27. Hati Yang Mendadak Terasa Bergetar

"Artikelku sudah selesai di-layout, Mba Siska," ucap Loli melaporkan hasil kerjanya pada Siska Saverina, editor pelaksana majalah online Teens.

Siska yang dulu menerima Loli magang di majalah binaannya ini merasa beruntung telah menerima Loli. Dia mengakui hasil kerja Loli selalu berhasil membuatnya puas. Belum mencapai taraf kagum, hanya puas. Tetapi bagi seorang Siska, itu adalah sebuah prestasi luar biasa untuk mahasiswi magang di majalahnya ini.

Dia yakin, Loli akan menjadi reporter dan penulis artikel cemerlang nantinya. Bukan tidak mungkin gadis cekatan itu akan berhasil meraih cita-citanya menjadi seorang jurnalis.

"Sip, kamu mau pulang sekarang?" tanya Siska.

"Boleh kan, Mbak? Aku ada janji bertemu teman-temanku," jawab Loli.

"Dijemput pacar ya?" tanya Siska lagi seraya tersenyum menggoda.

"Ah, Mbak Siska hobi banget ngeledek. Pacar yang mana? Aku belum punya pacar kok," jawab Loli sedikit jengah digoda seperti itu.

"Cowok ganteng yang nungguin kamu dari tadi itu siapa? Bukannya itu pacar kamu? Sikapnya saat nanyain kamu tadi kayak cowok yang mau jemput pacarnya," kata Siska sambil menunjuk ke arah ruang tunggu yang terlihat dari ruang Siska yang berdinding kaca ini.

Loli terkejut, dia melongok, berusaha memandang menembus dinding kaca dari dua ruangan sebelum ruang tunggu. Keningnya berkerut berpikir siapa yang telah menunggunya. Dari sini tidak tampak jelas karena dinding kaca ruang Siska berupa kaca tempered.

"Siapa?" tanya Loli bertanya-tanya sendiri.

Siska hanya tersenyum.

"Buruan temuin. Kasihan tuh dia hampir lumutan nungguin kamu," godanya lagi.

Loli hanya menyeringai lebar, berusaha menutupi rasa tersipu sekaligus penasaran. Dia bergegas keluar ruangan Siska, berjalan cepat menuju ruang tunggu.

"Yoga?" ujar Loli kembali terkejut melihat sosok yang sedang asyik mengutak-atik kamera nikonnya sembari duduk santai di sofa ruang tunggu.

"Aurolia, kamu udah selesai?" sahut Yoga dengan mata berbinar seolah senang sekali akhirnya melihat Loli. Senyumnya mengembang lebar hingga giginya yang putih berderet rapi terlihat.

"Ngapain kamu ke sini?" tanya Loli tanpa membalas senyum Yoga.

"Jemput kamu," jawab Yoga, dia masih tersenyum, kali ini dengan bibir mengatup.

"Ngapain?" tanya Loli lagi mulai menunjukkan wajah curiga.

Yoga terlihat bingung mendengar pertanyaan Loli yang seolah mengulang pertanyaan sebelumnya.

"Maksudku, ngapain kamu jemput aku segala? Buat apa? Aku kan nggak minta dijemput," kata Loli memperjelas maksud pertanyaannya.

"Ara bilang, teman kamu Kanya butuh fotografer," jawab Yoga.

"Ara?" tanya Loli semakin heran.

Dia mendadak kesal mendengar Ara meminta tolong Yoga tanpa sepengetahuannya. Bagaimana Ara bisa tahu nomor kontak Yoga?

"Sejak kapan kamu kontak-kontakan sama Ara?" tanya Loli lagi semakin curiga.

"Cuma via DM instagram kok. Aku nggak punya nomor handphone Ara, dia juga nggak punya nomorku," jawab Yoga masih dengan sikap tenang, walau dia merasakan dari nada ucapan Loli, ada rasa tidak suka melihat kemunculannya yang tiba-tiba di sini.

Loli masih memberengut.

"Kamu marah aku jemput kamu?" tanya Yoga seraya menatap wajah Loli lekat.

"Kok Ara nggak ngasih tau aku? Dan kamu kenapa baru ngasih tau aku sekarang?" sahut Loli, semakin menunjukkan ketidaksukaannya dengan kejutan ini.

Yoga menyeringai lebar.

"Sengaja biar surprise," jawab Yoga kalem.

"Nyebelin!" sahut Loli ketus, lalu dia meninggalkan Yoga untuk mengambil tasnya yang dia titipkan di meja kerja Gayuh, yang bertugas mengerjakan layout majalah online Teens.

Yoga menatap kepergian Loli sambil meneguk ludah, dia sedikit khawatir kali ini Loli benar-benar marah padanya.

"Ayo!" seru Loli tak lama dia kembali sambil mencangklong tas selempangnya.

Lagi-lagi Yoga dibuat tertegun dengan perubahan sikap Loli.

"Jadi, kamu setuju aku antar ke rumah Ara untuk bantu motret aksesoris buatan Kanya?" tanya Yoga sambil mengikuti langkah Loli yang sudah membuka pintu siap-siap keluar gedung redaksi majalah Teens.

"Gimana lagi? Kamu kan udah telanjur di sini. Ya sekalian aja nganter aku," jawab Loli santai.

Yoga menyeringai lebar. Kekhawatirannya lenyap. Ternyata Loli tidak sungguh-sungguh marah padanya.

Loli sengaja menyibukkan diri dengan meliput banyak hal di sela-sela menyelesaikan tugas kuliahnya. Semata-mata agar pikirannya teralihkan dari keadaan di rumahnya.

Tapi anehnya, akhir-akhr ini papanya sering pulang lebih sore, jarang meeting keluar kota di akhir pekan.

Loli heran, tetapi tak pernah berniat ingin mencari tahu lagi. Pemandangan yang pernah dia saksikan sudah cukup menyisakan luka hati cukup dalam.

Dia memilih menghindar daripada menghadapi masalah itu. Anehnya pula, papanya ternyata tak pernah menceritakan tentang kejadian Loli mengaku dirampok pada mamanya, karena mama Loli tak pernah menyinggung soal itu.

Loli tentu tidak pernah menceritakan penyelidikannya itu pada mamanya. Tidak, Loli menyimpannya rapat-rapat.

Terkadang dia terpaksa bersikap akrab pada papanya hanya agar mamanya tak curiga melihatnya selalu memberengut dan bersikap ketus saat menghadapi papanya.

Yoga menyerahkan helm yang selalu dibawanya dan biasa dipakai Loli.

Loli menerimanya dan memakainya. Lalu duduk di boncengan motor.

"Aurolia, pegangan yang kenceng ya. Peluk aja pinggangku, nggak usah malu. Daripada jatuh," kata Yoga sebelum menyalakan mesinnya.

Loli menepuk punggung Yoga agak keras. "Ih, apaan sih! Mendadak centil. Kamu kesambet jin mana? Aku bukan pacar kamu, ngapain meluk pinggang. Kamunya aja yang nyetirnya harus hati-hati," sahut Loli lalu memberengut.

Yoga tergelak. "Yaelah, cuma meluk pinggang doang bukan berarti pacaran kali. Ini demi keselamatan kamu, Aurolia."

"Biasanya nggak meluk pinggang pun aku tetap selamat. Lagian yang pada membonceng ojol juga nggak ada yang meluk pinggang sopirnya. Tapi nggak ada yang jatuh tuh."

"Tapi kan aku bukan ojol," protes Yoga.

"Yah, anggap aja kamu ojol."

Yoga terbahak. "Masa ojol gratis," ledeknya.

Loli memelotot. "Oh, jadi kamu pengin aku bayar? Oke, tenang aja. Nanti pasti aku bayar!" sahut Loli lalu bibirnya memberengut.

"Aduh, Aurolia, kamu sekarang kok sensi amat sih? Aku bercanda. Nggak mungkinlah aku minta kamu bayar."

Yoga menengok ke belakangnya.

Kamu berubah. Ada apa sih, Lol? Kamu nggak kayak dulu lagi, yang asyik diajak bercanda dan gampang tertawa tiap kali aku nyoba ngelucu, batin Yoga.

"Ya udah deh, terserah kamu mau pegangan apa. Yang penting jangan sampai jatuh." Tapi hanya itu kata-kata yang keluar dari mulut Yoga.

Dia mulai menyalakan mesin motornya dan tak lama melaju menuju rumah Kanya. Dia sudah diberitahu Ara alamat rumah Kanya.

Jadi, Yoga serius pengin aku meluk pinggangnya atau cuma iseng bercanda?

Pikiran itu mendadak muncul dalam benak Loli dan diam-diam dari lubuk hati yang paling dalam ada perasaan berdesir menyerbu hatinya sepanjang perjalanan menuju rumah Kanya.

**=========**

Hola ... Ketemu lagi dengan kisah Jojoba.

Makasih buat yang masih terus baca, ngasih vote dan komen.

Makasih juga buat yang masih setia nungguin lanjutan NiB 😉😊

Salam,

Arumi

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top