6 - Bagaimana Surat itu Bisa Muncul di dalam Laci?

Meskipun bahasannya akan berputar di situ-situ saja, briefing pagi di King Foot tetap wajib dilaksanakan sebelum memulai aktivitas. Di sini bukan hanya visi misi yang kembali disatukan, tapi juga energi.

Ada saat-saat tertentu Kinar akan sangat bersemangat mengikuti briefing, jika yang memandu adalah Ryan. Seperti halnya pagi ini. Di momen yang biasanya kisaran 10 menitan ini dia bisa dengan leluasa menatap bagaimana cowok itu berbicara, menikmati keindahan sepasang mata yang sesekali mengarah padanya, terlena dalam lengkungan senyum yang terbit sesekali, atau sekadar melihat gerakan tangannya yang selaras dengan apa-apa yang diucapkannya. Semua itu candu.

Di mata Kinar, Ryan terlalu sempurna untuk ukuran manusia biasa.

"Awas ngiler," bisik Paula di telinga Kinar sambil cekikikan tertahan.

Kinar tersadar. Mungkin reaksinya menatap atasan mereka itu memang berlebihan. Kinar menyikut pinggang Paula dan menyuruhnya diam, sebelum mereka dapat teguran.

Selesai briefing, para karyawan King Foot langsung bersiap di posisi masing-masing. Kinar selalu dipercayakan untuk standby di area sepatu anak-anak.

Di masing-masing area terdapat meja yang dilengkapi box untuk menyimpan buku catatan, lis stok, dan hal-hal penunjang operasional lainnya. Dan pagi ini, Kinar menemukan susu kotak di atas mejanya. Sticky note berwarna biru tertempel di salah satu sisinya, bertuliskan "Selamat bekerja, Kinar ....".

Kinar menoleh kiri-kanan. Siapa yang menaruhnya di sini?

"Jangan bilang kamu berharap itu dari Pak Ryan lagi," sela Paula tiba-tiba, lalu terkekeh pelan.

"Nggak, kok." Kinar menggeleng kuat-kuat. Padahal, tadinya dia memang berharap itu dari si supervisor.

"Itu dari Arya," terang Paula tanpa diminta.

"Tahu dari mana?"

"Aku lihat sendiri tadi. Pas dia datang langsung naruh di situ. Cek aja CCTV kalau nggak percaya."

"Kayak tindakan kriminal aja harus cek CCTV segala." Kinar tertawa pelan.

"Cieee ... pakai ucapan segala." Tangan lancang Paula begitu gesit mencabut sticky note itu.

Kinar hanya geleng-geleng melihat kelakuannya.

"Kin, kalau menurut aku, ya, mending kamu pilih yang pasti-pasti aja, deh."

"Pilih apa, nih, maksudnya?" Kinar benar-benar tidak paham.

"Antara Pak Ryan dan Arya."

"Kok?" Kinar mengerjap. "Sejak kapan tiba-tiba aku harus milih salah satu di antara mereka?"

"Gini, ya," Paula memasang sikap lebih serius, "oke, aku akui Pak Ryan itu cakepnya kebangetan, soal baik juga nggak diragukan. Tapi justru itu, cewek-cewek macam kita ini nggak level buat dia. Ada sekat tak kasat mata yang memisahkannya dari kita. Dia memang ada di sekitar kita, tapi orbitnya beda. Dia terlalu sulit untuk dijangkau. Nyaris mustahil."

"Ini aku lagi diceramahi atau apa, sih?"

"Sekadar mengingatkan aja, sih."

"Oke, makasih. Tapi serius, deh, aku nggak merasa lagi ada di situasi sulit yang kamu jabarkan itu."

"Kamu akui atau nggak, sebagai sahabat aku cuma nggak mau nantinya kamu sakit karena terlalu berharap sama Pak Ryan, atau malah menyesal karena melewatkan cowok setulus Arya."

Kinar geleng-geleng sambil mengibaskan tangan. "Sebenarnya kamu ada perlu apa ke sini? Bukan cuma buat ceramah, kan?" Dia sengaja beralih topik.

"Eh, sampai lupa." Paula nyengir. "Kamu ada pulpen lebih, nggak? Pulpenku jatuh entah di mana."

Kinar mencebik. "Kebiasaan." Kemudian dia menarik laci dan mengambil sebuah pulpen untuk sahabatnya itu. Dia memang selalu menyimpan pulpen cadangan.

"Makasih, Kinar syantik." Paula menerimanya dengan tingkah dimanis-maniskan kayak anak kecil.

Punya sahabat kayak Paula memang mood booster banget, sih. Kinar beruntung memilikinya.

"Sana, balik ke sarangmu, sebelum dicariin," perintah Kinar disertai gerakan tangan mengusir.

"Susunya jangan lupa diminum, ya. Kalau perlu sambil mengenang semua kebaikan Arya selama ini." Paula pun berlalu sambil melambaikan tangan.

Sepeninggal Paula, Kinar menatap susu kotak itu larut-larut. Omongan Paula tadi terputar lagi di benaknya. Apa sebaiknya dia memang belajar membuka hati untuk Arya? Namun, bagaimana dengan perasaannya yang telanjur mendarah daging ini untuk Ryan?

Kinar menghela napas panjang. Sepagi ini otaknya malah dijejali urusan hati. Sungguh merusak konsentrasi.

Sebelum menjadi-jadi, Kinar meminum susu kotaknya sambil menuliskan daftar pekerjaan yang harus diselesaikannya hari ini. Hal itu bisa membantunya tetap fokus dan tahu mana yang harus diprioritaskan.

Di jam istirahat, Kinar baru teringat dengan surat ketiga yang ditemukannya tadi pagi. Karena sudah harus berangkat, tadi pagi dia langsung mengantongi surat itu, tidak sempat membacanya. Mumpung Paula lagi di toilet, Kinar lekas mengeluarkannya.

Isi suratnya kurang lebih sama, ungkapan perasaan terluka dan merindu dari Sayuti untuk Sukma. Dua nama itu mulai berputar-putar di benak Kinar.

Siapa Sayuti?

Siapa Sukma?

Apakah mereka masih hidup?

Tinggal di mana?

Seperti apa hubungan mereka dengan Nenek Muti?

Entah kenapa tiba-tiba Kinar merasa terpacu untuk mencari tahu semuanya. Namun, bagaimana caranya?

"Apa, tuh?"

Si kepo datang. Kinar buru-buru melipat surat itu dan kembali mengantonginya.

"Surat cinta, ya?"

"Emang masih jaman?"

"Terus, apa, dong?"

"Bukan urusan kamu," ujar Kinar sambil berdiri. Dia harus bersiap untuk kembali bekerja. Waktu istirahat mereka sisa beberapa menit lagi.

***

Sepulang kerja, pikiran Kinar masih dipenuhi seputar surat-surat misterius itu. Berkali-kali dia membaca ketiganya bergantian. Secepatnya dia harus tahu bagaimana surat-surat itu muncul di dalam laci. Karena itu, malam ini Kinar memutuskan untuk mengawasi meja itu dan pergerakan Nenek Muti. Semoga benar Nenek Muti yang diam-diam menaruh surat-surat itu di sana. Karena kalau bukan, pasti akan sangat membingungkan.

Demi misinya, malam ini Kinar rela tidur di lantai dan membiarkan pintu kamarnya terbuka sedikit. Dengan begitu dia bisa mengawasi meja tua itu dengan leluasa. Akan terlihat jelas kalau sewaktu-waktu Nenek Muti menghampirinya.

Kinar membentangkan sehelai selimut di depan pintu dan mengambil satu bantal. Sengaja tidak dibuat nyaman agar dia tidak terlalu cepat tidur. Dia menonton video-video lucu di YouTube agar tetap terjaga.

Namun, hingga lewat tengah malam, tidak terjadi apa-apa dengan meja itu. Pintu kamar Nenek Muti pun tidak sekali pun berderik terbuka. Sekitar pukul dua pagi, akhirnya Kinar tidak kuasa lagi menghalau rasa ngantuknya. Dia pun ketiduran setelah beberapa kali ponselnya jatuh dari genggaman dan nyaris mengenai wajahnya.

Kinar terjaga saat alunan ayat-ayat suci Alquran mengalun dari speaker masjid kompleks. Dia menggeliat dan merasakan sekujur tubuhnya pegal-pegal. Dia sangat tergoda untuk pindah ke tempat tidur dan melanjutkan tidurnya beberapa menit lagi, mumpung hari ini sif siang. Namun, dia harus tetap lekas bangun untuk bersiap salat subuh.

Saat kembali dari kamar mandi setelah mengambil wudu, Kinar tidak bisa menunda rasa penasarannya untuk mengecek laci meja itu. Tanpa pikir panjang dia pun menariknya sambil menahan napas. Detak jantungnya seketika meningkat karena dia benar-benar menemukan surat lagi di sana. Ini mulai terasa tidak wajar.

Kinar mengambil surat itu, lalu beranjak ke kamar Nenek Muti untuk sekadar mengecek jika ada hal-hal yang mencurigakan. Dia membuka pintu kamar itu perlahan dan menemukan Nenek Muti masih terlelap. Kinar menyapukan pandangan ke segala sudut. Namun, tidak ada petunjuk apa pun.

Jadi, kalau bukan Nenek Muti pelakunya, bagaimana surat ini bisa muncul dengan sendirinya di dalam laci?

***

[Bersambung]

Menurut teman-teman, bagaimana surat-surat itu bisa ada di sana?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top