20. I'll Be Your Shoulder To Cry On
A Shoulder To Cry On
~ Tommy Page
And when you need
a shoulder to cry on.
When you need a friend to rely on.
When the whole world is gone.
You won't be alone 'cause I'll be there
Dan saat kau butuh bahu untuk menumpahkan tangismu,
ketika kau butuh teman yang dapat kau percaya,
ketika seluruh dunia lenyap,
kau tak akan sendiri, karena aku akan selalu ada.
~ oOo ~
Suasana duka masih terasa saat Ara menyambut keempat sahabatnya dengan wajah murung, walau dia sudah berusaha tersenyum tipis.
"Turut berduka cita ya, Ra," ucap Loli seraya memeluk Ara erat.
"Thanks, Loli," sahut Ara.
Kemudian berturut-turut diikuti Anka, Kanya dan Rhea juga ikut memeluk Ara sembari menyampaikan turut berbelasungkawa.
"Makasih Anka, Kanya, Rhea. Ah, kalian repot-repot banget ke sini segala," ucap Ara sambil mempersilakan keempat sahabatnya itu duduk di sofa ruang tamu.
"Nggak repot lah, Ra. Kami kan pengin tau keadaan kamu," kata Anka.
"Kamu pernah cerita memang dekat banget ya sama Priska," kata Kanya.
"Yah, karena aku nggak punya saudara kandung cewek, Priska itu tempat aku biasa curhat. Selain kalian tentu aja," sahut Ara.
"Ra, maafin aku," ucap Loli penuh penyesalan.
Dia benar-benar merasa bersalah karena sempat menuduh Ara tak peduli lagi padanya, padahal Ara juga sedang berduka.
"Kenapa, Lol? Memangnya kamu salah apa?"
"Aku nggak tahu kamu sedang sedih, aku marah-marah karena kamu nggak angkat telepon dan balas pesanku," jawab Loli.
Ara tersenyum.
"Nggak masalah, kamu kan memang selalu ekspresif, Loli," ucap Ara.
Dia tak akan menanyakan kabar Loli dan Papanya, karena dia ingat telah berjanji tak akan membicarakan masalah Loli dengan papanya di depan anggota Geng JOJOBA yang lain.
"Priska itu seusia kita ya, Ra?" tanya Rhea.
Ara mengangguk. Kemudian tak ada yang bicara lagi. Masing-masing dari mereka merenung, betapa usia sungguh tak dapat diduga.
"Sepertinya aku akan mengubah cita-citaku," kata Ara kemudian memecahkan kesunyian yang sempat berlangsung selama beberapa menit.
"Hah? Kamu berubah pikiran nggak mau jadi dokter lagi?" tanya Anka terkejut, karena ide mengubah cita-cita sempat juga ia pikirkan.
"Bukan gitu ... justru aku pengin jadi dokter," jawab Ara.
"Loh, kamu kan memang kuliah di jurusan kedokteran," kata Rhea masih tak memahami maksud Ara.
"Iya, tapi kan awalnya aku tertarik pengin jadi ahli penyelidik forensik. Ternyata, aku nggak kuat mental menghadapi jenazah," sahut Ara menjelaskan maksudnya.
"Aku kan udah bilang, Ra. Cita-cita kamu itu seram banget," ucap Kanya ikut mengungkapkan pendapatnya.
"Dulu aku nggak pernah merasa seram melihat jenazah. Tapi sejak kemarin malam, saat aku melihat keadaan Priska sekilas ... aku nggak sanggup. Badanku gemetar. Sampai sekarang aku masih trauma," kata Ara menanggapi ucapan Kanya.
Loli, Anka, Kanya dan Rhea terdiam. Sejak tadi memang di antara mereka tak ada yang berani bertanya bagaimana kronologis kecelakaan yang dialami Priska.
Sebenarnya, di antara mereka belum ada yang pernah bertemu Priska. Mereka datang untuk menguatkan Ara.
"Jadi?" tanya Rhea ragu sekaligus tak bisa menahan rasa penasarannya.
Ara mengangkat wajahnya yang tertunduk.
"Aku nggak mau berurusan dengan jenazah lagi. Mentalku ternyata nggak sekuat yang kukira. Sepertinya lebih baik berhubungan dengan manusia yang masih hidup, membantu pasien, nyembuhin penyakitnya dan menularkan budaya hidup sehat."
"Tapi, seorang dokter nggak bisa benar-benar menghindari berurusan dengan jenazah kan, Ra? Suatu saat nanti pasti kamu akan ...." Ucapan Anka langsung dipotong Ara dengan cepat.
"Nanti urusan nanti. Tapi yang jelas, sekarang aku nggak mau berurusan dengan manusia yang udah nggak bernyawa," kata Ara.
Anka menelan ludah. Dia kembali teringat dengan mayat pekerja yang menjadi korban kecelakaan di proyek apartemen tempatnya magang. Dia sendiri pun belum berani menginjakkan kakinya ke proyek itu lagi.
Sudah seminggu ini dia bolos tidak masuk kerja di tempat praktek kerjanya itu. Dia sendiri sedang berjuang mengatasi traumanya.
Kenyataan hidup seringkali mengerikan, membuat Anka tak berani menghadapi kenyataan. Beberapa hari ini dia lebih senang tenggelam dalam lautan imajinasinya.
Sampai tanpa dia sadari naskah novelnya sudah mencapai halaman ke dua ratus lima. Selama seminggu penuh ini, Anka lebih banyak menghabiskan waktu masuk ke dunia imajinasi Stela dan Kresta tokoh rekaannya.
"Sori, Ra ... sebenarnya, aku juga sedang trauma," kata Anka tanpa sadar.
Ara kembali menoleh ke arah Anka.
"Kamu trauma kenapa?" tanyanya.
"Aku pernah melihat jenazah mengenaskan seorang pekerja di pembangunan proyek apartemen tempatku kerja praktek menjadi korban kecelakaan kerja. Dia terjatuh dari lantai sebelas. Kepalanya hancur, kakinya patah. Aku sempat melihat kepalanya yang tergenang cairan kental merah kehitaman. Sampai sekarang pemandangan itu belum bisa hilang dari kepalaku walau aku udah berusaha mengalihkan pikiran dengan mengkhayalkan kisah cinta Stela dan Kresta," jawab Anka panjang lebar.
Ucapan Anka itu membuat Loli, Ara, Kanya dan Rhea tertegun.
"Stela dan Kresta?" tanya Loli heran.
"Siapa lagi itu?" tanya Rhea yang juga merasa heran.
"Itu tokoh utama dalam cerita romance karya Anka," jawab Ara.
"Kok kamu tau, Ra?" tanya Rhea kembali heran.
"Aku udah baca ceritanya," jawab Ara.
"Aku kok nggak pernah dikasih lihat?" tanya Rhea.
"Aku juga belum pernah baca," sambung Loli.
"Aku juga udah baca. Asyik ceritanya. Romantis dengan fantasi ringan," kata Kanya.
"Ini nggak adil," protes Rhea.
"Kan ada di wattpad. Salah kalian sendiri Rhea, Loli. Kenapa nggak instal aplikasi wattpad?" kata Kanya.
"Mm, aku masih nggak nyaman baca cerita panjang di hp. Aku nunggu cerita kamu terbit jadi novel aja deh, Ka," ucap Rhea.
"Aku juga nunggu novel kamu terbit aja, Ka." Loli ikut membuat alasan
"Hei, tadi kan Anka lagi cerita tentang trauma dia. Jadi gimana, Ka? Tapi kamu tetap berani ke proyek kerja praktikmu itu, kan?" tanya Ara yang kembali teringat dengan curahan hati Anka tadi.
"Itulah masalahnya. Aku masih trauma. Udah seminggu ini aku nggak datang ke proyek itu. Jangankan ke sana, di rumah aja aku masih sering terbayang pemandangan mengerikan itu," jawab Anka.
Ara tersentak lalu dia berdiri dan mendekati Anka yang duduk agaknjauh darinya. Dia menarik tangan Anka yang masih duduk di sofa hingga posisi Anka menjadi berdiri, kemudian Ara memeluk Anka erat.
"Aku bisa bayangin gimana traumanya kamu, Ka. Aku juga merasakan sama. Aku juga nggak bisa ngelupain sosok Priska yang terakhir kulihat. Aku udah berusaha nggak melihatnya, tapi tetap terlihat, aku nggak bisa menghindar. Dia sepupu dekatku," ucap Ara dengan suara pelan.
Ara melepaskan pelukannya, lalu dipegangnya kedua bahu Anka.
"Kita atasi trauma kita masing-masing, Ka. Hidup harus terus berjalan. Kamu harus selesaikan kerja praktikmu itu. Sayang kan, kasihan orang tuamu udah bayar mahal uang semestermu. Jangan sampai kamu gagal. Aku juga akan berusaha mengatasi rasa traumaku. Walau aku nggak lagi berminat jadi ahli forensik, tapi kamu benar, Ka. Sebagai dokter, aku nggak bisa menghindar dari keadaan paling buruk yang mungkin dialami pasienku nanti," lanjut Ara.
Anka tersenyum dan mengangguk setuju. Untunglah Geng JOJOBA selalu siap saat dia butuh bantuan. Perlahan Ara akan mencoba melupakan kepedihannya dan kembali fokus dengan segala tugas yang harus diselesaikannya.
"Life must go on, Ra."
Pesan Jorgi kakaknya semalam kembali terngiang di telinga Ara. Dia memandangi satu per satu sahabat-sahabatnya, kemudian dia tersenyum.
"Terima kasih kalian udah datang nengokin aku. Kalian bikin aku kuat," ucap Ara. Dia memandangi satu per satu sahabatnya dan tersenyum.
"Kita harus bisa melanjutkan hidup. Masa lalu bukan buat dilupain, tapi juga jangan sampai menghambat langkah kita. Geng Jojoba itu kuat, tangguh, berani, dan pasti bisa bangkit dari kesedihan selama kita selalu bersama dan saling menguatkan," ucap Ara lagi.
Keempat teman-temannya mengangguk.
Hujan kembali turun membasahi bumi, seolah menghapus kegersangan hati penghuninya. Butiran-butiran air dari langit itu membawa hawa sejuk. Menawarkan kedamaian di hati keempat sahabat itu.
Menyadarkan mereka, kebersamaan ini harus tetap terjaga.
**=======**
Happy Saturday 😊
Makasih buat yang masih bersedia baca. Makasih juga buat yang ngasih vote dan komen.
Salam,
Arumi
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top