nenekmu dengan ibu angkat Tante."

"Ibu angkat?"

Loli tak melanjutkan ucapannya. Ada banyak pertanyaan dalam kepalanya, tapi dia enggan terlalu akrab dulu dengan tantenya yang satu ini. Dia masih belum bisa sepenuhnya percaya.

Seusai acara wisata bersama ini, Loli bertekad akan membicarakan masalah ini lebih lanjut dengan papanya.

"Loli, kita foto-foto ke tempat paling atas, yuk!" ajak Rhea yang muncul di dekat Loli bersama Kanya.

"Yuk, seru banget tuh foto-foto di stupa tertinggi. Loli permisi dulu, Tante," sahut Loli seraya pamit pada wanita itu yang tetap dia sebut tante walau hatinya belum sepenuhnya rela.

"Okay, nanti kita ngobrol-ngobrol lagi, ya," kata wanita itu masih dengan senyum ramahnya.

Loli hanya mengangguk, lalu menarik tangan Rhea dan Kanya untuk segera menjauh dari tantenya itu. Mereka berlomba-lomba menaiki tangga menuju tempat paling atas.

Untunglah Rhea dan Kanya tidak banyak bertanya tentang tantenya itu. Saat dia mengenalkan Tante Ramona pada Rhea, Kanya, Anka dan Ara, semua menerima begitu saja kecuali Ara.

Pandangan mata Ara tampak heran dan di saat yang tepat, Loli yakin, Ara akan menuntut penjelasan lebih tentang Tante Ramona ini.

"Hei, kalian ke atas bertigaan aja sih?" teriak Anka yang berlari menyusul menaiki tangga diikuti Ara.

"Habis tadi kalian berdua nggak kelihatan," sahut Kanya membela diri.

Ara mendekati Loli hingga berdiri tepat di samping Loli. Loli hanya diam, walau dia yakin, sebentar lagi Ara pasti akan bertanya tentang Tante Ramona.

"Kamu pasti sekarang udah merasa lega kan, Lol?" bisik Ara saat mereka berdua berada agak menjauh dari ketiga teman mereka yang lain.

"Lega kenapa?" sahut Loli dengan kening berkerut.

"Wanita itu ternyata tantemu," lanjut Ara seraya tersenyum.

"Aku nggak akan percaya begitu aja," sahut Loli dengan wajah masih gusar.

Ara sedikit tersentak.

"Kamu nggak percaya?"

Loli menggeleng. "Aneh!" ucapnya.

"Apanya yang aneh?"

"Kenapa tiba-tiba muncul perempuan itu mengaku sebagai adik papaku setelah bertahun-tahun kemudian? Usianya jauh lebih muda dari papaku. Nggak masuk akal!" jawab Loli, ekspresi wajahnya kini mulai kesal.

"Ah, itu nggak aneh, Lol. Teman SMA-ku juga ada kok yang punya adik bayi lagi setelah dia berusia tujuh belas tahun," kata Ara.

"Tapi adiknya itu nggak disembunyikan dari dia, kan?" tanya Loli masih tampak kesal.

"Nenekmu pasti punya alasan kenapa menyembunyikan informasi tentang tantemu itu. Kamu tanyakan saja sama om dan tantemu yang lain," saran Ara.

"Ya, tentu aja aku akan bertanya. Aku nggak akan percaya semudah itu. Ini harus diselidiki lebih lanjut," sahut Loli.

Ara tersenyum seraya merangkul Loli.

"Tapi untuk saat ini, kita bersenang-senang dulu. Kita kan sedang liburan. Ayo, nikmati masa liburan kita. Urusan tantemu itu nanti aja dibahas setelah kamu kembali ke Jakarta," saran Ara.

"Sepertinya aku nggak bisa begitu, Ra. Aku harus minta penjelasan papaku secepatnya. Dadaku bisa meledak kalau harus nunggu penjelasan lebih lama lagi," jawab Loli dengan suara pelan, agar tak terdengar pengunjung lain di sekitar mereka.

"Oke, aku ngerti yang kamu rasain, Lol. Aku harap penjelasan papamu nanti melegakan semua orang di keluargamu. Aku doakan hasilnya baik," ucap Ara.

"Terima kasih, Ra," sahut Loli lagi. Dia berusaha tersenyum walau senyumnya itu tipis dan samar sekali.

"Hei, Loli, Ara, ayo kita foto berlima. Mister ini bersedia memotret kita!" teriak Kanya yang tak menyia-nyiakan kesempatan mempraktekkan kemampuannya bicara bahasa Inggris dengan orang asing.

Di depan Kanya, Anka dan Rhea yang sudah pasang aksi di depan stupa besar, sudah bersiap seorang lelaki asing bertubuh tinggi tegap dengan rambut pirang dan mata biru.

Kanya pintar juga mencari wisatawan asing yang masih muda dan tampan untuk dimintai bantuan memotret mereka. 

**=======**
Haloo, maaf ya, baru sempat update.

Aku masih sibuk macem2, hehe, random deh kesibukannya.

Oh iya, misalnya cerita ini ada audio series-nya, kira-kira teman-teman mau dengerin nggak?😊

Salam,

Arumi

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top